Selamat Membaca
...🌼🌼🌼🌼...
Ajakan Adzam membawa Hazira pergi jalan-jalan sudah terkabulkan. Hazira begitu sangat senang tanpa disangkakan mertuanya juga menyuruh Adzam membawa Hazira keluar. Tempat yang menjadi tujuan pertama Adzam membawa Hazira ke Taman Mini Indonesia Indah. Berada di TMII Hazira bukan main sangat suka dan senang.
Terlebih semangatnya Hazira hampir saja terjatuh yang kemudian sempat dipegang oleh Adzam. Sudah pasti adanya adegan saling pandang-memandang. Sama menyadari mereka di lokasi keramaian, mereka pun tersadar dan kembali melanjutkan penelusuran.
Menikmati pemandangan dan beberapa objek disana. Tidak lupa ia mengabadikan moment dengan foto. Hazira sibuk mengambil foto, Adzam hanya duduk saja di salah satu bangku taman sambil memainkan ponsel tanpa menanggapi Hazira. Hazira merasa kesulitan mengambil foto seorang diri.
Ia menghampiri Adzam meminta pertolongan untuk mengambil memotret dirinya.
"Awak? Awak tak sibuk kan? Boleh tolong saya tak?" tanya Hazira.
"Apa?" tanya Adzam dingin.
"Tolong ambil gambar saya, saya susah lah kena ambil sorang. Awak tolong eh?" pinta Hazira.
"Dari tadi bisa kamu memotret sendiri?"
"Kan saya dah cakap, susah kena ambil sorang. Awak taknak cakap je taknak." jawab Hazira langsung berbalik badan.
Hazira hendak berbalik badan menjauh dari pandangan Adzam. Adzam beranjak dari duduknya langsung mengambil ponsel Hazira di tangannya.
"Sini." ucap Adzam mengambil ponsel Hazira.
"Nah, cam tu kan elok." gumam Hazira.
"Cepat sedikit, jangan lama-lama."
Hazira mengambil posisi dengan background pemandangan yang indah. Dibantu oleh Adzam memotret Hazira. Sekiranya beberapa kali hasil potretan. Adzam langsung mengambil tangan Hazira dan menyerahkan ponselnya.
"Nih, ambil."
"Thanks ya awak."
Tanpa membalas ucapan terima kasih Hazira. Adzam langsung kembali ke bangkunya semula. Hazira menatap Adzam begitu sangat payah dan dingin. Tapi sayangnya hal itu tidak Hazira hiraukan. Melainkan ia melihat-lihat ponselnya hasil potretan dirinya dan Adzam tadi. Lalu ia akan mengirim foto tersebut ke Abangnya yang di Malaysia.
Terasa cukup letih, Hazira menghampiri tempat dimana Adzam duduk. Sambil mengibas-ngibas tangannya ke arah wajah karena kepanasan. Ia memperhatikan Adzam yang tetap fokus ke ponselnya.
"Awak." panggil Hazira.
"Apa lagi?" tanya Adzam dingin.
"Awak tak rasa lain ke? Tah rasa panas ke, berpeluh ke atau tekak kering ke. Tak sama sekali eh?" singgung Hazira.
Hazira sengaja menyinggung Adzam agar bisa peka. Sedari tadi Adzam hanya memainkan ponselnya saja. Tidak ada satu botol air pun tersedia ataupun dibeli oleh Adzam. Hazira berbicara seperti itu, Adzam mengalihkan pandangan ke Hazira. Menatap lekat wajah yang baru saja menyinggungnya.
Tanpa disangkakan, Adzam mengeluarkan dompet dari kantong celana miliknya. Mengeluarkan selembar uang seratus ribu diberikan ke Hazira. Hazira menatap heran uang yang diberikan oleh Adzam. Beralih menoleh ke Adzam dengan kesalnya.
"Eh...awak ingat saya takda duit ke? Sampai awak bagi saya duit hah."
Adzam menatap lekat wajah Hazira yang mengomel.
"Saya tau kalau kamu sedang menyinggung saya. Menyinggung karena kamu merasa kehausan. Jadi saya beri kamu uang agar kamu beli minuman sendiri." jelas Adzam.
Perkataan Adzam membuat Hazira makin kepanasan dan geram.
"Eh awak...Awak tengok orang lah. Saya ni orang luar tau bukan orang tempatan sini. Mana lah saya tahu kedai jual perbagai air segala macam. Awak tolong lah belikan, takkan saya pula. Nanti saya sesat, lebih menyusahkan awak ada lah. Awak nak?" tanya Hazira.
Adzam menatap Hazira sebentar mencerna ucapan Hazira yang hanya sekedar alasan. Langsung menyambar uang yang ia sodorkan diatas meja. Berdiri dan beranjak membeli air minum untuk Hazira. Adzam yang termakan dengan ucapannya membuat Hazira tertawa.
"Termakan juga dengan cakap saya kan? Tapi kan memang betul lah, saya mana lah tahu tempat kat sini. Nanti saya sesat, cam mana saya nak balik." gumam Hazira.
...🌼🌼🌼🌼...
Cukup lama Hazira menunggu, Adzam kini datang membawa dua buah minuman segar dan beberapa makanan. Hazira yang sedari tadi begitu sangat haus langsung menyambar minuman segar tersebut. Menyeruput hingga ludes membuat Adzam hanya menggelengkan kepala.
"Thanks...Alhamdulillah, sejuk tekak saya." ujar Hazira.
Lihatnya beberapa makanan yang dibeli oleh Adzam langsung ia sambar. Hazira memang sangat menyukai ngemil. Walaupun sering ngemil, postur badannya tetap terjaga karena sering berolahraga. Adzam bisa memperhatikan makan Hazira yang bak anak kecil.
Melihat gelagatnya, Adzam tiba-tiba mengukir senyum di bibirnya tanpa terlihat oleh Hazira. Hanya terdiam diantara mereka, hanya suara kunyahan Hazira yang sedikit berbunyi. Tanpa ragu, Adzam mulai mempertanyakan pekerjaan Hazira ketika di Malaysia.
"Khemm... Di tempat kamu, kamu bekerja dimana?" tanya Adzam.
Hazira sedang mengunyah, secara pelan menelan makanan yang berada di mulutnya.
"Oh...saya kerja kat syarikat Papa, sebagai Manajer Marketing."
"Manager Marketing?" tanya balik Adzam tidak percaya.
Adzam sedikit percaya, yang ia dengar dari Papanya. Dato' Haziq seorang pengusaha yang terbesar dan terkenal di Kuala Lumpur, Malaysia. Sangat terkenal akan sikapnya yang bijaksana, tegas, disiplin, ramah, dan penyayang. Dan juga memiliki beberapa anak perusahaan.
Rasanya tidak mungkin Dato' Haziq mempekerjakan putrinya sebagai seorang bawahan yaitu Manager Marketing. Bisa saja Dato' Haziq menyuruh putrinya yaitu Hazira memimpin salah satu anak perusahaannya. Kenyataannya, Dato' Haziq memang sempat menyuruh Hazira memimpin anak perusahaan miliknya.
Tetapi karena permintaan Hazira sendiri yang menginginkan bekerja sebagai bawahan. Karena bagi Hazira jika ingin berhasil atau sukses. Harus dimulai dari bawah dulu dan belajar untuk mandiri. Ia tidak ingin dicap orang lain dikarenakan putri dari seorang Dato' Haziq.
Ia dianggap hanya bisa diiringi dan dibiayai secara terus-menerus oleh kedua orangtuanya. Jadi ia ingin membuktikan bahwa ia bisa memperoleh penghasilan dan bangkit sendiri walaupun bekerja di perusahaan Papanya sendiri.
"Kenapa? Ada yang pelik ke dengan saya kerja sebagai Manager Marketing?" tanya Hazira balik.
"Bukan itu, bukannya Papa kamu salah satu perusahaan yang terbesar dan memiliki anak perusahaan yang lainnya. Jadi kenapa kamu memilih bekerja dibawah Papa kamu sendiri?" tanya Adzam lagi.
"Saja, nak rasa cam mana orang lain. Cam mana rasa cari rezeki tu daripada seorang pekerja bawah. Dan kalau nak berjaya bukan ke kita kena kerja daripada bawah." jelas singkat Hazira.
"So ada yang pelik ke dengan status pekerja saya?" tanya Hazira balik.
"Tidak, merasa aneh saja. Lalu perusahaan Papa kamu yang lain?"
"Oh tu ada Abang saya yang handle semua. Tak semua lah, cuma satu je. Satu tu Abang saya handle sampai syarikat tu berjaya dan besar hingga bertukar nama Abang saya sendiri. Selebihnya tu Abang saya cuma bantu je dan akan serahkan kepada cucu-cucu Papa nantilah." jelas Hazira.
Tengah obrolannya, tanpa terasa waktu sudah siang. Adzam dan Hazira pergi meninggalkan taman tersebut. Berjalan menuju ke parkiran mobil. Terasa perut perlu diisi amunisi. Adzam membawa Hazira ke tempat rumah makan lesehan yang bertempat ditepi jalan.
...Bersambung .......
Jangan lupa like, vote, komen, follow, dan subscribe ya readers 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments