Selamat Membaca
...🌼🌼🌼🌼...
Tepat pada keesokan pagi, seperti yang sudah disepakati. Adzam akan membawa Hazira pergi jalan-jalan. Hazira yang sudah terlebih dahulu bangun dari Adzam karena harus melaksanakan shalat subuh. Ia sedikit ragu untuk membangun Adzam karena waktu subuh sebentar lagi mau habis. Jadi ia memberanikan diri membangunkan Adzam.
"Awak...awak...bangun. Sholat Subuh dulu, nanti habis waktu dah. Awak...." ucap Hazira membangunkan Adzam.
"Emmm....sholat saja terlebih dahulu. Saya masih mengantuk." jawab Adzam.
"Mana boleh, nanti habis waktu. Awak.... Oke takpa. Kalau awak tak bangun nanti Allah ambil usia awak baru tahu." ujar Hazira.
Adzam langsung menoleh ke arah Hazira.
"Apa yang kamu bilang tadi?" tanya Adzam antara kedengaran dengan tidak.
"Takda apa, baik awak bangun sekarang oke."
Adzam dengan rasa kantuk mencoba untuk bangun. Duduk sebentar lalu kemudian beranjak mengambil air wudhu di kamar mandi. Hazira beralih mengemas bantal dan selimut yang berserakan. Mengemas bantal Adzam, Hazira merasa jijik tampak sesuatu yang melekat pada bantalnya. Namun tetap saja ia rapi semuanya.
"Ihhhhh....apa ni? Pengotornya jadi lelaki, habis semua berpeta. Hem...kenapa lah nasib aku ni kena kahwin dengan lelaki cam dia." ujar Hazira menggerutu.
Adzam keluar dari kamar mandi sudah selesai mengambil air wudhu. Mengambil alat shalat, menoleh ke Hazira yang sudah merapikan tempat tidur.
"Terus, kamu tidak shalat sekalian juga?" tanya Adzam.
"Saya tu dah habis shalat, awak mana lah tahu. Awak tidur kan dah macam beruk sampai berpeta semua." jawab Hazira.
"Maksud kamu apa?" tanya Adzam balik tidak mengerti.
"Takda apa, sila teruskan. He..." sahut Hazira.
Adzam hanya menggelengkan kepala dan melakukan shalat subuh. Hazira mengambil pakaian ganti beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri bicara sendiri.
"Dia ni jenis apa eh, takkan tu pun dia tak tahu dan tak sedar."
Tidak lama, Hazira sudah selesai mandi begitu juga dengan Adzam yang sudah selesai shalat. Bergantian Adzam yang mulai membersihkan diri. Hazira sudah rapi dengan pakaian gamis berwarna silver dan juga dandanan yang simple. Hanya tinggal menunggu Adzam bersiap saja.
Ia duduk terlebih dahulu bersandar di tepi ranjang sambil memainkan ponsel. Adzam pun keluar dari kamar mandi lengkap dengan pakaian gantinya. Ia tidak ingin terulang kembali mendengar jeritan dari Hazira. Ia berdiri di hadapan cermin merapikan diri. Sesekali melihat Hazira yang sedang memainkan ponsel dari cermin.
Hazira terlalu leka tidak menyadari kalau Adzam sudah selesai bersiap. Karena ia melihat jam tanpa terasa sudah pukul enam.
"Masih ingin memainkan ponsel atau berangkat?" tanya Adzam.
"Eh...dah siap dah."
"Belum."
"Eh elehhh....tu pun nak sentap."
Adzam keluar dan turun terlebih dahulu menuju ke meja makan untuk sarapan pagi. Ia menoleh sana sini tidak seperti biasanya. Ketika hendak turun semua sudah berkumpul menikmati sarapan. Ia pun bertanya ke pembantu rumahnya.
"Loh mana yang lainnya?" tanya Adzam ke Bik Tia.
"Nyonya, Tuan, Dato', dan Datin sepertinya belum bangun, Den." jawab Bik Tia.
"Tumben sekali belum bangun."
Adzam menduduki kursi yang ada. Bik Tia menyajikan makanan untuk Adzam. Datin Noor pun keluar dari kamar tamu dengan pakaian yang sudah rapi.
"Pagi, Adzam." ucap Datin Noor.
"Pagi, Ma. Papa mana?" tanya Adzam balik.
"Papa habis mandi, kejap lagi turun." jawab Datin Noor.
Lalu disusul oleh Hana dan Syarif yang turun secara bersama.
"Pagi, semua."
"Pagi, Puan Hana dan Tuan Syarif." balas Datin Noor.
"Pagi, Ma Pa." balas Adzam juga.
"Hazira mana?" tanya Hana.
Datin Noor menoleh juga ke sana sini baru menyadari Hazira belum turun sarapan pagi bersama.
"Aaaa.... Zira mana? Takkan belum bangun lagi kot? Kalau tak bangun lagi biar Mama yang pergi gerakkan dia." ucap Datin Noor hendak berdiri ingin membangunkan Hazira.
"Eh...tadi Hazira sudah bangun kok, Ma. Mungkin sedang dandan atau apa gitu."
"Adzam, ini tak boleh biar tau. Zira kena belajar bangun lebih awal daripada suami. Bukan cam ni...." ujar Datin Noor tertahan ketika Hazira menjawab.
"Zira dah bangunlah, Ma. Zira kena pegi bilik air kejap, sakit perut." jawab Hazira menuruni tangga.
Hazira menduduki kursi yang duduk disebelah Datin Noor. Dengan sigap Datin Noor mencubit lengan Hazira sampai ia mengaduh kesakitan.
"Iiihhhhh aaaaa...." ujar Datin Noor mencubit Hazira.
"Auuuuuu.....sakit lah, Ma. Apa ni cubit Zira?" tanya Hazira sambil mengusap lengan bekas cubitan Datin Noor.
"Apa...apa, Zira bila nak berubah ni?" tanya Datin Noor.
...🌼🌼🌼🌼...
Dato' Haziq pun datang menghampiri langsung menduduki kursi berseberangan dengan Syarif. Bertanya akan kejadian yang membuat Hazira berteriak dan Datin Noor geram.
"Eh...eh ada apa ni?" tanya Dato' Haziq.
"Zira ni, Pa. Dah berapa kali dah cakap, dia kena berubah. Zira tu jadi isteri orang kena perbaiki." ucap Datin Noor.
"Mana ada? Zira tadi bangun lebih awal lah, Ma Pa. Kalau tak percaya tanya je kat Adzam tu."
"Betul, Adzam?" tanya Datin Noor.
Pertanyaan Datin Noor kini beralih ke Adzam mempertanyakan kebenaran yang diucapkan oleh Hazira.
"Hm.... Hazira memang bangun awal dari saya. Bahkan ia juga yang membangunkan saya untuk shalat Subuh tadi." jelas Adzam dingin.
"Ehm....macam tak percaya lah dengan Zira ni?" goda Datin Noor.
"Tak percaya sudah."
"Sudah, Datin. Hazira kan sudah memperlihatkan perubahannya sekarang. Lama-kelamaan juga akan bisa dan terbiasa juga." bela Hana.
"Benar...pertama kali ya wajar saja. Dulu kami juga begitu pertama menikah bahkan lebih parah lagi. Hahaha....." tambah Syarif.
"Dah sudah lah tuh nanti Zira akan paham, Ma." ujar Dato' Haziq juga.
Datin Noor melanjutkan sarapan pagi begitu juga lainnya. Hazira terus menatap Adzam yang sedang khusuk menyantap sarapan. Merasakan kesal, sebagaimana bisa ia dimarahi oleh Mamanya hanya masalah sepele saja.
Selesai sarapan, Adzam dan Hazira berpamitan ke Dato' Haziq, Datin Noor, Hana, dan Syarif. Hazira berjalan terlebih dahulu disusul dari belakang Adzam. Mereka berdua serentak masuk ke dalam mobil. Tidak lupa memakai safety belt untuk keamanan selama berkendara. Adzam menoleh sekilas wajah Hazira yang tampak cemberut.
Tidak ada percakapan diantara keduanya saat dalam perjalanan. Hanya saling menoleh secara bergantian saja. Tempat pertama yang mereka tuju adalah tempat pariwisata di Jakarta yaitu Taman Mini Indonesia Indah. Sesampainya lokasi, Adzam langsung membeli tiket masuk untuk berdua.
Baru sampai ke lokasi TMII ini saja sudah membuat Hazira terpesona. Ia mulai bersemangat memasuki taman yang tersebut. Saat berjalan sambil mengarahkan kamera ke pemandangan. Tanpa disangka, Hazira hendak mau jatuh. Namun dengan sigapnya Adzam memegang erat tangan Hazira. Sudah dipastikan adanya adegan saling pandang-memandang diantara keduanya.
...Bersambung .......
Jangan lupa like, vote, komen, follow, dan subscribe ya readers 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Tri Sunarni
cie cie
2024-02-23
1