Pak Fino : Jaka. Saya tunggu janjimu.
Jaka menggebrak meja kayu didepannya, menampis sebuah gelas berisi air mineral yang belum sempat ia minum sedikitpun. Sudah banyak pesan yang Pak Fino kirim langsung kepada Jaka selama ini, hanya saja Jaka tidak pernah menghiraukannya, menganggap hal tersebut tidak penting dan tidak perlu dijawab sesegera mungkin.
Dirinya seolah disibukkan oleh Marissa yang sampai sekarang semakin menjauh dan bahkan seakan tidak mengenal dirinya, mereka hanya bisa berinteraksi disaat Marissa diperlukan jasanya sebagai sekretaris kelas. Selebihnya? Marissa tidak perduli.
“Berisik. Beresin airnya.” Celetuk Sevian yang barusaja pulang dari kegiatannya seharian.
Jaka yang mendengar hanya menghela napas berat, “bantuin gue.”
“jadi mata – mata Pak Fino maksud lo?”
“Gue gak bercanda bang, serius.”
“iya, gue juga serius kali.” Saut Sevian dengan tawa sinisnya.
“gue gak punya niat buat kerja sama sama beliau bang, sumpah.” Jelasnya berusaha membela diri dan memberi alasan yang masuk akal.
“Gue cuman mau ambil kepercayaan orang itu aja bang, setelahnya nanti gue bakalan tetep ninggalin dia dan gak perduli sama dia. Gue mau bantu Marissa untuk tau maksud sebenernya Pak Fino tuh apa selama ini, tapi malah begini endingnya.”
Sevian melepas jaketnya dan mendudukkan dirinya ke sebuah sofa yang ada diruang tersebut, meregangkan tubuhnya dan mulai merangkai kalimat dikepalanya untuk membalas pembelaan diri dari Jaka.
“ribet banget jadi Jaka Ardinan.”
Jaka berdecak kesal mendengar balasan sang kakak terhadap keluhan yang ia layangkan sebelumnya, “bajingan, segitu doang respon lo?”
“soalnya.. ya.. kayak.. keputusan lo tuh gak seharusnya diputuskan dari awal sih.”
“Terus lo nyalahin gue gitu?”
“Udah pasti, harus malah.”
Jaka melangkah pergi beranjak dari duduknya dan memasuki kamarnya. Entah kenapa ia merasa sakit hati jika seseorang menyalahkan dirinya atas apa yang ia lakukan, padahal ia berniat untuk membantu dan membuka rahasia dari jalur yang lebih dekat, tapi malah tidak ada artinya. Bahkan seorang Sevian, kakaknya sendiri, tetap mengatakan jika dia bersalah dari awal.
Sesaat setelah ia masuk kedalam kamarnya, sebuah pesan terkirim dari Sevian.
Bang Sevian : bales chatnya. Bilang kalo Marissa udah gak deket sama lo dan lo gak bisa mantau dia lagi.
Bang Sevian : putusin hubungan secepatnya.
Jaka bergegas menegakkan tubuhnya dan membalas pesan itu.
Jaka : oke.
Bang Sevian : lagi lagi kalo mau bikin keputusan bisa rundingan dulu sama orang yang mau lo bantu. Jangan sok jadi pahlawan kesiangan, kalo susah juga datengnya ke Vector entar.
Jaka yang mendapat balasan tersebut seakan semakin emosi dan kesal, “bangsat ini orang. Niat bantuin kagak sih.”
Jaka : kalo gak mau bantuin yaudah sih
Jaka : pake ngatain segala
Bang Sevian : yaudah. Lo kan yang minta bantuan ahaha
Jaka menghela napas dan kembali mengambil napasnya, “SEVIAN MONYET!”
***
Marissa menatap kosong ke arah ponselnya yang menampilkan roomchat antara dirinya dan Jaka yang hanya terisi dengan bubble chat yang Jaka kirim selama ia mendiamkan anak itu. Marissa sebenarnya tidak pernah ingin menghindar, tapi ia hanyan mencegah adanya hal – hal yang tidak diinginkan akan terjadi kepadanya. Ini bukan soal siapa yang baik dan jahat, tapi jika privasinya dibuka terang – terangan kepada orang yang bahkan Marissa tidak tau asal muasalnya pun itu akan sangat merugikan dirinya dan Jaka tetap akan hidup sebagaimana ia sebelumnya.
Marissa hanya ingin membentengi dirinya sendiri untuk saat ini dan membiarkan Jaka melakukan apa yang ingin anak itu lakukan, yang pasti Marissa tidak akan membukakan jalan untuk Jaka mengetahui apa yang ia jalani saat ini.
Bubble chat itu Marissa tutup, tidak berniat menjawabnya sedikitpun. Ia beralih ke room chat dirinya dengan Rossa yang sejak tadi ia anggurkan juga.
Rossa : besok kita harus nyobain bakso yang Jehian rekomendasiin sih
Marissa : males banget, jauhhh. Lo mau bonceng gue pake motor?
Rossa : lo sama Jehian aja nanti, terus gue minta anter abang gue
Marissa : monyet, yang bener aja lo! Jehian aja seumur umur gak pernah ngobrol sama gue malah lo suruh bonceng gue.
Marissa : mikir dong broo
Rossa : lo sih gak bisa motoran, belajar dongggg
Marissa : lo juga ya!
Rossa : yaudah gue aja sama Jehian, ntar lo sama temennya Jehian aja. Mumpung searah besok temennya juga mau main
Marissa : siapa anjir? Jangan tiba – tiba lo suruh bonceng gue terus ditinggal gitu doang gue balik sama siapa nanti
Rossa : sama Haris. Jangan rewel.
Rossa : balik itu urusan belakangan, yang pasti berangkat dari sekolahnya itu udah ada rencana sama siapa
Marissa menghela napas jengah, “dia yang pengen bakso kenapa gue yang repot, anjir?” celetuknya.
Semenjak kejadian dimana Marissa diuntit lalu, Rossa mulai coba untuk korek banyak informasi dari Jehian yang notabennya adalah sahabat karib dari Jaka sendiri. Selama ini Marissa tidak pernah seterbuka itu jadi manusia terhadap Rossa, jadi Rossa harus cari tau sendiri agar bisa beri bantuan dan melindungi sahabatnya itu. Dari sana lah ia mulai kenal dan banyak mengobrol dengan Jehian soal banyak hal, membuat mereka jadi teman dekat hingga sekarang.
Marissa sempat kaget dengan kenyataan bahwa Rossa mengenal Jehian begitu cepat selama ini, padahal sebelumnya mereka seolah bukan manusia yang hidup berdampingan dan setiap berpapasan mereka tidak akan saling tau satu sama lain. Tapi takdir berkata lain dan membuat mereka diperkenalkan dan jadi teman baik hingga sekarang.
Sedangkan Marissa dan Jaka sendiri malah semakin merenggang dan tidak ada tanda – tanda baikan.
“kalo aja pas waktu itu gue gak mergokin dia ngobrol sama Pak Fino, pasti gue gak bingung besok bakalan berangkat main sama siapa.” Ucap Marissa.
“gue tau dia pasti baik, gue tau pasti dia juga terpaksa begini. Tapi kalo gue kasih jalan mulu, rugi digue nya.”
Ia kembali melirik ponselnya yang baru saja berbunyi, sebuah pesan baru dari Jaka terlihat.
Jaka : Marissa, kasih gue waktu sekali aja. Bisa gak? Gue mau jelasin doang kok, sumpah.
“halah, semua orang juga bisa sumpah – sumpah doang.” Sautnya.
Ia membuka pesan tersebut dan secara sadar dan tidak sadar mengetikkan sebuah jawaban yang berakhir dikirim langsung kepada Jaka setelah sekian lama mengabaikan anak itu.
Marissa : sumpah – sumpah mulu. Semua orang juga kalo chat doang bisa, ngomong doang buat apa?
Pesan itu hanya dibaca oleh Jaka dan tidak lagi dibalas, tidak ada tanda – tanda anak itu sedang mengetikkan jawabannya sejak tadi dan Marissa mencoba untuk tidak perduli. Entahlah apa yang akan Jaka lakukan setelahnya, yang pasti Marissa tidak lagi mau peduli sebelum situasinya aman.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments