Bab 11 : Chaos

Tidak ada yang bisa mengalahkan kecepatan dari cheetah kecuali Marissa, istilah yang tepat untuk situasi yang sekarang terjadi. Tepat pada jam pulang sekolah kemarin Marissa mulai mau menepati janji keduanya untuk mematuhi peraturan sekolah kepada Jaka, kali ini ia akan mencoba untuk menjadi murid normal lainnya.

Selayaknya seorang murid setengah teladan, ia datang dihari berikutnya dengan tepat waktu. Menyapa Jaka seperti murid lain didepan gerbang bersama guru - guru lainnya yang tak kalah kaget dengan perubahan Marissa.

Lalu, Marissa harus menguatkan dirinya untuk tetap terjaga sewaktu guru menerangkan dan aktif mencatat atau mengerjakan tugas yang diberikan.

Berhasil. Meskipun setidaknya 2 menit waktu colongan ia dapatkan untuk terlelap tidur.

Kembali masuk ke kelas tepat setelah bel masuk berbunyi. Sangking inginnya tidak mengingkari janji, Marissa bahkan rela dengan terpaksa meninggalkan semangkok bakso kesayangannya hanya untuk berlari kembali ke kelas.

Dan yang terakhir adalah menanggung tanggung jawabnya sebagai sekretaris kelas, ia mulai harus ikut berdiskusi untuk segala kepentingan kelas yang harus dibicarakan dan diminta aktif berpendapat atau setidaknya mendengar dan mencatat poin penting yang mereka putuskan.

Hari itu berjalan baik dan Marissa berhasil 1000% menepati janjinya. Melupakan fakta bahwa sebenarnya itu bukan dirinya yang dulu.

"Reward dong, minimal gue dikasih es krim gitu." Ucapnya saat bertemu Jaka didepan kelas.

Jaka tertawa, "yaudah ayo sekalian gue anterin, kan."

"Eh jangan," balas Marissa, "kenapa?" Heran Jaka mendengarnya.

"Gue banyak menyibukkan lo sejak awal, gue sungkan, Jaka."

Jaka menghela napas, jika sudah begini pasti ia harus membujuk Marissa.

"Gue bandel, lo yang gue gangguin. Gue diuntit orang juga, lo yang gue ributin. Terus gue minggat dari rumah pun, lo yang gue bingungin. Lo mulu, Jaka." Jelas Marissa.

"Ya terus, kenapa?"

"Ya... Gak seharusnya, kan?"

"Emang seharusnya gimana?"

Marissa mendengus kesal dan menyerah begitu saja, "seharusnya emang gue gak ngomong gitu sih sama lo."

Sesaat setelahnya Jaka tersenyum menang karena tidak harus membujuk anak itu, "yaudah, ayo."

Mereka pun berakhir pergi bersama, mampir ke supermarket untuk menepati janjinya dengan Marissa lalu kembali pulang kerumah. Tidak ada hal yang spesial lainnya kali ini, hanya berjalan seperti biasa tanpa hambatan dan malah banyak perubahan dari Marissa sekarang.

***

"Jaka sudah mulai tidak patuh. Saya memintanya mendisiplinkan Marissa tapi malah dia yang sekarang tidak bisa diandalkan, bagaimana ini?"

Keluhannya menggema keseluruh ruangan siang ini, ia terlihat sangat kesal. Salah satu anak kepercayaannya mulai hilang kontak dan sudah mulai meregang dengan dirinya secara komunikasi maupun tatap mata, orang yang digadang - gadang pemilik sekolah ini seolah mulai sadar jika ada sesuatu yang terjadi sekarang dan ia melewatkannya.

"Jaka itu saya percaya buat bantuin saya, kok malah diem aja sekarang. Panggil anaknya." Pintanya langsung dituruti tanpa babibu oleh guru BK sekolah itu.

Semua berjalan begitu cepat, kemarin seakan baik - baik saja, tapi hari ini Jaka malah dapat kesialan disekolah karena harus bertemu dengan orang yang ia hindari selama ini.

Jaka datang, sendirian pastinya. Tidak ada raut wajah takut maupun gugup, datar dan berperilaku sopan, selayaknya Jaka seperti biasa. Anak itu berhadapan dengan Pak Fino, orang penting yang Jaka kenal sebagai pemilik sekolahnya.

"Jaka! Kamu ini gimana sih! Saya kasih kepercayaan buat lapor soal Marissa kok malah diem aja sampe sekarang, mana laporan lanjutannya? Kamu jangan main - main sama saya ya, bisa saya DO kamu sebelum lulus." Suaranya memang tidak keras namun penuh penekanan, mungkin karena ia berusaha untuk tidak didengan guru lainnya.

Jaka membungkuk meminta maaf, "mohon maaf pak, saya pikir selama ini bapak hanya ingin laporan tentang Marissa saat Marissa masih belum berubah, pak. Jadi saya hentikan laporannya karena Marissa saat ini sudah jadi pelajar yang baik dan sesuai apa yang bapak mau."

"Kamu bercandain saya, ya?"

Jaka melirik guru BK yang terlihat jauh lebih gugup daripada dirinya, "bapak bisa tanyakan langsung kepada pihak kesiswaan sekolah, bagaimana perilaku Marissa dalam waktu dekat ini. Marissa benar - benar sudah bisa berubah dan tidak lagi memerlukan bantuan siapapun untuk pendisiplinan lagi, pak."

Pak Fino menoleh dan melayangkan sebuah pertanyaan yang hanya harus guru BK itu jawab dengan Ya atau tidak, tapi..

"Bapak harus tau, anak itu tidak akan pernah berubah pak, bisa saja Jaka membohongi bapak dengan ucapannya sekarang."

Jaka kaget bukan main mendengarnya, guru itu sudah menjadi saksi kuat perubahan Marissa karena dirinya ikut terus memantau Marissa selama sekolah. Tidak ada catatan buruk selama beberapa minggu belakangan, tapi kenapa guru itu mengatakan hal ini?

"Jaka, kamu harus bisa melawan Marissa, jangan mau di kudeta. Kamu itu anak pintar, gak boleh kalah sama anak bodoh modelan Marissa itu, kamu bisa kena DO beneran kalo boong soal kelakuan Marissa."

"Saya disini sebagai kesiswaan mantau dia jauh lebih lama dari kamu dan hasilnya bahkan sampai sekarang Marissa perubahannya nol besar. Kalo bukan karena dia anak Pak Fino, pihak sekolah pasti harus ambil tindakan yang jauh lebih serius untuk Marissa."

Jaka menatap Pak Fino tajam, melihat bagaimana beliau terlihat percaya dengan ucapan guru tersebut dan mulai menghela napas dan bersiap mengeluarkan kalimat kemarahan lainnya. Jaka bergegas menyela dan mencoba meluruskan semuanya.

"Saya yang ditugaskan itu memantau Marissa lebih dekat, sedangkan pihak sekolah hanya akan memantau Marissa dari lingkungan sekolah saja." Ucapnya.

"Perubahan Marissa sudah terbilang besar daripada sebelumnya," Jaka menatap horror guru tersebut, "dan semua perubahannya terjadi dan terbuat karena usaha saya, Jaka, orang yang Pak Fino percaya untuk merubah Marissa jadi lebih baik."

"Itu sudah tertanda tangan secara tertulis disebuah kertas perjanjian resmi yang langsung datang dari Pak Fino sendiri dan didalam surat tersebut dinyatakan bahwa Pak Fino mempercayakan anaknya kepada saya sepenuhnya, bukan kepada pihak sekolahan lagi."

"Itu artinya bapak harus percaya kepada saya, sepenuhnya. Perjanjian itu ada dan tidak bisa dilewati begitu saja."

"Sopan kamu menggurui orang tua, hah?" Seru guru tersebut tidak terima.

"Saya berhak membela diri dan mencari keadilan, lagipula ada bukti tidak?" Tantangnya semakin membuat si guru semakin menggebu - gebu.

Sedangkan Pak Fino hanya diam, melihat bagaimana Jaka menghandle suasana dan melawan lawan bicaranya sendiri dengan santai dan penuh kepercayaan diri. Merasa bahwa Jaka adalah orang yang tepat untuk dipercaya, ia berdiri dan merangkul Jaka keluar ruangan.

"Saya percaya sama kamu. Mulai sekarang update terus soal anak saya, saya mau tau bagaimana keadaan dia selama bersama kamu."

"Siap pak."

Jaka merasa lega bisa melewati rintangan ini, tapi sayangnya ia baru sadar jika didepan matanya ada rintangan yang lain yang harus ia hadapi.

"Janji itu ada untuk ditepati, bukan untuk dilewati kata lo, kok gitu?"

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!