Sore itu, Marissa dan Jaka bertemu.
Enggak ah, terlalu cheezee bahasanya, kurang cocok buat kisah Marissa sama Paduka Raja Jaka Ardinan wkwkw :D
Setelah bertemu Marissa dan kucing jalanan, Jaka harus berdiri selama hampir 1 jam karena Marissa memintanya melakukan itu.
"Berhenti disitu! Jangan pernah gerak!" Teriaknya membuat Jaka menuruti itu.
Jaka berdiri tegap dan diam, menatap Marissa yang mulai melangkah menjauh dan berlari untuk pergi meninggalkan Jaka yang masih diam.
"1 JAM YA! SAMPE GUE ILANG DARI PENGLIHATAN LO!" Teriaknya lagi sembari berlari.
Jaka akhirnya kembali kerumah setelah benar - benar berdiri disana selama 1 jam lamanya, ia tidak kesal maupun marah, hanya saja sedikit kelelahan.
Namun hari ini ia melihat Marissa datang tanpa ada masalah, seolah semua baik - baik saja meskipun kemarin banyak barang milik Marissa yang diambil paksa oleh pihak sekolah sebagai hukuman.
Seperti biasa, tidak tersenyum namun tidak cemberut juga, wajah Marissa sangatlah datar dan menatap semua orang dengan tajam.
Jaka berniat menagih surat perjanjiannya, namun Marissa malah mendatanginya duluan.
Marissa mengeluarkan sebuah toples kaca berukuran besar dari tasnya dan meletakkan toples itu diatas meja Jaka, Jaka kaget bukan main namun ia menahan ekspresinya.
"Sa .."
"Hari ini gue agak baik dan berbakat, gue gak merusak kertas yang lo kasih atau nyoret - nyoret kertasnya. I respect you." Ucapnya sembari mendorong toples itu mendekat.
Jaka hanya menghela nafas dan membuka toplesnya, ia mengeluarkan satu persatu isi toples tersebut yang ternyata adalah origami berbentuk burung.
"Lo cari sendiri ya suratnya, pokoknya kertas warna putih." Marissa beralih pergi dari hadapan Jaka yang masih terdiam.
Kertas warna putih?
Bagaimana bisa Jaka menemukan surat perjanjian itu jika semua origami didalam toplesnya berwarna putih dan terbuat dari kertas yang sama. Tidak ada perbedaan yang membantu Jaka menemukan surat buatannya.
"Sial, ada aja kelakuannya."
***
"Habis bikin gebrakan apa lagi lo ke Jaka?" Tanya Rossa saat bertemu Marissa diperpustakaan.
Marissa sesekali datang kesana untuk tidur karena perpustakaan sekolahnya sangatlah tenang dan hanya dikunjungi oleh beberapa siswa - siswi saja, termasuk Rossa.
Kali ini Marissa memilih perpustakaan sekolah untuk kamar tidur siangnya, sembari menunggu Rossa menyelesaikan buku cerita fiksi yang sedang dibacanya.
"Gue kasih toples isi origami burung, dia harus cari suratnya sendiri diantara burung - burung itu." Jawab Marissa sambil memposisikan dirinya untuk tidur.
"You turned the paper into a bird?" (Lo ngerubah kertasnya jadi burung?)
"Yep."
"How? Kertasnya kan gede, Sa."
"I cut it into pieces, gampang, kan?" (Gue potong jadi beberapa bagian)
Rossa menghela nafas mendengar gebrakan baru dari teman baiknya itu, "terus, kertas lain yang lo pake itu kertas apaan?"
"Gatau, nemu dimeja gue pake aja, kayaknya undangan orang tua yang dibikin sekolahan deh."
Rossa bergegas mengambil salah satu buku dan menutup wajah Marissa dengan buku tersebut sangking lelah dan kesalnya dengan temannya itu.
"Ntar bangunin gue ya."
"Males."
"Sa ..."
"Iya udah sono tidur ah!"
***
Pak Fino : Jaka. ngapain lagi hari ini dia?
Jaka : Suratnya dirubah jadi origami burung pak haha
Jaka : Saya cek satu persatu ternyata ada banyak surat dari sekolah pak, seperti surat pemanggilan orang tua
Pak Fino : aduuhh aneh aneh aja anak itu
Pak Fino : kasih lagi aja ya suratnya. Sampai dia baca isinya dan ditanda tangani, tapi kamu jangan pernah baca isinya. Oke?
Jaka : siap pak
"Chattan sama siapa lo?" Suara itu membuat Jaka menoleh, "bapaknya Marissa." Jawabnya singkat.
Disana sudah ada Haris dan Jehian yang barusaja menghampirinya membawa makan siang mereka masing - masing.
"Bapaknya? Yang punya sekolah kata lo itu?" Tanya Jehian.
"Iya, nanyain kelakuan anaknya hari ini."
"Emang habis ngapain dia?"
Jaka menunjukkan sebuah foto kepada Jehian dan Haris, foto toples dari Marissa yang sekarang sudah kosong karena origami burung darinya sudah Jaka bongkar untuk mencari surat perjanjian yang malah dibagi jadi 4 bagian tanpa ditandatangani.
"Berbakat ya gue liat liat." Celetuk Haris.
"Emang, cuman keadaan aja yang bikin dia agak gak bisa diatur." Jaka berusaha memikirkan kemungkinan lainnya.
Disisi lain, Jehian malah fokus kepada satu arah dimana dilapangan ada satu kejadian yang menarik perhatian. Seorang guru menarik telinga salah satu siswi dan membawanya pergi ke ruang BK dan Jehian langsung sadar jika itu adalah Marissa.
"Jak, Jak, cewek lo Jak." Seru Jehian membuat Jaka reflek menoleh.
"Mau kemana tuh?"
Jaka tidak bergeming, ia hanya melihat Marissa diseret ke ruang BK. Namun sesaat setelahnya, Jaka dipanggil melalui spiker sekolah untuk datang keruang BK sekarang.
Barulah Jaka beranjak, meninggalkan Jehian dan Haris tanpa kata.
Sesampainya disana, Jaka melihat Marissa duduk dikursi dan tersenyum kearahnya, seolah anak itu sedang menunggu kedatangan Jaka. Meskipun telingannya begitu merah, namun Marissa tidak terlihat kesakitan.
Hari itu guru BK mengkonfirmasi keburukan apa yang dilakukan Marissa selama dikelas, Jaka sebagai ketua kelas membeberkan dengan lantang tanpa takut dan sungkan, lagipula Marissa tidak keberatan.
Dari mulai menjahili teman sekelas, bolos, dan bahkan tidur dikelas pun Marissa lakukan. Marissa juga beberapa kali adu mulut dengan teman sekelasnya dan beberapa murid dikelas lain hanya karena hal sepele.
Setelah selesai, mereka membuat perjanjian untuk membantu Marissa. Tapi, yang mengagetkan adalah, surat perjanjian yang guru BK itu berikan adalah surat perjanjian yang sama dengan surat perjanjian yang Jaka berikan kepadanya selama ini.
Bedanya, kali ini Jaka memaksa Marissa untuk tanda tangan dan bersedia untuk berubah sebelum kelulusan nanti. Ancamannya adalah Marissa tidak akan lulus dari sana jika dia tidak berubah dan menerima bantuan dari Jaka.
"Gue terpaksa ya! Inget!" Umpatnya saat mereka keluar dari ruangan itu.
"Yang penting lo udah tanda tangan, kan?"
Marissa yang melihat wajah menjengkelkan Jaka langsung mengayunkan beberapa pukulan ke lelaki itu, "UH! Ngeselin tau gak lo!" Kesalnya.
"Ya mau gimana? Kan juga demi kebaikan lo juga, Marimas!"
"Marissa!"
"Marimas cincau! Gaenak lo!"
"Jaka!" Teriaknya kesal sedangkan Jaka tertawa, "gue begini juga ada alasannya tau!" Ia berusaha memberi alasan.
"Gue juga begini ke lo ada alasannya tau."
"Apa?" Tanya Marissa dengan serius meskipun ia tau Jaka tidak akan menjawab dengan serius.
"Kepo lo!"
"Tuhkan, Jaka! Jangan isengin gue terus!" Omelnya dengan mata yang berkaca - kaca.
"Ya udah sih minta maaf, gak sengaja gue!" Seru Jaka, "biasanya jadi brandalan lo sekarang lembek banget, segala mau nangis."
"Enggak, siapa yang nangis."
"Anak Pak Fino nih depan gue." Celetuk Jaka santai.
Marissa menoleh dan menatapnya aneh, "Pak Fino siapa maksud lo?"
Sekarang gantian Jaka yang menoleh dan menatap Marissa aneh, "bapak lo kan?"
"Goblok, bapak gue udah mati setahun yang lalu ya!" Kesal Marissa sembari menginjak kaki Jaka.
Jaka kesakitan bukan main, "yang bener aja lo."
"Tau dari mana juga Pak Fino bapak gue, orang bapak gue namanya Heru."
"Gak usah bercanda deh Marimas!"
"Ngapain gue bercandain nama bapak gue sendiri ya!"
"Lah terus, yang selama ini ngaku bapak lo ke gue siapa dong?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments