Bab 5 : Be Different

Jaka menghentikan motornya tepat didepan gerbang sekolah, ia datang benar - benar 5 menit sebelum gerbang sekolah dibuka oleh satpam. Tidak seperti biasanya meskipun Jaka memang selalu datang lebih awal, tapi ia tidak pernah datang se awal ini sebelumnya.

Menit berlalu dan Jaka masih duduk asik dimotornya yang masih didekat pos satpam, meskipun gerbang dibuka dan mulai banyak murid berdatangan, Jaka masih disana dan bermain ponselnya atau sesekali mengobrol dengan pak satpam.

06.59

Seorang perempuan berlari dari sebuah angkutan umum kedepan gerbang sekolah yang sudah tertutup itu. Ia tidak berteriak selayaknya anak perempuan atau murid lain yang telat, ia hanya menendang gerbang hingga membuat pak satpam harus keluar untuk mengecek siapa yang melakukan itu.

"Nah gini dong." Ucapnya dengan senyum dan mulai menerobos masuk meskipun sudah ditahan oleh pak satpam dan diminta untuk masuk kesekolah lewat gerbang belakang.

Namun setelah ia masuk, Marissa malah dikejutkan dengan Jaka yang tiba - tiba menghampirinya dari dalam pos satpam. Ia memasangkan sebuah dasi kepada Marissa dan memasangkan sebuah sabuk sekolah kepada Marissa juga.

Marissa yang segera sadar dengan perjanjian sebelumnya pun berakhir pasrah didandani oleh Jaka.

"Udah?" Tanya Marissa ketus saat melihat Jaka berdiri didepannya dengan tatapan bangga.

"Jangan dibuang, mau lo coret - coret gapapa tapi jangan dibuang. Biar lo bisa terbiasa pake atributnya." Jelas Jaka sebelum akhirnya mengambil tas dan meninggalkan Marissa didepan pos.

Marissa menghela nafas kasar dan segera berlari ke lapangan untuk menerima hukuman bersama murid lain yang juga terlambat datang.

Marissa melakukan jalan jongkok memutari lapangan sebanyak 5 kali dan ia harus mengisi daftar hadir dari guru BK baru bisa masuk kedalam kelasnya.

"Tumben pake atribut lo?" Pertanyaan itu berkali - kali Marissa dengar dari mulut teman - teman sekolahnya.

Marissa hanya berdecak atau sesekali mengatai mereka karena sudah berani mengurusi hidupnya. Mau ia berubah atau tidak, mau ia pakai atribut atau tidak, bukan urusan mereka.

"Bacot, rambut lo noh kayak sarang burung." Umpatnya kepada salah satu siswa didepan matanya.

"Marissa, udah."

"Dia yang mulai, kenapa saya yang dipanggil namanya." Bahkan kepada BK pun Marissa berani membantah.

"Kalo aja ini sekolahan gak kerja sama sama Jaka, gak akan gue ngerasa tertekan gini." Gerutunya disepanjang perjalanan ke kelas.

***

"Jaka," lelaki yang sedang fokus mengerjakan tugas sekolah itu menoleh, "Marissa tidur nyenyak banget kayaknya."

Percayalah, mereka berbisik seperti itu hanya demi membicarakan Marissa yang dengan nyenyak tertidur dibangkunya berbantalkan sebuah buku.

Jaka celingukan, memastikan bahwa guru pengajar mereka masih belum kembali ke kelas, ia bergegas meraih buku dan alat tulisnya lalu beranjak pindah kebangku kosong sebelah Marissa.

Marissa yang kaget pun langsung terbangun dan memukul Jaka kesal, "ngapain lo disini!" Serunya.

"Biar lo gak pergi ke alam mimpi."

Marissa berdecak kesal dan menggebrak mejanya begitu keras karena marah, ia menatap wajah tenang dan santai yang Jaka pasang dan berakhir menyerah untuk tantrum kepada Jaka.

Ia malah duduk dan kembali tidur menghadap tembok.

Jaka yang melihat itu bergegas mengangkat kepala Marissa dan meletakkan sebuah buku dihadapan anak itu, "waktunya lo agak berubah sebelum terlambat," ucap Jaka sambil memberikan bulpoinnya juga.

"Apaan sih, orang gak pengen nulis juga!" Meskipun menolak tapi Jaka tetap memaksa Marissa untuk menuliskan sesuatu diatas buku tersebut.

"Jaka!" Kesalnya bukan main, "jangan paksa gue! Kalo enggak ya enggak!"

Marissa beranjak dari bangkunya dan keluar kelas meskipun beberapa detik setelahnya sang guru kembali dan meminta para murid untuk mengumpulkan tugas, seperti biasa, satu yang tidak mengerjakan. Siapa lagi kalau bukan Marissa Putri.

***

"Masih mantau?"

"Masih, gue rutin kasih laporan ke dia soal Marissa."

"Berhenti, jangan kasih lagi."

Jaka mengerutkan dahinya merasa aneh dengan usul sang kakak, "kenapa?"

"Lo udah tau bapak Marissa bukan dia kenapa masih dikasih info soal Marissa, lo sama aja makin buka jalan buat orang lain jahatin Marissa dong bodoh!"

"Terus gimana? Itukan tugas gue bang, kalo gak dijalanin nanti dia bisa marah terus gue gak bisa lulu gimana?" Tanya Jaka sembari terus melangkahkan kakinya ke suatu tempat.

"Jangan terlalu detail kalo kasih laporan, lo cukup bilang soal satu kelakuan Marissa disetiap harinya. Gak perlu lo kasih dia semuanya, persingkat laporan lo, itu bisa meregangkan koneksi dia sama lo dan Marissa juga lama - lama."

Jaka menghela nafas menanggapi usul kakaknya, ia membuka sebuah pintu didepannya dan masuk ke area rooftop sekolah untuk pertama kalinya. Ia melihat Marissa disana, berdiri dipembatas dan hanya diam.

"Banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi, jangan pernah mikirin diri lo sendiri."

"Marissa!" Teriaknya tanpa mengakhiri panggilan dengan Sevian.

Marissa menoleh dan memiringkan kepalanya, "kok bisa sampe sini lo?" Herannya bukan main.

"Emang gak boleh?"

"Boleh sih, tapikan lo bukan anak modelan kayak gue, gimana bisa tau jalan ke rooftop coba?"

"Gue emang bukan remaja modelan kayak lo, tapi bukan berarti gue juga gak tau soal jalan kesini ya. Gue masih sekolah disini kalo lo lupa, gak mungkin gue gak tau." Jelas Jaka mencoba menghilangkan rasa heran Marissa.

Mereka hanya diam menatap langit hari itu, tidak panas dan tidak mendung juga. Tidak ada percakapan apapun dari mereka selama beberapa menit sampai bel masuk berbunyi dan membuat mereka berniat kembali ke kelas.

"Selamat," ucap Jaka kepada Marissa saat diperjalanan ke kelas, "gue gak menang lomba, ngapain kasih selamat?" Lagi - lagi Marissa keheranan.

"Selamat karena lo berhasil merubah diri selangkah lebih baik hari ini."

Marissa menoleh dan menatap Jaka yang juga menatapkan, Jaka menunjuk ke dasi dan sabuk sekolah yang Marissa pake hari itu dan sama sekali tidak ia lepas. Marissa seakan lupa tentang atribut barunya yang diberikan Jaka pagi tadi.

"Meskipun lo masih gak mau ngerjain tugas dan bolos kelas, gue yakin lo bisa merubah kelakuan buruk lo selama ini dengan cepat."

"Sok tau banget."

"Tau lah, seorang Jaka Ardinan ini gak bisa diremehin ya. Lo harus inget itu."

Marissa tertawa mengejek, "Paduka Raja Jaka Ardinan ini manusia model apa emang? Si paling berlebihan ini harus sadar kalo tugasnya dia itu gak seserius itu untuk dilakukan."

Ucapan Marissa tidak menggoyahkan Jaka sedikitpun, Jaka tidak merasa terkena ultimatum dan Jaka tidak sama sekali merasa salah mengambil jalan.

"Seneng deh gue dipanggil Paduka Raja sama lo."

Marissa memukul bahu Jaka kesal, "narsis lo goblok!"

Jaka hanya tertawa melihat Marissa mengomelinya soal itu.

"Lo tau, seorang Marissa Putri itu terkenal gak akan pernah bisa diatur sedikitpun, bahkan guru BK sekolahan aja menyerah sama dia."

Jaka memulai sesi obrolan seriusnya saat mereka sudah dekat dengan kelas.

"Gue gak pernah percaya teori itu, gue anggep bualan doang atau semacem informasi hiperbola anak - anak sekolahan."

"Karena gue percaya kalo gue melakukan apa yang gak bisa orang lain lakukan ke lo." Jaka menatap Marissa saat mengatakan kalimat itu sebelum ia berlari dan masuk kedalam kelas.

Marissa melambatkan langkahnya dan diam, seolah mencerna segala kata yang Jaka sampaikan kepadanya tadi. Sampai teriakan seorang guru membuatnya kaget dan bergegas pergi.

"MARISSA PUTRI! MASUK!"

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!