"tapi maksud dia baik sih bikin peraturan gini."
Marissa menoleh dan menatap tak percaya temannya, Rossa.
"Yang bener aja lo ngomong begitu," seru Marissa, "kalo gue nurutin kemauan dia dengan tanda tangan suratnya, gue bener - bener jadi manusia paling rugi dan bodoh didunia." Ucapnya penuh emosi.
"Ya enggak lah, bukannya lo malah jadi lebih baik dari sebelumnya?" Heran Rossa.
"Menurut lo selama ini gue gak baik gitu?"
Rossa yang mulai lelah pun memutar bola matanya malas, "dengan lo bolos dan bahkan kabur dari sekolah itu sudah masuk kelakuan buruk ya, bestie."
"Ya kan itu masuk ke kelakuan gue, bukan ke sifat gue, beda dong." Serunya mencoba membela diri.
"Udah deh, saran gue cepetan tanda tangan daripada lo dihantui sama paketu tau gak." Rossa mengambil bulpoin miliknya dan meletakkannya didepan Marissa tepat diatas kertas perjanjian yang sudah sangat lusuh itu.
"Mana bisa dia menghantui gue, yang ada gue yang bakalan bikin dia kepikiran tiap malem tau gak," ia menyaut kertasnya dan memasukkan kertas itu ke kolong meja, "sampai kapanpun, gak bakalan ada yang bisa kasih gue peraturan dan merubah gue seperti apa yang orang lain minta, titik."
"Oh ya?"
Suara itu datang dari arah jendela disebelah Marissa, membuat 2 perempuan yang sedang berdiskusi alot tadi kaget bukan main dan hampir terjungkal.
"Anjing! Jaka! Kaget goblok!" Umpat Marissa reflek.
Jaka menatap Marissa datar seperti biasa, "mulutnya bisa diatur gak? Banyak kata bagus yang masih bisa dipake untuk mengekspresikan kaget lo."
"Reflek, bukan urusan lo juga, kan?" Saut Marissa.
"Urusan gue, kata siapa bukan?"
Marissa mendelik tidak percaya, "apaan sih, jangan menganggap jabatan lo sebagai ketua kelas tuh setinggi itu ya! Freak tau gak!"
"Enggak tuh, khusus lo doang."
"Ewh, sounds weird!"
"Mana suratnya?" Tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Marissa mengeluarkan kertasnya dan memberikan kertas itu kepada Jaka, sesaat setelahnya Jaka menghela nafas dan mengeluarkan kertas baru yang ternyata berisi perjanjian yang sama. Marissa dan Rossa mendelik untuk kesekian kalinya karena tidak mengira Jaka menyiapkan cadangan kertas perjanjiannya untuk Marissa.
"Buruan, tanda tangan, pake bulpen punya Rossa."
"Siapa lo nyuruh - nyuruh?"
"2 jam, istirahat pertama nanti harus udah tertanda tangan." Ucap Jaka lalu ia masuk kedalam kelas lewat pintu.
Sedangkan Marissa hanya diam seperti tidak terjadi apa - apa, namun Rossa yang duduk disebelahnya dagdigdug bukan main.
***
"Kalo misalnya lo pake cari yang pertama, agak rumit, jadi gue saranin pake yang dijelasin sama guru les lo aja kalo menurut lo lebih bisa dipahamin."
"Gak bakalan dimarahin Bu Retno kan Jak kalo gue pake cara lain?"
"Ya enggak lah, lagipula hasilnya sama kan cuman cara pengerjaan aja yang beda."
"Oke deh, makasih ya Jaka."
"Yoi bro sama - sama."
Setelah sibuk mengajari teman dari kelas lain, Jaka berniat pergi ke kantin untuk makan dan membeli minuman. Hari ini ia ada latihan taekwondo di sekolah dan ia harus punya banyak botol air karena saat latihan kantin akan tutup, ia juga lupa dengan bekalnya dirumah.
Namun, saat diperjalanan, ia melihat Marissa berjalan dengan senyum mengangkat sebuah kertas ditangannya keatas. Berjalan seolah ia adalah model dan memakai lipstik ... Oh no, Marissa!
"Marissa!" Teriakan Jaka membuat Marissa berhenti berjalan dan menoleh lalu berlari kearah Jaka.
"Jaka! Nih," ia memberikan kertas yang Jaka duga adalah surat perjanjian yang ia buat, "udah gue isi ya."
Jaka melihat suratnya, helaan nafas seketika keluar begitu saja dan Jaka langsung meraih tangan Marissa dan menggeretnya menjauh dari keramaian.
"Jaka! Lepasin gue gak!?"
"Jaka! Sakit goblok!"
"Apaan sih lo!"
Ia berhenti didepan kamar mandi perempuan dan membuka pintunya tanpa ragu, mendorong masuk Marissa kesana dan bergegas mengunci pintunya.
"WOY! JAKA GAUSAH BERCANDA YA!" Teriak Marissa heboh.
"Lo ngajakin bercanda duluan, kan?" Saut Jaka santai sambil bersandar ditembok dan menyilangkan tangannya didada.
"JAKA BUKAIN GAK!"
"Hapus dulu makeup lo yang norak itu."
"BUKAIN CEPETAN!"
"Hapus dulu Sa."
"BUKAN URUSAN LO YA BANGSAT! MUKA PUNYA GUE JUGA! SOK NGATUR LO!" Teriaknya tanpa henti sembari menggedor - gedor pintu kamar mandi itu.
"Bodo amat dah, tungguin BK ya, gue laper pengen makan." Ucap Jaka sebelum akhirnya meletakkan kunci diatas karpet kamar mandi dan pergi ke kantin untuk sarapan.
"JAKA JANGAN PERGI LO! WOY! BUKAIN PLEASE SIAPAPUN!"
***
“Jaka!” seruan heboh itu membuat Jaka menoleh dan mencari asal suara tersebut, “cewek lo masuk BK tuh.” Lanjutnya.
Jaka yang sudah sangat paham dengan maksud dari aduan tersebut pun hanya berdecak pelan.
“heh? Sejak kapan vampire modelan Jaka ada cewek?”
Jaka yang mendengar itu kembali berdecak lebih keras, “salah dia sendiri dan gue bukan vampire!” Sautnya.
“lagian si Jehian bilangnya begitu, ya gue sebagai sohib lo percaya dong.”
“dia temen sekelas gue, agak gak bisa diatur, jadi harus didisiplinkan.”
“Kenapa harus?” heran Jehian, “lo diminta buat ngurusin dia?”
Jaka mengangguk, “semacam itu, everyone at school has raised their hands the same way she’s been acting all along.”
“Pada akhirnya mereka meminta gue untuk memanfaatkan jabatan sebagai ketua kelas untuk ngurusin dia.”
“apa gak berlebihan? Tugas lo sebagai ketua kelas kan gak harus menanggung semuanya, Ka,”
“lo cuman sebagai perwakilan kelas aja gak sih?”
“Masalahnya adalah ini itu permintaan orang pentingnya sekolahan, kalo aja bukan dari beliau juga gue mana mau.” Jelas Jaka.
“Kok lo bisa kenal orang sepenting itu? How dude?” Heboh Jehian dan Haris.
“Beliau sempet ketemu gue pas gue balik menang olim kemarin, kenal dah.”
Haris bukannya terkesima dengan kemampuan bersosial Jaka yang sudah sampai ditingkat orang penting sekolahan, ia malah terkesima dengan kemampuan Jaka yang bisa dengan mudah memenangkan sebuah olimpiade besar.
“Gitu tuh dapet uang ya?” tanyanya membuat Jaka mengerutkan dahinya, “ ya iya lah?” saut Jaka ikut seolah bertanya.
“Ajarin kita dong Ka, kalia aja rejeki kan bisa ikutan olim terus dapet duit.” Keluh Jehian.
Jaka menghela napas berat dan mengusak rambutnya kesal, “telat monyet! Kita abis ini lulusan!”
***
"Ewh, itu kertasnya diapain sama Marissa, Jak?" Tanya salah satu teman Jaka.
Jaka melirik kertas didepannya, "menyalurkan bakat terpendam, gapapa lah."
Jaka meraih sebuah map yang biasa ia isi dengan kertas - kertas penting dari sekolah ataupun kertas ujiannya, untuk kesekian kalinya Jaka mengamati kertas surat perjanjian yang ia buat untuk Marissa.
Kertas kedua itu sudah dipenuhi dengan berbagai macam maha karya, dari mulai doodle, sketch wajah Jaka yang disilang dan dicoret - coret, kata - kata kasar dimana - mana dan sebuah bekas kecup bibir berwarna merah yang sudah pasti dari Marissa.
"Jago juga ini anak ngegambar." Batinya sembari memasukkan kertas tersebut kedalam map dan mengambil kertas baru.
"Udahlah Jak, nyerah aja, itu anak gak bakalan bisa lo setir juga pada akhirnya ntar."
Jaka tertawa kecil, "emang, gue gak bakalan bisa, tapi papanya pasti bisa kan?"
Jaka membuka tas sekolah milik Marissa dan memasukkan kertas tersebut kedalamnya, tidak berharap anak itu menandatangani perjanjiannya, Jaka hanya ingin tau aksi apalagi yang akan Marissa lakukan setelah ini.
Seorang guru datang untuk mengajar pelajaran selanjutnya, Jaka bergegas kembali kebangku dan menyiapkan buku pelajarannya, namun satu notifikasi menarik perhatiannya.
Marissa : fuck you Jaka Ardinan tai kucing!
Marissa : gara gara lo makeup gue ilang semuaaaaaa
Marissa : GANTI!
Jaka terkekeh geli dan bergegas membalas chat tersebut sebelum akhirnya fokus kepada pelajaran hari itu.
Jaka : males
Jaka : minta bapak lo sana
***
Marissa menatap Jaka didepannya dengan wajah keki, lelaki didepannya itu hanya tertawa terbahak - bahak setelah melihat wajah tanpa make up Marissa.
Jaka bahkan rela melepas helmnya dan menunda untuk pulang hanya demi menertawakan wajah polos Marissa. Tawa Jaka benar - benar lepas dan itu membuat Marissa kesal sekaligus sedih juga.
Marissa berniat meminta ganti peralatan riasnya kepada Jaka namun malah ditertawakan sebegitu lepasnya.
Marissa merasa malu, sedih, sekaligus sakit hati kepada Jaka karena itu. Ia berlari meninggalkan Jaka yang masih tertawa dan keluar sekolahan.
Jaka yang melihat itupun bergegas sadar dan memakai helmnya untuk menyusul Marissa yang berlari lebih dulu. Jaka menemukan perempuan itu berjalan dengan lesuh dari belakang dan memutuskan untuk mengikutinya dengan pelan hingga perempuan itu berhenti dan berjongkok didepan seekor kucing.
"Masa gue dikatain jelek sama temen gue sendiri." Gerutunya kecil sambil sesenggukan dan mengelus kucing tersebut.
Disitulah, Jaka langsung mematikan motornya dan berlari menghampiri Marissa.
"Gak ada yang bilang lo jelek tuh."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments