"meninggal gara - gara kecelakaan tunggal."
Sevian menghela napas berat sambil terus memantau sang adik yang begitu khawatir terhadap Marissa diruang tamu. Ia beranjak pergi kembali ke kamarnya, meraih laptopnya dan mulai melakukan sesuatu hal.
Entahlah apa yang anak itu lakukan, tapi yang pasti setelah beberapa menit ia berkutik dengan laptopnya, ia mendapat panggilan dari seseorang.
"9 februari 2022."
***
Keesokan harinya Marissa seolah berubah tidak seperti Marissa biasanya, ia lebih banyak diam meskipun tetap pergi ke rooftop atau tidur diperpustakaan untuk bolos kelas. Seperti saat ini, ia sedang melamun didepan Rossa yang sedang fokus membaca buku disudut perpustakaan, mereka duduk berhadapan dan bersandar kepada rak buku dibelakang mereka.
"Jaka bilang dia bakalan jagain lo mulai sekarang," ucap Rossa tiba - tiba, "jadi lo gak perlu takut untuk dirumah sendirian."
"Gue gak pernah setakut ini sebelumnya, padahal gue udah ngapa - ngapain sendirian sejak setahun belakangan." Lirih Marissa.
Rossa yang melihat temannya sangat gelisah itu mulai memikirkan hal lain yang memungkinkan dirinya bisa membantu atau melindungi teman baiknya itu.
Ia keluar dari perpustakaan sebentar berniat menelepon Jaka, "Jaka."
"Marissa sama lo?"
"Lagi diperpus sama gue, lo dimana?"
"Gue kesana ya?"
"Oke."
Rossa kembali masuk kedalam perpus dan menemui Marissa yang sedang berdiri kaku didepan 3 orang petinggi sekolah mereka, salah satunya,
"Fino."
"Selamat siang," ucapnya sembari mengajak Marissa bersalaman.
Marissa sungguh takut, namun seorang penjaga perpustakaan dan guru BK yang juga ada disana menatapnya tajam dan memberikan isyarat untuk menerima jabatan tangan Pak Fino dan menyampaikan salamnya.
Sesaat sebelum Marissa berniat meraih tangan Pak Fino, sebuah tangan menyelanya dan menerima jabatan tangan Pak Fino.
"Selamat siang juga, pak."
Marissa yang mendengar suara itupun bergegas mundur dan sembunyi dibalik rak buku.
"Oh, Jaka? Benar, kan?"
"Benar sekali pak." Iya, itu Jaka.
***
"MARISSA!"
Teriakan itu membuat Marissa berhenti melangkah dan menghela nafasnya berat. Ia sudah sangat - sangat paham dengan suara yang ia dengar, sudah pasti guru BKnya.
"Ikut ibu ke ruang BK, Sekarang!"
Mau tidak mau Marissa harus meninggalkan Rossa dan mengikuti guru BK tersebut untuk keruangannya.
Ia diomeli habis - habisan soal sikap, kelakuan, dan bagaimana Marissa menghadapi si pemilik sekolahan tersebut. Pak Fino.
Marissa hanya diam, tidak berniat melayangkan pembelaan untuk dirinya sendiri dan memilih untuk menatap beliau datar dan tak berekspresi apa - apa.
"Kamu bisa di DO tau gak!" Kalimat itu seakan menusuk telinga Marissa meskipun tidak berdampak apapun kepadanya.
Marissa tidak keberatan atau tidak masalah jika seandainya saja ia benar - benar dikeluarkan, tidak akan ada lagi peraturan, tidak akan ada lagi ujian, dan pula ia tidak akan lagi merepotkan Jaka apalagi bertemu si stalker tua itu.
"Siapa yang mau keluarin Marissa?" Suara itu seakan membuat Marissa berubah menjadi batu dikursinya.
Guru BK didepannya terlihat kikuk setelah orang itu datang, bahkan ia tidak berani mengatakan apapun lagi kepada Marissa, padahal sebelumnya ia benar - benar mencaci maki Marissa habis - habisan.
Marissa memberanikan diri berdiri dan menoleh, berusaha untuk tidak berlari demi tau apa yang akan beliau lakukan atas dirinya.
"Marissa, kamu tadi diapain emang kok sampe diancem DO?" Tanya Pak Fino dengan wajah seriusnya.
Marissa hanya melirik Jaka dibelakang beliau yang mencoba menenangkan Marissa, "udah biasa pak, hampir setiap hari saya diancem DO sama guru sini." Ucapnya berusaha lebih berani.
"Oh ya? Kenapa?"
Marissa hanya menggedikkan bahunya canggung, sesaat kemudian Pak Fino begitu serius berbicara dengan guru - guru diruangan itu. Hal ini dimanfaatkan Marissa dan Jaka untuk lari dan pergi dari sana.
"Gue mau mati rasanya, anjing." Umpat Marissa sembari berlari.
"Yang bener aja lo kalo ngomong!" Saut Jaka yang berlari disebelahnya.
Mereka berlari kearah rooftop, duduk disana dan mengatur napasnya, terutama Marissa yang seakan - akan menahan napasnya sepanjang waktu bertemu Pak Fino.
"Lo bener - bener ya, anjing!" Umpatnya lagi sembari menggenggam krah baju Jaka, "dia bukan bapak gue Jaka! Kenapa lo masih aja berhubungan sama dia, bangsat!"
"Gue berusaha untuk gak kasih informasi apa - apa, Sa! Sumpah, demi apapun!" Seru Jaka membela diri.
"Kalo aja lo gak berhubungan sama dia lagi, dia gak bakalan kesini tau!"
"Gak mungkin, Sa! Dia yang punya sekolah! Pasti dateng untuk ngecheck sekolahan!"
"Gak! Pokoknya lo salah!" Teriakan itu tidak mereda, "lo harus berhenti kasih informasi ke dia soal gue ya bangsat! Gue gak mau tau! Meskipun reputasi lo jelek disekolah gue gak peduli!"
Jaka terdiam, memikirkan ucapan Marissa yang hampir menangis dihadapannya.
"Gue takut banget Jaka, gue takut sama dia." Suaranya mulai melemah dan mulai mengeluarkan air mata.
"Gue mohon, jangan kasih informasi apa pun ke dia, gue mohon."
Jaka mengangguk lemah, mengelus kepala Marissa pelan yang disandarkan kepada bahu Jaka.
***
"Setakut itu? Emang dia habis diapain?"
"Diuntit, saya kurang tau jelasnya Marissa diapakan, tapi yang pasti Pak Fino sudah mulai berani menemui Marissa."
"Kurang ajar, dia seharusnya gak bisa nemuin Marissa lagi."
"Kamu bisa bantuin saya, kan?"
"Sangat bisa, bu."
"Jangan sampai Fino tau informasi apapun soal Marissa setelah ini, kalau perlu Marissa berhentikan sekolah saja."
"Tapi bu, sepertinya Marissa gak bakalan bisa keluar dari sekolah itu selain nanti ia lulus."
"Kenapa begitu!?"
"Pak Fino sudah pasti bekerja sama dengan pihak sekolahan untuk menahan Marissa disana."
"Benar juga, kurang ajar emang orang jahat satu itu!"
"Saya gak mau tau, kamu harus bantuin saya untuk melindungi Marissa sampai nanti waktu yang pas untuk mengungkap semuanya ke Marissa."
"Saya mohon sama kamu untuk jaga Marissa, jangan sampai orang jahat itu melakukan hal buruk ke Marissa."
"Siap bu, saya akan laksanakan."
***
"Pulang sono lo."
Jaka menghela napas sembari melepas helmnya, "terimakasih dulu."
"Males, lo udah sebarin informasi ke orang itu soal gue soalnya."
Lagi - lagi Marissa berhasil menyindir Jaka dan membuat anak itu merasa tidak enak, "maaf, gue gak bisa ngapa - ngapain Sa, gue juga gak tau kalo dia bukan bapak lo yang asli."
"Yaudah sono balik, ngapain lo masih nangkring disini?"
Jaka langsung mengenakan helmnya dan bergegas menyalakan motornya, "masuk gak? Gue matiin motor lagi nih ntar."
Marissa pun langsung membuka gerbang dan bergegas masuk kedalam rumahnya. Setelah melihat pintu rumah Marissa tertutup, barulah Jaka pergi dari sana dan pulang.
Hari itu ia kembali memikirkan keputusannya untuk tetap memberikan informasi soal Marissa kepada Pak Fino, apakah ia bersalah atau benar? Lagipula dia bukan siapa - siapa Marissa, ia hanya diamanatkan untuk memantau Marissa dan memperbaiki anak itu menjadi lebih baik untuk kedepannya sebelum mereka lulus nanti.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments