Dixton sudah tiba di kediaman utama Hermes setelah dijemput oleh orang suruhan Alferd. Dixton sama sekali tak menunjukan kekaguman apapun pada mansion mewah dengan pilar-pilar tinggi mendominasi ini.
Dia sudah biasa melihat pemandangan seperti ini apalagi, kediaman Alemous bahkan dua kali lipat lebih mewah dan besar dari ini. Matanya bahkan tak tertarik sama sekali.
Sopir yang menjemputnya lebih dulu turun membukakan pintu mobil untuk Dixton.
"Silahkan, Tuan!" pintanya membungkuk 5 derajat penuh hormat.
Dixton keluar. Tubuh jangkung itu terlihat sempurna memakai suit hitam tanpa dasi dengan kaos putih di dalamnya.
Para pengawal yang ada di sekitar kediaman juga membungkukkan tubuhnya halus dan Dixton tak ambil pusing. Ia yakin, semua ini sudah di setting sebelum kedatangannya.
Tak mungkin orang-orang keluarga Hermes yang semula begitu tak menyukai dirinya bisa sehormat itu?!
Dixton melangkahkan kakinya masuk ke dalam pintu besar kediaman. Sopir itu hanya mengantar sampai ke depan pintu hingga Dixton disambut oleh seorang kepala pelayan di sini.
Dixton yang tahu bagaimana tata krama dan susunan keluarga kaya, ia mengikuti arahan pelayan wanita itu sampai tibalah ia ke ruang makan luas dengan pelayanan mengesankan.
"Tuan muda sudah datang!" ucap kepala pelayan itu mengalihkan perhatian semua orang yang tadi menunggu di kursi meja makan.
Mereka menoleh, tatapan hangat dan bersahabat Dixton dapatkan dari mereka semua bahkan, satu wanita paruh baya yang masih amat cantik itu berdiri.
"Dixton putraku!" sapanya segera berjalan mendekati Dixton lalu memeluknya haru.
Dialah nyonya Feronica istri tuan Luther yang sangat-sangat membenci Jeslyne karena pernah mengganggu rumah tangganya.
"Akhirnya kau kembali, Nak! Mommy sangat merindukanmu," ucap nyonya Feronica lagi terdengar sangat-sangat tulus.
Namun, Dixton sadar jika ini hanyalah panggung sandiwara. Tokoh-tokoh antagonis ini terlalu menganggapnya remeh.
"Kau siapa?" tanya Dixton datar.
Wanita itu tersentak sendu. Pelukan terlepas berganti dengan usapan di bahu miliknya.
"Nak! Kakak-mu sudah menceritakan semuanya pada mommy. Ibu mana yang senang kala putranya melupakan dirinya sendiri. Mommy sangat sedih, Nak!"
"Mommy benar. Hanya saja, ada sedikit keuntungan dengan kondisi saat ini," sambar Alferd tersenyum tipis.
Sosok tuan Luther hanya diam. Pria pemilik wajah tegas dengan alis tipis dan jambang memutih itu terlihat gagah tapi sulit di tebak.
"Duduklah! Banyak hal yang akan kita bahas malam ini," tegasnya membuat sang istri patuh.
Dixton digiring duduk tepat diantara kursi Alferd dan satu lagi remaja laki-laki yang terlihat masih duduk di bangku kuliah. Tak ada senyum apapun pada wajahnya bahkan sedari tadi dialah yang tak bicara.
"Baiklah. Agar kau tak bingung, mommy akan memperkenalkan para saudaramu, Nak!"
Dixton beralih pada nyonya Feronica.
"Ini daddy-mu!" memegang lembut lengan tuan Luther hingga bersitatap dengan Dixton.
Tatapan Dixton masih begitu dingin. Apalagi, ia menangkap senyum tipis tuan Luther yang lebih berbahaya dari Alferd.
"Selamat datang kembali ke rumah," ucap tuan Luther dengan mata penuh makna.
"Lalu, ini Alferd. Dia kakak pertama-mu dan sekarang perusahaan dipegang olehnya. Jika tak ada dia, perusahaan pasti akan bermasalah karena kau tak pernah mau membantu keluarga kita, Nak! Kau sibuk dengan wanita itu," jelas nyonya Feronica mengulik soal Jeslyne.
Ada senyum sinis dari remaja di dekatnya saat nyonya Feronica mengatakan hal itu.
"Apa maksudmu, Jeslyne?" tanya Dixton pura-pura tak tahu.
Para pelayan yang berderet di belakang kursi hanya berdiri bak patung. Mereka benar-benar menulikan telinga dan mata dengan adegan di ruang makan ini.
"Yah. Istrimu selalu tak suka jika kau ada di kediaman ini. Padahal, mommy sudah berusaha membujuknya untuk tinggal di sini tapi dia tetap kukuh membawa cucu kami pergi bersama kalian," sendu nyonya Feronica bahkan matanya sudah berkaca-kaca.
Satu tangan Dixton di bawah meja sana mengepal. Wajahnya masih begitu datar tapi jiwanya terusik.
Dixton tahu sendiri bagaimana sifat lembut penyayang Jeslyne. Wanita itu tak pernah sekali-pun bisa menyakiti seekor semut dan keluarga sialan ini mengarang cerita dramatis yang lengkap. Menjijikan.
"Dia menjauhkan-mu dari kami. Aku kehilangan putra keduaku, aku.."
"Mom!" sela Alferd bernada empati seakan menenangkan wanita itu.
Sosok remaja di dekat Dixton semakin merapatkan rahangnya. Tatapan laki-laki itu juga hanya fokus pada piring kosong di depannya.
"Baiklah. Maafkan, mommy! Mommy hanya terbawa suasana," lirih nyonya Feronica mengusap air mata buaya-nya dengan tisu.
"Dixton! Ini adik-mu. Namanya Jors," tambah nyonya Feronica.
Jangankan memandang Dixton, Jors hanya diam tampak tak peduli.
"Jors!" tegur tuan Luther dan barulah Jors malas menoleh pada Dixton.
"Malam!" sapa Jors lalu membuang muka.
Dixton tetap tenang. Sesuai penjelasan Poppy, Jors tak pernah ikut campur dengan kepicikan keluarga Hermes. Remaja berusia 19 tahun ini menghabiskan waktu di luar dan hubungannya dengan Dixton tak begitu akrab. Mereka jarang bertemu.
Tapi, Dixton sebelumnya sangat perhatian pada Jors. Walau selalu mendapat penolakan sang adik, pria itu tetap bersikap dewasa dan hangat. Malang memang.
"Baiklah. Sekarang kita makan malam," ujar nyonya Frronica mengambilkan makanan untuk tuan Luther dan Dixton.
Sementara pelayan lain mengisi piring Alferd dan Jors.
"Makanlah! Pasti Jeslyne tak mengurus-mu dengan baik sampai kau celaka seperti ini!"
Meletakan piring di hadapan Dixton.
"Tidak. Dia Koki yang hebat," bantah Dixton membuat nyonya Feronica tersentak saling pandang dengan suaminya.
"Benarkah?"
"Hm. Aku rasa masakannya lebih baik dari ini," jawab Dixton lagi memandang rendah bistik di piringnya.
Jika saja Jeslyne mendengar pujian Dixton tentang dirinya, sudah pasti pipi wanita itu akan memerah. Pasalnya, Jeslyne adalah wanita yang sangat mudah terbawa perasaan.
"Maaf, mommy tak tahu. Semasa di sini, dia tak melakukan apapun. Kau bahkan sering kelaparan," bohongnya membelokan keadaan.
Nyonya Feronica kembali duduk menatap lembut Dixton.
"Adik! Jeslyne itu licik. Jangan tertipu dua kali olehnya," hasut Alferd menepuk bahu Dixton akrab.
Tapi, saat lirikan ekor mata elang Dixton menyorot tangannya, Alferd segera menarik diri karena cukup terkejut.
Tuan Luther menatap istrinya penuh isyarat. Alhasil mereka melanjutkan makan dengan hikmat. Dixton makan tapi hanya sedikit. Di bandingkan masakan Jeslyne, makanan ini sama sekali tak layak. Lidahnya seperti berat menelan seakan perutnya menolak.
Setelah makan malam itu selesai, Dixton dibawa tuan Luther pergi ke ruang kerjanya. Dixton menurut.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Tuan Luther duduk di kursi kerjanya dengan kedua tangan saling bertaut menopang di meja.
Terlihat angkuh namun licik.
"Tak terlalu baik. Aku bingung dengan hidupku yang sebelumnya," jawab Dixton duduk di kursi depan meja.
Dixton menopang kaki angkuh. Hal itu membuat tuan Luther sedikit menahan emosi karena Dixton tak pernah se-lancang ini padanya.
"Tidak perlu bingung. Dengan kau bersedia datang malam ini, kau sudah menemukan kebenaran."
"Manipulatif," batin Dixton muak.
"Aku senang kau kembali. Kau punya potensi dan bakat luar biasa. Hanya saja, kau rela mengubur semua itu hanya karena seorang wanita jajahan. Sangat memperihatinkan," ujar tuan Luther mendesah berat seakan menyayangkan nasib Dixton.
Wanita Jajahan yang membuat-mu nyaris menceraikan Feronica. Pikir Dixton mendecih jijik.
"Menurut-mu. Apa yang harus aku lakukan?"
"Tentu saja kembali pada keluarga-mu, Dixton! Kau sudah lama tersesat dan bergabunglah dengan kami," hasutnya penuh percaya diri.
"Tidak bisa. Aku sudah punya anak," tolak Dixton menarik ulur. Ia ingin lihat sejauh mana tuan Luther memanipulasi otaknya.
"Jangan percaya begitu saja. Jeslyne adalah seorang penari Bar. Mustahil dia hanya nyaman dengan satu pria. Kau paham maksudku, bukan?"
Dada Dixton bergemuruh panas mendengar ucapan tuan Luther. Dengan kata lain, pria ini mengatai Bella bukan anaknya.
"Pikirkan baik-baik. Dengan kecantikannya, dia bisa menipu siapapun," tegasnya lagi begitu meyakinkan.
Dixton hanya diam. Wajahnya masih bertahan bak mempertimbangkan ucapan tuan Luther sampai pria itu tersenyum samar.
"Jangan ambil keputusan sekarang. Aku tahu itu berat untukmu tapi yakinlah, kami keluargamu dan akan selalu menunggumu kembali."
"Hm. Aku akan mempertimbangkannya," ucap Dixton memberi air segar lebih dulu.
Tuan Luther mengangguk. Pria itu terus membicarakan tentang kecerdasan yang Dixton punya. Dia mengiming-imingi sebuah kedudukan di perusahaan bahkan mengajak Dixton untuk melihat karya-karyanya selama ini.
Dixton hanya mendengarkan dan sesekali bertanya seolah tertarik. Ia pandai mengunpan lawan tanpa terdeteksi sama sekali.
Tepat pukul 12 malam, tiba-tiba saja suara Poppy terdengar panik.
"Tuan!!"
Dixton yang sedang menempelkan penyadap di sisi meja terhenti sesaat. Tiba-tiba perasannya tak tenang.
"Hm. Ada apa?"
"Tuan! Tiba-tiba saja rumah di serang oleh orang tak dikenal. Mereka menembak brutal sampai pinggang Jeslyne terkena serpihan beling. Cepatlah kembali!!"
Tubuh Dixton menegang. Ia berusaha tenang menatap tuan Luther yang masih menceritakan omong kosong.
"Aku harus kembali."
"Kenapa? Terjadi sesuatu?" tanya tuan Luther terkejut.
Tapi, Dixton tahu arti seringai samar dari bibirnya itu. Mereka memanfaatkan kepergian Dixton untuk membunuh Jeslyne dan Bella.
Tanpa menjawab apapun, Dixton pergi. Kedua tangannya terkepal erat membuat nyonya Feronica dan Alferd yang ada di bawah, urung menyapa Dixton.
Jors? Lelaki itu menghilang.
.....
"Moommy!!" Teriak Bella kala tubuh Jeslyne terkena kikisan peluru di bagian pahanya.
Tembakan semakin menjadi-jadi. Kaca-kaca rumah pecah bahkan semua barang berserakan di lantai.
Bella yang sempat Jeslyne amankan di balik sofa menangis kencang melihat darah di paha dan pinggang wanita cantik itu mengalir.
"Mom, hiks! Mommy!"
"Susst!" pinta Jeslyne bersandar di dekat meja yang sudah terbalik.
Luka-luka kecil di bagian lengan dan pipinya tercipta akibat pecahan beling. Hanya saja, Jeslyne tak mempedulikan dirinya. Ia fokus melindungi Bella yang membekap mulut karena orang-orang jahat di luar sana mulai mendobrak pintu paksa sampai terpental ke dekat Bella.
Tampaklah 10 pria asing berpenutup kepala masuk membawa senjata api. Mereka menendang beberapa perabot rumah kasar.
Jeslyne menatap Bella lembut berusaha mengalirkan ketenangan pada anak itu. Mereka saling bersebelahan. Derap langkah orang-orang itu menambah ketegangan apalagi Bella gemetar takut dengan suara-suara tembakan ganas itu lagi.
"Keluaar!!! Atau kalian berdua tak akan selamat!!" teriak salah satunya menembak ke sembarang arah.
Tubuh Bella semakin gemetar pucat. Jeslyne tak kuasa melihat putrinya seperti itu.
"Kau tak ingin keluar? Yakin?"
Jeslyne memejamkan matanya mendengar langkah orang-orang itu semakin mendekat ke arahnya dan Bella.
"Jangan membuang waktu. Kau menanti suamimu kembali? Jangan harap!"
Salah satunya menendang sofa singel yang menutupi Bella sampai anak itu menjerit ketakutan. Jeslyne membuka matanya terkejut tapi, saat lengan putrinya sudah ditarik kasar, Jeslyne langsung berdiri.
"Jangan sakiti putrikuu!!" pintanya mengalihkan atensi mereka semua.
...
Vote and like sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ririn Santi
benar" main kasar
2024-03-20
0
Rohana
masih misteri ka will msh bikin cerita semua novel sellau menegangkan tp suka pokonya kemna k wil nulis novel saya ikut
2024-03-06
1
nawale sophiae
apa jesslyn akan memiliki kelebihan lain selain kecantikan ?
2024-03-04
0