Polisi yang tadi datang ke rumah Jeslyne langsung pergi ke kediaman Hermes. Sesuai apa yang Dixton katakan, mereka tak bisa berkutik akan kekuasaan pria paruh baya itu.
Mengambil kasus yang Dixton laporkan akan membuat keluarga Hermes ikut terseret. Pasalnya Dixton adalah tuan muda ke dua di keluarga besar ini.
"Tuan! Sesuai perintah anda, kami menolak kasus itu," lapor salah satu polisi yang berhadapan langsung dengan tuan Luther.
Pria itu menatap tegas mereka. Ada rasa takut yang tak dapat dijabarkan oleh dua aparat yang menggantungkan nasibnya pada pria berkuasa di hadapannya ini.
"Dia tidak marah?"
Otak mereka kembali berputar pada kejadian dimana rahang mereka terkena hantaman tinju Dixton dan sekarang rasa sakitnya masih amat kentara.
"Tuan muda marah. Dia meninju wajah kami."
"Lalu?"
"Kami pergi. Dia tak melakukan apapun lagi."
Tuan Luther menghela nafas. Kegagalan misi orang suruhannya tak dapat membuat masalah besar. Buktinya Dixton masih tak bisa mengungkap tentang penyerangan itu.
Mengingat putranya sedang amnesia, tuan Luther punya rencana baru. Dixton akan kembali tunduk padanya.
"Kalian pergilah!" titah tuan Luther dan dianguki mereka.
Para aparat itu keluar beriringan dengan Alferd yang baru masuk ke kediaman. Mereka memberi sapaan hormat tapi Alferd yang sangat sombong hanya melewati seakan tak terlihat.
"Dad!"
Alferd langsung duduk di sofa ruang tamu berhadapan dengan tuan Luther.
"Dia tak curiga dengan kita bukan?" tanya Alferd tahu jika daddynya sedang mengurusi Dixton.
"Hm. Dia tak akan tahu apapun. Semua gerak-geriknya ada dalam pantauanku," jawab tuan Luther tersenyum licik.
Alferd juga demikian. Pria berambut gondrong itu terlihat menyamai senyum daddynya.
Tapi, eskpresi Alferd berubah serius. Pria tampan dengan hawa elegan dan mahal penuh kesombongan itu baru saja dari perusahaan.
"Dad! Perusahaan Willow Group sudah meluncurkan projek teknologi baru."
Mata tuan Luther langsung menajam. Perusahaan Willow Group adalah perusahaan yang menjadi musuh mereka. Walau selama ini Willow Group tak pernah mampu bersaing dengan perusahaan Hermes karena kecerdasan Dixton, tapi mereka semua selalu mencari cela merebut pasar.
"Mereka meluncurkan projek mobil magnet. Dari wawancaranya, projek ini memang sangat menguntungkan."
"Siall!! Jangan sampai mereka lebih dulu meluncurkan mobil ini. Kita bisa kalah saing," umpat tuan Luther mulai merasa terancam.
Sudah beberapa bulan ini Dixton tak mengirim rancangan apapun. Perusahaan tak memiliki produk unggul baru yang bisa mengguncang pasar seperti sebelumnya.
"Dad! Apa dengan kondisi Dixton sekarang dia bisa membantu perusahaan?" tanya Alferd sudah lama memikirkan ini.
"Aku sudah melihat aktifitasnya di ruang kerja miliknya. Dia tampak kembali mempelajari semua itu walau belum ada rancangan yang selesai. Semuanya hanya berjalan 50% saja. Bisa dikatakan sekarang Dixton tak bisa berkontribusi dalam perusahaan."
Alferd tersentak. Wajahnya langsung berubah malas.
"Jika begitu? Kenapa daddy bersikeras membawanya kembali?"
"Alferd! Ini cela untuk kita memenjarakan Dixton kembali dalam keluarga ini. Halangan pertama kita itu Jeslyne dan anak mereka. Jika kita berhasil membuat Dixton menjauh dan mencuci otaknya untuk tunduk pada perusahaan, maka kita bisa membantunya untuk kembali mengingat keahlian utamanya. Pasti dia tak kehilangan skil dalam hal itu," jelas tuan Luther panjang lebar agar Alferd tak gegabah dalam bertindak.
Alferd akhirnya paham. Setidaknya tak sia-sia ia memasang muka pada Dixton yang belum pernah berhubungan baik dengannya.
....
Percakapan tuan Luther dan Alferd bisa didengar jelas oleh Dixton yang sedang mengurus ladang gandum milik mereka terletak lumayan jauh dari rumah. Pria itu memakai benda bundar kecil menyumpal telinganya seraya memantau ladang luas yang cukup sulit dikerjakan sendiri.
Namun, sekarang tidaklah sama. Ada mesin khusus memanen gandum dan sekaligus membawanya ke gudang. Di area gudang, ada beberapa pekerja lama yang dulu bekerja dengan Dixton dan merekalah selama ini mengurus ladang sampai Dixton tiba.
"Tuan! Pergilah anda istirahat. Kami akan mengerjakan ini!" ucap Hengkok ketua pekerja di sini.
Dixton hanya mengangguk seadanya. Ia betah berdiri di bawah pohon memandangi para pekerja yang sedang menggarap ladang. Cuaca tidaklah panas karena iklim di sini subtropis.
Nyatanya Dixton tak hanya berdiri asal. Ia mendengarkan semua percakapan ayah dan anak itu karena Dixton sudah menebar banyak penyadap tanpa diketahui di malam ia datang.
"Willow Group," gumam Dixton seraya melepas benda di telinganya.
Tatapan tajam itu menyimpan banyak makna. Dixton tahu harus mengarah pada siapa sekarang.
"Tuan!"
Suara Poppy yang masih ada di rumah. Dixton beranjak pergi ke arah mobil derek yang sudah Dixton perbaiki sebelumnya. Ia menemukan mobil itu di gudang dan berhasil berjalan karena keahlian bengkel dan rakit-merakit Dixton.
"Tuan! Kapan Tuan akan kembali?"
"Dalam perjalanan," datar Dixton mengendari mobil yang lumayan tua itu melewati jalanan di daerah sini.
"Baguslah. Jeslyne cemas karena tuan tiba-tiba pergi. Beruntung Bella tahu kalau tuan pergi ke ladang."
Dixton hanya diam. Matanya hanya fokus menatap jalan dengan satu tangan mengendalikan kemudi. Gaya mengemudi yang kokoh dan jantan.
"Tuan!"
"Hanya itu laporanmu?" tanya Dixton seakan menekankan jika informasi yang Poppy berikan tidak berguna sama sekali.
"Maaf, Tuan! Saya hanya berharap Tuan.."
"Aku di sini tak akan lama. Bermain hati hanya akan membuat masalah," tegas Dixton terdengar kejam bagi Jeslyne.
Dixton tak ada niat untuk bermain hati sama sekali. Walau bagaimana-pun dia dan Jeslyne tak bisa bersama. Mereka berasal dari dimensi yang berbeda bahkan takdir tak mampu mempersatukan.
Dixton tak ingin merasa berat meninggalkan tempat ini. Dixton akui ia tak tahan dengan tubuh Jeslyne dan melanggar batas yang ada. Tetapi, Dixton anggap itu normal karena siapa yang tahan dengan wanita super cantik itu? Apalagi mereka satu ranjang. Mustahil bagi pria normal sepertinya tak berfantasi.
Tanpa sadar mobil itu sudah berbelok ke arah rumah. Tampaklah Jeslyne tengah berjalan ke arah pintu depan seraya membawa keranjang berisi sayuran dari kebun belakang.
Langkah wanita itu terhenti melihat Dixton sudah pulang. Ada binar bahagia dari mata indahnya kala suami tampan tapi tak tergapainya itu keluar dari mobil.
"Kau sudah pulang?" tanya Jeslyne tersenyum hangat.
Dixton tak mau memandang senyuman itu karena ia tahu, hatinya tak cukup kuat.
Melihat Dixton berjalan tanpa menoleh padanya, hati Jeslyne kembali meringis sakit. Ia kembali dihantam kenyataan jika Dixton telah jauh darinya.
Mereka kembali seperti orang asing. Jeslyne terlalu berharap, Dixton masih akan memanggilnya dengan sayang ketika tidak sedang bercinta.
"Jeslyne!" sapa uncle Brens berjalan menggendong Bella yang terlihat sudah penuh keringat.
"Mommy!!" pekiknya girang bukan main.
Jeslyne memaksakan untuk tersenyum. Walau bagaimana-pun sakitnya hati, wajah tak bisa menunjukan luka pada orang lain.
"Baby! Sudah selesai?" tanya Jeslyne seakan baik-baik saja.
Bella mengangguk turun dari gendongan uncle Brens. Dia tadi meminta pria itu mengajarinya berkuda karena Dixton tak mempedulikan keinginanya sama sekali.
"Mom! Uncle Brens memegangi Bella naik kuda. Uncle Brens hebat!"
"Terimakasih, Tuan! Maaf jika merepotkan," segan Jeslyne di jawab senyum hangat pria paruh baya itu.
"Tidak masalah. Bella sangat riang dan aktif. Aku teringat dengan cucuku jika bersamanya."
"Sekali lagi terimakasih, Tuan!"
"Kalau begitu aku pamit. Sampai jumpa lain kali baby Bel!" ucap uncle Brens mengusap kepala bocah gembul cantik itu lalu pergi.
Jeslyne sejenak menatap kepergian pria paruh baya itu lalu ia segera membawa Bella masuk.
"Baby! Pergilah mandi. Mommy akan memasak makan malam dulu!"
"Siap, Madam!!"
Bella memberi hormat ala prajurit pada Jeslyne lalu berlari pergi. Ia harus mencari Poppy yang tadi ada di kamarnya tengah tertidur.
Jeslyne hanya tersenyum seraya menggeleng halus. Jeslyne meletakan keranjang sayur di dapur lalu kembali pergi ke atas menuju kamarnya.
Jeslyne mau menyiapkan air mandi untuk Dixton.
Saat pintu kamar terbuka, Jeslyne mulai merasakan hawa canggung dan kikuk. Dia tak berani menegur Dixton yang sedang ada di balkon kamar. Hanya punggung kekar itu saja yang terlihat memunggungi arahnya.
"Mungkin dia perlu waktu," batin Jeslyne segera ke kamar mandi.
Seperti biasa menyiapkan air hangat lalu handuk. Jeslyne benar-benar tak melupakan kebiasaannya sama sekali.
Ketika keluar kamar mandi, Jeslyne berpapasan dengan Dixton yang juga baru keluar dari balkon. Langkah keduanya sama-sama terhenti dan mata saling pandang.
Tetap saja hanya sorot dingin yang Dixton tampilkan.
"Air mandi-mu sudah siap."
Alih-alih berterimakasih Dixton hanya melewati Jeslyne yang mulai memejamkan matanya merasa tak sanggup.
Tetapi, Jeslyne lagi-lagi bersabar. Dia meneguhkan hatinya agar tetap waras.
"Aku akan selalu menunggumu, Di!" lirih Jeslyne mengepalkan tangan lembutnya di dada.
..
Vote and like sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Rohana
nangis aku kasian jeslyn dan bella
2024-03-07
1
Ibelmizzel
kusumpah kau dixton kau akan bertekuk lutut gemis cinta jeselyn
2024-02-08
0
yuwayuwa
takut klo sad ending
2024-02-04
0