Jaka memasuki kamarnya, meletakkan segala barang bawaan yang ia bawa untuk sekolah diatas tempat tidurnya. Langit mulai gelap, menandakan bahwa waktu akan berganti malam secepatnya. Ia harus bergegas membersihkan tubuhnya dan melakukan kegiatan lainnya sebelum ia harus tidur dan bangun dihari berikutnya.
“Jaka,” suara itu membuyarkan fokusnya sejenak, ia menoleh dan menemukan Sevian yang bersandar di kusen pintu kamarnya dengan wajah bantal dan baju tidur kesayangannya.
“Gue mau ngomong sebentar, jangan mandi dulu.” Pintanya.
Jaka menghela napas dan menyampirkan handuk kering ke pundak kanannya, “mandi dulu, dimarahin bunda nanti gue.”
“Ayolah, males banget gue nungguin lo mandi.”
“Ya resiko, yang butuh lo kenapa gue yang harus patuh?”
Sevian berdecak kesal sembari mengusak kepalanya kasar, “lo mandi bisa setengah jam sendiri ya monyet! Itu aja lo belum pake bajunya, belum keringin rambut, halah ribet!”
Keluhan itu dilayangkan begitu saja kepada Jaka, si pelaku, yang malah cengengesan tanpa dosa melihat bagaimana frustasinya sang kakak saat menunggu dirinya mandi. Fakta unik bahwa Jaka mandi jauh lebih lama dari keluarganya yang lain memang bukanlah hal baru, semua orang tau, bahkan mereka berani marah dan menggerutu seperti Sevian.
Tapi, tetap saja, semua tidak akan bisa melawan seorang Paduka Raja Jaka Ardinan. Sebanyak apapun orang lain mengomel dan memarahinya, Jaka akan tetap mandi 30 menit dan melupakan segala bentuk komplainan yang ia terima.
Seperti sekarang, ia tidak perduli dengan omelan Sevian dan memilih untuk masuk ke kamar mandi dan melakukan hal yang ia rencanakan sebelumnya. Mandi.
Sedangkan Sevian?
“Kenapa sih anak bunda yang ganteng ini ngomel – ngomel, hm?” tanya bunda yang melihat Sevian duduk diruang tamu dengan wajah yang ditekuk.
“bunda tuh dulu ngidam apa sih pas hamil si adek?” pertanyaan itu membuat bundanya mengerut kaget dan bingung, “kenapa emangnya, bang?” tanya beliau sekali lagi.
“Anak bunda yang satu itu makin gede makin gak bisa dibilangin, kenapa ya? Emang ada manusia mandi 30 menit? Ngapain aja emang? Dibilangin baik – baik masih aja dilakuin, emang aneh remaja jaman sekarang tuh.” Kesalnya meluap begitu saja terhadap sang adik.
“sabar abang, gak boleh marah – marah.”
“masalahnya tuh abang mau ngobrolin soal Marissa, Bun.” Ucap Sevian.
“kenapa? Ada yang jahatin anak Bu Bella lagi? Atau gimana ini?”
“rencana eksekusi sesuai sama yang Bu Bella mau, bulan depan mereka udah harus fokus buat ujian dan Sevian gamau mereka keganggu karena masalah ini apalagi Marissa sama Jaka.” Jelasnya membuat sang bunda beranjak dan masuk kedalam kamar si bungsu.
“Jaka, jangan lama – lama ya.”
“IYA BUNDA! SEBENTAR!”
“Abang mau ngobrolin soal Marissa, katanya.” Sesaat setelah itu suara guyuran air langsung menghilang begitu saja digantikan dengan suara rusuh yang Jaka buat hanya untuk buru – buru memakai bajunya dan segera keluar dari kamar mandi.
***
“Marissa,” panggilan itu membuat Marissa menoleh dan menemukan Rossa dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan, “ada apa?” tanyanya.
“didepan rumah lo ada kakak lo.”
Marissa bergegas meninggalkan dapur dan berlari ke ruang tamu, ia mengintip dari sana dan melihat perempuan yang selama ini ia harap tidak akan datang lagi. Dinda. Kakak Marissa yang selama ini punya misi yang Marissa tau adalah untuk merampas semua aset keluarga yang Marissa pegang saat ini.
“Gimana? Mau lo temuin? Dia gak mungkin balik sih.” Panik Rossa.
Marissa tidak menjawab dan berakhir keluar dari rumah dan menghampiri pagar yang sudah ia kunci rapat karena memang ia sudah berniat untuk tidur dengan Rossa dilantai atas. Namun, secara tidak terduga ia malah kedatangan tamu tak diundang yang menatapnya datar seolah penguasa bumi adalah dirinya.
“buka.”
“gak. Pergi sana.”
Dinda menatap Marissa tidak percaya, “yang sopan ya sama orang tua, kakaknya dateng bukannya disambut malah diusir. Etikamu dimana?”
“ini jam 10 malem, bukan waktunya tamu dateng. Kalo mau besok aja balik lagi.”
“Marissa!”
“kakak kalo misal dateng cuman buat minta aset – aset mama sama papa gak usah balik lagi mending, Marissa gak bakalan ngelepas semuanya gitu aja ke kakak.” Ucap Marissa tegas terhadap sang kakak yang masih berdiri dibalik pagar besar yang terkunci.
“aku ini anaknya! Seharusnya kamu yang gak bisa menguasai ini semua!”
“Hidup emang gak adil, kak, jadi lebih baik kakak perbaiki diri dulu sebelum ngelawan Marissa.” Seru Marissa bangga terhadap apa yang ia katakan.
“kamu harus tau, suatu saat nanti nasibmu akan berbalik. Hidup gak selamanya diatas Marissa dan kamu gak selamanya bisa ngerasa bahagia.”
Marissa menghela napas dan memutar bola matanya malas, “selagi kakak gak bisa membuktikan kalo kakak gak bersalah, Marissa akan tetap jaga semuanya dari kakak.”
“kamu gila, ya? Kamu pikir kakak anak gimana? Tega banget kakak bunuh orang tua kakak sendiri!”
“mama sama papa belom meninggal aja kakak udah tega, ada kemungkinan, kan?” ucap Marissa sembari melangkah menjauh dan memasuki rumahnya, “pulang. Seharusnya kakak gak balik kesini lagi.”
Pintu tertutup dan lampu – lampu luar rumah mulai Marissa matikan satu persatu, ia meninggalkan Dinda yang kesal bukan main terhadap adiknya itu. Ia tidak membayangkan akan seperti ini, yang ada dibayangannya adalah Marissa yang sendirian, ketakutan, dan patuh terhadap dirinya. Tapi eknapa setelah sampai dilokasi malah ia yang terlihat lemah dan bersalah sepenuhnya?
“sialan, gue harus bawa bukti – bukti itu buat yakinin Marissa.”
***
“Terus gimana?”
“Marissa usir kakaknya, entahlah anak itu berani banget sama kakaknya.”
Jaka menghela napas, mendengar suara Rossa yang menjelaskan kejadian yang sempat terjadi dirumah Marissa membuatnya kembali ke sesi diskusi dengan Sevian dirumahnya.
“Gue ini salah satu orang yang ibu Marissa percaya untuk bantuin keluarganya dan lo harus tau kalo ibu Marissa masih hidup sampai sekarang.” Jaka kaget bukan main mendengarnya.
“Gimana bisa?! Yang bener aja lo ngomong gitu! Marissa aja bilang orang tuanya udah meninggal semua, gimana bisa itu masih hidup?”
“beliau selamat dari kecelakaan itu dan milih untuk hidup sendirian, beliau nyimpen satu rahasia yang kali ini mau beliau bongkar. Tapi karena beliau tau Marissa lagi dikejar – kejar sama Pak Fino, beliau pingin ngelindungin Marissa dari Pak Fino dan kakaknya dulu.”
“bang, lo gak bercanda, kan?”
“gue bercanda apaan sih? Ini gue mau ngajakin lo kerjasama buat ngulik semuanya lebih dalem suoaya nanti bisa diurus dengan cepat sebelum lo sama Marissa harus ujian akhir sekolah.’
“Pak Fino ini harus ditangani dulu sebelum nanti ke kakaknya Marissa dan selesai, makanya gue dari kemaren udah maksa lo buat cut off beliau karena gue mau ngobrolin soal rencana ini sama lo.”
Jaka mengusak rambutnya frustasi, menatap sang kakak serius dan mulai merangkai banyak pertanyaan didalam kepalanya yang siap ia layangkan semua kepada sang kakak.
Salah satunya, “lo tuh kerjaannya apaan sih?”
Meskipun berakhir tidak mendapat jawaban apapun, Jaka tetap mendengarkan sang kakak dan memahami segala rencana yang ia sampaikan kepada Jaka saat itu.
Dan sekarang ia mendapat laporan langsung dari Rossa yang melaporkan jika kakak Marissa datang untuk membuat kegaduhan sedikit. Jaka yakin sekali, kakak Marissa akan beraksi dan Pak Fino pun begitu. Mengetahui kemungkinan ini, Jaka mulai menguatkan dirinya untuk terus berada dipihak Marissa dan melindungi anak itu bagaimanapun caranya.
“lagi tidur, ya?” tanyanya kepada Rossa yang masih tersambung dengan ponsel Jehian yang duduk tepat disampingnya.
“iya, gue suruh tidur, kalo gak gitu pasti dia kepikiran sampe gak bisa tidur.” Jawab Rossa.
“Besok berangkat sama lo?”
“Rencananya sih gitu, kenapa emangnya?”
“gue jemput aja, lo sama Jehian nanti. Gue mau ngobrol banyak sama Marissa, dari kemaren dia balik duluan mulu sama lo, gue gak kebagian waktu.” Keluh Jaka yang langsung mendapat respon tawa kencang dari Rossa maupun Jehian sendiri.
“bilang aja lo iri sama gue, kan?”
“banget,” balas Jaka dengan cepat dan penuh percaya diri, “dulu gue sama Marissa mulu, sekarang dia gak mau sama gue. Sedih banget, anjir.”
“soalnya lo temen mainnya Pak Fino, sih.”
“Gue kan udah berhenti sama Pak Fino, gue mau sama Marissa aja. Bilangin ya nanti, Sa.”
“bilangin apaan?”
“bilangin kalo Jaka bukan orang jahat, gue mau sama dia terus, sakit hati banget gue kalo dia gak mau deket – deket gue lagi.” Ucap Jaka entah dengan posisi sadar atau tidak, yang pasti raut wajahnya begitu sendu dan tatapan matanya kosong entah kearah mana ia memandang sekarang.
Jehian bahkan bingung dengan sahabatnya sendiri. Jaka seolah berada diambang – ambang kebimbangan, antara dirinya bingung harus melakukan apa dan panik ataupun sedih karena Marissa masih mencoba menjaga jarak dengan dirinya sekalipun Marissa sudah memaafkannya beberapa waktu lalu.
“lo lagi kasmaran, ya?” tanya Jehian yang entah sejak kapan sudah mematikan panggilan dengan Rossa.
“Kayaknya..” balas Jaka.
“Sejak kapan? Marissa, kan, bukan tipe cewek yang selalu lo ceritain ke kita – kita.” Jelas Jehian yang bingung dengan Jaka.
“Dia beda dan gue suka.”
“Dengan situasi masih semerawut gini lo masih sempet – sempetnya jatuh cinta sama Marissa?”
“Ya mau gimana? Gak bisa ditahan. Gue mau dia selalu aman sama gue dan selalu ada dibelakang gue, mau gue harus bunuh orang – orang yang nyakitin dia pun gue bakalan lakuin demi sama dia sampe seterusnya.”
Jehian kaget bukan main dengan ucapan sahabatnya yang tidak pernah ia bayangkan akan keliar dari mulut seorang Paduka Raja Jaka Ardinan, bahkan ia sempat menepuk keras leher belakang Jaka demi menyadarkan sahabatnya tersebut.
“setan mana yang ngerasukin lo, anjir?” heran Jehian bukan main setelah menepuk leher Jaka dengan keras.
“lo yang kerasukan, bangsat!” umpat Jaka kesal, “segala mukul – mukul gue lo, maksudnya apaan?”
“ya lo aneh, Bambang! Manusia modelan lo gimana bisa ngomong begitu kalo gak dirasukin setan lewat.”
“Ngomong apaan sih? Gue diem aja dari tadi, anjir!”
Jehian mendelik kali ini, bukan lagi kaget tapi malah ketakutan dan merinding satu badang.
“Woy! Lo kerasukan beneran, ya?! JAKA!”
“APAAN SIH JEHIAN GAK JELAS!”
“GUE TAKUT BANGSAT! GUE BALIK, BODO AMAT!”
Kegaduhan itu terjadi begitu saja hanya karena Jaka yang secara tidak sadar mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya setelah memikirkan Marissa. Seketika lupa dengan apa yang ia katakan, seolah kerasuki setan lewat dan menakuti jiwa – jiwa penakut seorang Jehian. Pada akhirnya Jaka ditinggal dan dibiarkan bingung dengan apa yang membuat Jehian segitu paniknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments