Selamat Membaca
...🌼🌼🌼🌼...
Permintaan Datin Noor agar Adzam bisa menjaga dan membimbing Hazira. Belum ada respon dari Adzam sendiri. Untuk menghormati Datin Noor, Adzam akhirnya menyetujui permintaannya. Tidak ingin berlama, Adzam meninggalkan Datin Noor dan Hana yang masih mengobrol. Ia menuju ke kamar untuk mengambil kunci mobil.
Pikirannya yang sedikit terganggu. Ia memutuskan untuk menenangkan pikiran dengan mengajak temannya berkumpul. Sampai di kamar, ia melihat Hazira sedang duduk di tepi ranjang. Hazira hanya melihat pergerakan Adzam yang mengambil switer dan kunci mobil miliknya.
"Awak....awak nak pergi mana?" tanya Hazira.
"Bukan urusan kamu." jawab Adzam.
Adzam langsung meninggalkan Hazira yang masih duduk di tepi ranjang. Adzam berjalan menuruni tangga menuju ke depan. Hana dan Datin Noor melihat Adzam berjalan seperti orang tergesa-gesa.
"Dzam....kamu mau pergi kemana?" tanya Hana.
"Pergi ketemu teman sebentar, Ma." jawab Adzam.
"Zira tidak ikut?" tanya Hana sekali lagi.
Tanpa menghiraukan pertanyaan terakhir dari Hana. Ia langsung masuk dan menjalankan mobilnya ke sebuah cafe. Dari balkon atas, Hazira hanya melihat kepergian Adzam. Ia menatap kepergian Adzam hingga mobilnya menghilang dari kejauhan. Datin Noor juga bingung dengan sikap Adzam yang secara tiba-tiba. Juga ada perasaan bersalah dari Datin Noor itu sendiri.
"Puan...Ada apa eh dengan Adzam?" tanya Datin Noor.
"Oh mungkin dia lagi ada urusan sama teman-temannya."
"Oh...."
Dalam mobil, Adzam menghubungi temannya yaitu Sofian dan Hud. Untuk mengajaknya santai bersama di cafe langganan. Jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Sehingga mobil Adzam telah sampai di cafe tujuan. Ia turun dari mobil langsung masuk ke dalam cafe. Menduduki di kursi seperti biasa belakang pojok.
Ia pun duduk dan memanggil waiters untuk memesan minuman. Ia menunggu dua temannya dan pesanannya sampai. Selang lima menit, teman yang ia tunggu telah sampai yaitu Sofian dan Hud. Adzam berdiri menyambut sang teman akrabnya.
"Hey...bro sudah lama menunggu?" tanya Hud.
"Tidak juga, duduklah." ujar Adzam.
"So...ada masalah apa ini, tumben sekali mengajak ketemuan." ucap Sofian.
"Iya, ada apa?" tanya Hud.
"Tidak...tidak ada masalah apapun. Hanya bosan saja dirumah terus." jawab Adzam.
"Lalu istri kamu kenapa tidak ikut?" tanya Sofian.
"Khemm...kalian sudah pesan atau belum?" tanya Adzam mengalihkan pembicaraan.
"Oh ya." ujar Hud.
Sofian dan Hud memesan minuman terlebih dahulu. Minuman yang Adzam pesan kini sudah tiba. Sambil menunggu pesanan Sofian dan Hud. Sofian kembali bertanya ke Adzam mengenai istri Adzam.
"Dzam...aku itu nanya kenapa istri kamu tidak ikut?" tanya Sofian.
"Iya, kan bisa kenalin ke kita-kita." tambah Hud.
"Aku rasa, ia tidak perlu ikut." jawab Adzam.
"Kenapa?" tanya Sofian.
"Ya...tidak ingin saja."
"Apa karena ia bukan Anita?" tanya Hud.
"Aku rasa sebaiknya tidak perlu bahas tentang Anita lagi."
"Dzam, kita perlu bahas Anita ya karena kita harus selidiki alasan meninggalkan kamu."
"Kalau itu sudah aku usaha, menyelidiki dia, tapi belum ketemu."
"Mengenai istri kamu yang sekarang ?"
"Mengenai Hazira, aku menerima untuk menghormati orangtuanya. Hubungan mereka dengan Papa dan Mama sangat dekat. Mereka rekan bisnis yang sudah lama terjalin. Bahkan orang tua Hazira pernah menanamkan saham ke perusahaan Papa."
"Lalu antara kamu dan Hazira?" tanya Sofian.
"Ya...biasa saja. Tapi ada juga mengobrol hanya seperlunya saja. Kalau didepan Papa dah Mama ya kami harus berakting."
"Tapi di acara pernikahan kalian, Hazira cantik juga loh. Masa kamu tidak merasa tertarik dengan Hazira?" Sofian.
"Bodoh...tidak semudah itu melupakan perempuan kita cintai. Memangnya kamu si tukang playboy." ujar Hud sambil menjitak kepala Sofian.
Adzam hanya ketawa melihat tingkah laku Hud yang menjitak kepala Sofian.
"Tapikan perempuan yang dicintai sudah menghilang entah kemana? Kalau aku sih langsung membuka hati." ujar Sofian.
"Membuka hati kepala lo...Memang susah bicara sama orang playboy seperti kamu." sanggah Hud.
"Lah memang iyakan, ngapain nunggu orang yang pergi meninggalkan kita. Itu tandanya ia tidak mencintai kita." ucap Sofian.
"Belum tentu, kita tidak tau yang sebenarnya terjadi sama Anita. Mungkin saja ia ada masalah keluarga atau hal lainnya." ujar Hud berpikiran positif.
"Itu aku masih belum pasti. Aku sudah coba mencari tempat terakhir ia datangi, tapi tetap saja tidak ada hasilnya."
"Oh ya, Dzam. Misal nih ya, Anita tiba-tiba muncul di hadapan kamu nih. Apa yang akan kamu lakukan secara kamu sudah menikah dengan Hazira?" tanya Hud.
"Iya, dari sikap Hazira nampak seperti perempuan yang baik-baik dan mampu jaga auratnya lagi. Serasa perempuan idaman aku sekali." tambah Sofian.
"Ngaca dulu sana, mana mau perempuan seperti Hazira suka sama kamu." ujar Hud.
"Ehh...kita tidak tahu kan takdir seseorang."
Adzam hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Sofian yang memang agak lain dari dirinya dan Hud. Sofian pria yang suka gonta-ganti perempuan. Tapi tidak sampai ke hal yang merusak. Hud pula pria yang serius dalam segala hal. Ia pernah menyukai seorang perempuan tapi sayang ia hanya menjaga jodoh orang.
"Jadi bagaimana?" tanya Hud ulang.
"Entah lah...saya juga tidak tahu harus bagaimana. Bisakah kita membicarakan hal yang lain saja." ujar Adzam.
Setelah itu minuman yang mereka berdua pesan sudah sampai. Mereka pun kembali melanjutkan mengobrol bersama.
...🌹🌹---🌹🌹...
Malam hari semua anggota keluarga sedang menikmati makan malam bersama kecuali kehadiran Adzam.
"Adzam kemana ya? Jam segini belum pulang juga." ucap Hana.
"Mungkin sebentar lagi." sahut Syarif.
"Zira...Cuba call Adzam. Tanya dia ada kat mana." suruh Datin Noor ke Hazira.
Saat Hazira mengambil ponsel di dekat piring. Adzam sampai sambil mengucapkan salam.
"Assalamualaikum." ucap Adzam berjalan menuju ke meja makan.
"Dzam...kamu kemana sih? Kenapa jam segini baru pulang?" tanya Hana.
"Adzam kumpul sama teman-temannya tadi. Keasyikan bercerita ya tidak terasa sudah malam." jawab Adzam simple.
"Kamu itu jangan bersikap seperti dulu lagi. Sekarang kamu itu sudah punya istri. Daripada kumpul tidak jelas lebih baik kamu ajak Zira jalan-jalan kemana gitu." nasihat Hana.
"Hm...ya sudah Adzam mau ke atas dulu." ujar Adzam beranjak menuju ke kamar.
"Tak makan sekali." tanya Datin Noor.
"Tidak, Ma. Tadi Adzam sekalian juga sudah makan sama teman-teman." jawab Adzam menoleh sebentar lalu berjalan menaiki tangga.
"Oh ya Zira, kalau Adzam lapar. Nanti kamu siapin ya makanan untuk Adzam." ujar Hana.
"Kenapa Zira kena buat?" tanya Hazira.
"Hushh... persoalan cam apa tu? Zira kena lah buat, isteri Adzam tu Zira. Tugas seorang isteri kena lah layan perut suami. Kalau pun belum siap layan yang lain. Layan ni harus lah..." jawab Datin Noor yang menyinggung Hazira.
Hazira sangat mengerti arah pembicaraan mamanya yaitu Datin Noor. Pelayanan selain perut suami, pelayanan yang dimaksud Hazira benar-benar belum siap secara lahiriah. Bagaimana mau siap sedangkan ia menikah saja hasil perjodohan pikir Hazira. Ia menanggapi perkataan sang Mama hanya cengengesan saja. Berbeda yang lainnya hanya tersenyum saja.
...Bersambung .......
Jangan lupa like, vote, komen, follow, dan subscribe ya readers 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments