"Arana!" Sang Paman ikut bangun dari duduknya dan membentak Aran.
Tanpa rasa takut Aran melayangkan tatapan tajam pada sang Paman yang sudah ia anggap pengganti ayahnya itu.
"Paman bilang balas budi? Apa aku tidak salah mendengar? Memang paman yang membiayai ku sekolah untuk menamatkan SMU. Tapi, asal paman ingat, itu semua uang ayahku yang ia titipkan pada paman!" Dengan napas yang memburu ia berbicara hal yang sebenarnya.
"Asal paman ingat, semua pendidikan Kak Amara, ayahku yang membayar nya. Gaya hidup kalian, semuanya bersumber dari peninggalan ayahku yang aku relakan untuk paman, dan? Ini? Ini balasan paman!!" Aran lanjutkan semua perkataannya tanpa menghiraukan perasaan pamannya lagi.
"Lancang!! Arana!!!" Tangan Paman terangkat dan bersiap melayangkan pukulan untuk Aran.
Aran menutup matanya, bersiap untuk menerima pukulan dari Paman nya itu. Akan tetapi, pukulan itu tak kunjung mengenai tubuhnya. Perlahan-lahan ia membuka mata, dan mendapati seorang pria dengan mata elang menatap nyalang pada sang Paman dan menahan pukulan itu.
"Anda berani menyentuh milik saya?" Suara bariton itu terasa menusuk ke telinga Paman maupun Aran.
"Tu-tuan, maaf bukan begitu," Paman berbicara dengan terbata-bata.
Aran membuang pandangannya, ia melihat bibi dan kakaknya itu menunduk takut pada pria yang baru tiba itu.
"Cih, ingat dia sudah menjadi milik ku. Ini pertemuan terakhir kalian, ada yang ingin disampaikan?" pria itu berbicara tenang namun menekankan tiap katanya.
Pria itu melirik Aran, sedangkan Aran menatap Paman, bibi dan kakaknya dengan tatapan benci dan membunuh.
"Aku harap mereka hidup bahagia setelah menjual ku," perkataan Aran terdengar begitu dingin dan menusuk. Tapi, bagi keluarga pamannya itu sebanding dengan uang yang mereka dapatkan.
Pria itu tersenyum miring mendengar perkataan Aran. Dengan isyarat matanya, semua pengawal yang ia bawa keluar. Disusul oleh dirinya dan Aran.
Aran berbalik dan mengambil tas kecilnya yang ada dimeja, tak berniat untuk menoleh sedikitpun pada keluarganya.
Pamannya sudah menjual nya, maka dengan ini ia pun memutuskan hubungan antara ia dan mereka semua. Aran pergi tanpa mengemasi barang miliknya, ia hanya membawa beberapa lembar uang yang ada di dompetnya serta beberapa kartu identitas dan sebuah ponsel.
Bagaikan angin yang berhembus, semua itu terjadi begitu saja. Di mobil, Aran terdiam tanpa berbicara sepatah kata pun. Dirinya larut dalam keterkejutan yang masih tak ia bayangkan sebelumnya, ingin rasanya berteriak dan menangis sekeras-kerasnya namun siapa yang mau mendengar tangisnya.
Perjalanan yang begitu panjang dan lama Aran rasakan hingga tak terasa dirinya mulai memejamkan mata seder melepas semua beban nya untuk sejenak saja.
"Arana Kasturi," pria yang kini menjadi suami Aran itu bergumam.
"Saya hanya mengingatkan, Tuan. Jangan terlena dengan parasnya," asistennya yang mengemudi tiba-tiba berbicara.
"Heh, kau sudah mengenal ku lama, David. Aku Arthur Sanjaya Maheswara, bukan sembarang orang," Dengan sombong ia menyahuti ucapan David asistennya.
"Anda pria normal, saya tidak yakin itu," tersenyum skeptis sambil melirik Arthur dari pantulan kaca.
"Yaa, aku memang normal. Tapi, gadis ini tak kan cukup membuatku puas. Kau tahu alasan ku memilih nya? Jika aku melihat fisiknya mungkin aku akan memilih anak pak tua itu," Arthur berbicara sambil meraih Surai hitam Aran dan mengelusnya.
"Mungkin jika anda memilih Putri kandung nya, anda akan dalam masalah," dengan tenang David menjawab ucapan Arthur.
"Dia gadis malang. Seharusnya dia berterima kasih pada ku karena mengeluarkan nya dari lingkaran api," masih sambil mengelus rambut Aran.
Siang hari yang terik itu tak menjadikan halangan bagi mereka untuk melakukan perjalanan. Tak berniat menepi, ataupun istirahat sebentar.
"Saya tidak bisa menebak apa rencana anda sekarang, Tuan. Saya hanya bisa mengingatkan anda agar jangan tergoda oleh Nona Aran," kembali David mengucapkan kata terakhirnya di percakapan itu.
"Kau orang yang akan melihat pembuktian ku, bahwa aku takkan terpikat oleh nya," tersenyum miring dan beralih menatap keluar jendela.
Akhirnya setelah perjalanan panjang itu mereka sampai juga dikediaman Maheswara. Aran terpukau lagi tertegun melihat betapa mewahnya kediaman Maheswara itu.
Di depannya kini banyak pelayan yang berjejer sambil menunduk menyambut kedatangan keduanya. Aran melihat semua pelayan itu, melihat pakaian mereka saja begitu rapi. Aran merasa harga pakaian nya tak sebanding dengan yang mereka pakai.
Arthur langsung berjalan begitu saja tanpa mengajak Aran untuk berjalan bersamanya, tanpa perintah ia langsung berjalan dibelakang Arthur. Ketika kakinya melangkah kedalam kediaman tersebut ia semakin terpukau dengan kemewahan itu, tapi ia tetap berusaha menstabilkan perasaan nya.
Keduanya berjalan menaiki tangga dan masuk kamar masih dengan saling mendiamkan diri. Pintu tertutup tanpa suara, dengan keheningan yang masih menemani.
Arthur membuka jas yang dipakai nya dan langsung melemparkan nya pada Aran yang masih berdiri mematung di belakang pintu. Ia menggulung lengan kemeja nya hingga sebatas sikut, melonggarkan dasi dan membuka satu kancing kemeja.
Berjalan mendekat ke arah Aran tanpa mengalihkan pandangan, sedangkan Aran hanya bisa menatap kesamping agar tidak bertatapan dengan pria di depannya.
"Tatap aku," menyimpan tangan kiri di atas kepala Aran dengan tangan kanan yang memegang dagu gadis itu.
Aran menoleh, dengan polosnya ia menatap wajah Arthur yang ada di atasnya. Arthur terdiam, melihat wajah polos Aran.
"Cepat ganti baju, kita akan menemui Nenek," ia langsung mengalihkan pandangan nya dan langsung pergi terlebih dulu ke ruang ganti.
Aran hanya mengangguk mengiyakan perintah pria itu walaupun tidak tahu pakaiannya dimana.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments