Setelah meminta izin pada Dixton untuk keluar akhirnya Jeslyne pergi. Seperti biasa ia tampil dengan pakaian yang sederhana tetapi jelas tak bisa menutupi kadar kecantikan dan aura bangsawan yang ia punya.
A-line Dress berwarna merah darah yang sangat kontras dengan kulit putih bersih Jeslyne. Rambut panjang wanita itu diikat oleh seutas kain tipis yang menjuntai di bagian bahu menambah kesan manis dan simpel. Jeslyne tak pernah melupakan mantel. Mau bagaimana-pun pakaiannya, benda itu akan selalu melekat karena Jeslyne tak nyaman dengan pandangan semua orang yang seakan menelannya.
"Jeslyne!" sapa Ikella.
Jeslyne tersenyum ramah seraya berjalan ke depan apotek kecil yang ada di sini. Ikella adalah wanita pemilik apotek yang lumayan dekat dengan Jeslyne walau jarang bertemu.
"Jeslyne! Lama tak melihat-mu. Apa kabar?" tanya Ikella menyambut hangat kedatangan bidadari impian itu.
"Baik. Bagaimana denganmu?"
"Seperti biasa. Aku tadi tak sengaja lewat di depan rumah-mu dan aku lihat ada wanita asing yang datang. Itu keluargamu?" tanya Ikella yang punya sifat penasaran seumur hidup.
Jeslyne hanya tersenyum sebagai jawaban. Itu tandanya ia tak mau menjawab dan Ikella sudah paham dengan tabiat nona manis ini.
"Baiklah. Kau butuh sesuatu?"
"Aku mau minta paracetamol dan beberapa barang untuk mengisi kotak obat," pinta Jeslyne memang selalu memantau persediaan obat di rumah.
Pasalnya Bella sering demam, di tambah lagi kejadian tempo hari yang membuat Jeslyne luka-luka akhirnya wanita itu berjaga.
Ikella mengambil semua pesanan Jeslyne. Wanita dengan kulit sawo matang dan rambut pendek sebahu itu sudah sangat paham dengan yang namanya obat-obatan.
"Ada lagi?" tanya Ikella setelah memasukan semuanya dalam paper-bag.
"Emm..itu," Jeslyne agak canggung karena tiba-tiba rasanya berbeda.
"Apa?"
"Apa kau masih menjual pil kontrasepsi?"
Senyum Ikella seketika mengembang. Rona merah jambu di pipi Jeslyne terlihat sangat indah dan menggemaskan ketika sedang malu.
"Kenapa malu? Kau-kan memang sudah bersuami."
"A..iya," kikuk Jeslyne mengusap lengannya sendiri.
"Ada. Tapi untuk Pil aku sudah kehabisan stok. Cuman karet biasa, mau?"
Jeslyne terdiam. Kalau itu bukan dia yang memakai, bisa saja Dixton tak mau.
"Mau tidak? Tapi aku saran-kan tidak usah. Lagi pula Bella sudah besar, menambah anak juga tak masalah bukan?" saran Ikella memang tahu putri kecil Jeslyne yang sangat imut itu butuh seorang adik.
"Benarkah?" tanya Jeslyne tertarik.
Belum terpikir olehnya untuk menambah anak karena sekarang keadaan tak lagi sama. Dixton menjaga jarak dengannya dan tak khayal mereka sangat jarang berkomunikasi.
Dalam lubuk hati Jeslyne yang terdalam, ia juga menginginkan seorang anak. Hanya saja Jeslyne ragu dengan Dixton.
"Apa kau ada masalah?" tanya Ikella merasa raut wajah Jeslyne bimbang.
"Tidak ada. Hanya memikirkan ucapan-mu tadi," berusaha tersenyum tanpa beban.
"Saran-ku memang harus begitu. Lagi pula suami-mu sangat suka anak kecil. Sudah tampan, ramah, murah senyum..uhuuu aku iri," decak Ikella memang pengagum setia Dixton. Dia belum bertemu dengan sosok baru yang sekarang sangat berbeda.
Karena tak mau Ikella selalu bertanya lagi, Jeslyne memutuskan tidak membeli alat itu. Ia hanya membayar belanjaan untuk mengisi kotak obat lalu pergi.
Di perjalanan, Jeslyne terus memikirkan ucapan Ikella. Matanya menatap hamparan tanah yang ia tapaki satu persatu sesekali melihat sekeliling dimana ada beberapa orang yang juga sedang lewat dengan kendaraan mereka.
"Apa dengan aku hamil Dixton akan berubah?" batin Jeslyne memikirkan hal itu.
Jeslyne menimbang-nimbang jika dia hamil apa Dixton akan mengingat kembali kenangan mereka dulu?! Jika iya Jeslyne tak keberatan. Ia sangat tak tahan dengan perubahan suaminya walau Dixton tak pernah bermain tangan sama sekali.
Tanpa Jeslyne sadari, ada satu mobil yang melaju dari arah belakang dengan kecepatan pelan mengiringnya. Awalnya Jeslyne tak begitu ambil pusing tapi saat mobil itu terus menunggu langkahnya dia jadi risih.
Tak ingin terjadi sesuatu yang buruk, Jeslyne mempercepat langkahnya dengan tangan mencengkram tali paper-bag itu.
Tiiittt..
Klakson mobil berbunyi nyaring. Jeslyne tak menoleh dan terus melangkah sampai tiba-tiba mobil itu melaju cepat berhenti memotong langkah Jeslyne.
"Astaga," sentak Jeslyne mundur kala ia nyaris ditabrak.
Mata Jeskyne menajam. Ia melihat ke sekitar dimana jalanan sudah lengang apalagi ia masih jauh dari rumah.
"Siapa?" tanya Jeslyne menjaga jarak dari mobil.
Pintu benda itu terbuka. Tampaklah Melynda yang keluar dengan senyum remeh bersama seorang pria yang sangat Jeslyne kenal.
"A-Alferd," lirih Jeslyne mulai dilanda takut.
Seringai Alferd tertanam jelas meneliti penampilan Jeskyne yang sangat anggun dan segar. Wanita ini berhasil membuatnya terkagum-kagum di setiap situasi.
"Apa kabar? Adik ipar!"
"Suamiku di rumah. Kau bisa langsung datang ke sana," ujar Jeslyne waspada.
Sudah ia ketahui isi benak Alferd yang selalu tak jauh-jauh dari yang namanya selangkangan. Pria ini sama saja dengan ayahnya yang selalu egois dan tak pernah menghormati wanita.
"Benarkah? Kalau begitu kau ikut dengan kami. Ke rumah suamimu, hm?" senyum Alferd kian mengembang.
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri," tolak Jeslyne segera melangkah pergi tapi Alferd tiba-tiba mencengkal tangannya.
Melynda melihat situasi yang sunyi segera membuka pintu mobil belakang lebar-lebar.
"Lepaas!! Apa yang kau mau, ha?? Lepaass!!"
"Susst!! Jika kau memberontak kau tak akan bisa melihat suami-mu bernafas esok hari," ancam Alferd membuat Jeslyne cemas.
Alferd menarik kasar lengan Jeslyne masuk ke mobil. Melynda menutup pintu itu rapat dan duduk di kursi depan sementara Alferd masuk ke pintu belakang dimana Jeslyne berada.
"Jalan!" titahnya pada anak buahnya yang menyetir.
Jeslyne merapat ke pintu mobil. Alferd terus menatapnya penuh seringai licik dan wajah messum yang menjijikan.
"Lepaskan aku!!!"
"Tenanglah, Sayang! Kita hanya akan berlibur," jawab Alferd dengan suara rendah namun penuh rencana.
"Tidak. Turunkan aku di sini."
"Jangan memberontak. Kau masih sayang nyawa suami-mu, bukan?" tanya Alferd menggunakan Dixton sebagai patokan untuk mengendalikan Jeslyne.
Alferd sangat tahu bagaimana Jeslyne mencintai adiknya itu. Selain iri, Alferd juga merasa tak suka karena Jeslyne begitu mempedulikan Dixton yang tak bisa apa-apa.
"Alferd! Hentikan semua ini. Suamiku sudah memberikan haknya padamu. Apalagi yang kau mau, ha??" pinta Jeslyne dengan nada marah dan meninggi.
"Itu tak cukup, Sayang! Dia otak perusahaan, mana mungkin aku akan melepaskannya."
Mendengar itu Jeslyne semakin muak. Ia berusaha membuka pintu mobil tapi tak bisa karena terkunci otomatis. Melynda yang melihat kepanikan Jeslyne dari kaca spion habya tersenyum penuh kepuasaan.
"Jeslyne! Siapa suruh kau bermain-main denganku?"
"Aku tak mengenal-mu jadi kau diam," tekan Jeslyne menatap tajam Melynda.
Alih-alih takut Melynda justru tertawa kecil. Jeslyne itu punya wajah yang cantik dengan kesan imut dari bibir mungil merah mudanya. Bagaimana-pun cara Jeslyne marah, tetap saja terkesan menggemaskan.
"Ayolah. Kau itu tidak cocok menjadi jahat. Belajar lebih giat lagi," ejeknya mendecak sinis.
"Jangan coba-coba kau mengusik anak dan suamiku," tekan Jeslyne tahu Melynda punya niat jahat.
"Memangnya kau bisa apa?" tantang Melynda meremehkan Jeslyne yang menggeram.
Sedetik kemudian mata Alferd membelalak kala Jeslyne bergerak cepat menarik kemudi ke samping dengan keras hingga mobil terjerap ke hutan yang ada di tepi jalan.
"JESLYNEE!!"
Alferd menarik tubuh Jeslyne tapi wanita itu tak takut akan mati. Jeslyne lebih takut anak dan suaminya terkena rencana buruk Alferd lagi dan berakhir di rumah sakit.
Karena kenekatan Jeslyne menarik asal kemudi, akhirnya mobil menabrak pohon dengan keras.
....
Malam-pun tiba..
Dixton sedang melakukan panggilan dengan Rexs. Ia meminta Rexs untuk segera membuat dua projek yang ia temukan sebelumnya. Dixton butuh itu sebelum ia pergi ke perusahaan Willow Group untuk membuat kesepakatan.
"Bos! Aku tak mengerti dengan file yang kau kirim."
"Itu bukan untuk kau pahami. Hubungkan aku dengan orang kenalan-mu yang bisa membuat teknologi seperti ini," titah Dixton seraya mengotak-atik komputernya.
Rexs tak menolak. Ia memang punya jaringan yang luas dengan orang-orang ahli dalam teknik dan program seperti ini.
"Baiklah, Bos!"
Dixton mematikan sambungan. Hanya saja, ia melirik jam di pergelangan tangannya sudah pukul 7 malam tapi Jeslyne belum kembali.
Jelas Dixton tahu Jeslyne belum pulang karena biasanya wanita itu akan menyapa dirinya setiap beberapa jam.
"Daddy!!"
Suara Bella memekik segera menerobos pintu ruang kerja Dixton. Bocah itu tampak cemas dengan Poppy menyusul.
"Ada apa?"
"Mommy belum pulang. Biasanya mommy tak pernah pulang malam," ujar Bella memang tahu betul rute perjalanan Jeslyne.
"Mungkin dia ada urusan penting," acuh Dixton tak ambil pusing tapi jelas dia juga tak tenang.
"Dad! Ayo susul Mommy. Katanya tadi pergi ke Apotek," desak Bella menarik-narik lengan Dixton.
Karena tak ingin ada masalah lagi, Dixton mengiyakan ajakan Bella dan bergegas pergi.
Perasaan Dixton mulai tak tenang. Apalagi ponsel wanita itu sama sekali tak aktif. Poppy berusaha melacak keberadaan Jeslyne melalui ponsel wanita itu yang kemungkinan mati.
..
Vote and like sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ririn Santi
hah sdh rumah jauh, byk ancaman malah membiarkan istrinya pergi sendirian, sampe mlm pula gak ada rasa khawatir klu bkn Bella yg memaksa. harusnya di antar pake mobil atau gak naik kuda gitu
2024-03-21
0
Rohana
mudah mudahn jeslyn ga kenapa napa
2024-03-07
0
Nazwaputri Salmani
Semoga jeslyn baik2 aja
2024-02-09
0