Ditatapnya datar hunian sederhana dengan bahan kayu berwarna merah liat dengan arsitektur rumah khas pertanian ini. Desain klasik dengan pagar mengeliling. Halaman luas, rumput hijau membentang sampai ke hunian tetangga.
Rumah-rumah disekitar sini cukup padat. Semuanya bersih tapi khusus untuk rumah ini, Dixton melihat banyak desain yang unik. Hanya saja, rumah yang lain tak memiliki pagar seperti hunian ini.
"Ini rumah kita," Ucap Jeslyne berdiri di samping Dixton yang menggendong Bella di lengannya.
Poppy hanya diam mengamati lingkungan ini.
"Iya, Dad! Rumah impian mommy," Goda Bella membuat pipi Jeslyne bersemu.
Dixton tak paham itu hingga Bella menjelaskan dengan rinci dan semangat.
"Rumah sederhana tapi nyaman dan menyatu dengan alam. Daddy dulu sangat jeli. Daddy memagar sekeliling rumah karena mommy selalu digoda oleh para pria di sekitar sini saat menjemur pakaian."
"Bella!" Tegur Jeslyne sudah menahan malu bukan main akan ucapan polos putrinya.
"Bella benar, Mom! Daddy memang tak memukul mereka tapi dia memagar rumah kita agar istrinya tak dilirik pria lain!"
Jeslyne hanya bisa mengigit bibir dengan tangan meremas tali ransel yang ia pegang. Ntah kenapa rasanya begitu malu. Padahal sebelumnya ia tak canggung dengan Dixton sama sekali.
Dixton hanya diam mendengarkan. Tak ada raut tertarik dari penjelasan Bella karena menurutnya Dixton dulu itu bodoh. Memagar sekeliling rumah tak akan membuat mata jelalatan mereka surut. Lebih baik langsung congkel.
"Y..Ya sudah. Ayo masuk!" Canggung Jeslyne berjalan lebih dulu mengeluarkan kunci rumah dari ranselnya.
Suara Bella masih terdengar berisik menjelaskan tentang rumah mereka. Dixton tak banyak menanggapi dan lebih baik mendengar walau tak tertarik sedikit-pun.
Jeslyne membuka pintu rumah. Ia menoleh pada Dixton sampai pria itu mengerti dan masuk lebih dulu. Layak disebut rumah seorang Teknikus.
Saat menginjakan kaki di lantai kayu ini, Dixton disapa oleh sebuah benda bundar beroda yang mendekat ke arah kakinya.
"Selamat datang, Tuan, Nyonya dan Beby Bell!" Suaranya menyambut ramah
Poppy memindai benda itu dan menemukan semua datanya.
"Ini robot pembersih, Tuan! Dia memiliki sistem sensor 100% sempurna tetapi masih dikembangkan untuk tahap perubahan mekanik. Dixton lama sedang mengolah sistem Aktuator (penggerak) agar bisa berubah bentuk dan fungsi. Masih berjalan 30%," Jelas Poppy menyalakan sinar birunya.
Dixton mengerti. Di dimensinya juga ada robot semacam ini tapi tak bisa berubah menjadi bentuk lain. Benda ini masih dalam tahap pengujian.
"Dad! Daddy mau istirahat?" Tanya Bella turun dari gendongan Dixton.
"Iya. Kau harus istirahat," Tambah Jeslyne masih tak mau memandang Dixton terus terang.
"Mom! Tunjukan kamar daddy. Bella mau main sama Poppy!"
"Jangan jauh-jauh!" Peringat Jeslyne menatap kepergian Bella yang menarik bulu Poppy dengan tangan mungilnya.
Poppy pasrah bermain dengan Bella yang begitu periang dan heboh.
Tentu setelah kepergian Bella, Jeslyne dan Dixton bertambah sunyi. Dixton yang tak banyak bicara dan lebih tertarik mengamati seluk beluk rumah ini dan Jeslyne yang canggung mau mengatakan apa.
Langkah Dixton terhenti kala melihat sebuah lampu pijar yang panjang di atas plafon.
"Ada kamera di dalamnya!" Ujar Jeslyne seakan tahu arti tatapan datar Dixton.
"Dia punya ruang kerja?" Tanya Dixton tanpa menoleh pada Jeslyne.
"Dia?"
"Shitt!" Batin Dixton segera meralat.
"Ruang kerja-ku."
"O-oh. Di sini!"
Jeslyne berjalan lebih dulu membawa ransel berisi pakaian mereka ketika di rumah sakit. Dixton mengikuti langkah Jeslyne menapaki tangga ke lantai atas. Rumah ini memiliki 3 lantai dan lantai ketiga berisi tempat praktek Dixton sebelumnya.
"Disini ada tiga ruangan. Dua kamar dan satu ruang kerjamu!"
Jeslyne membuka pintu berwarna putih tulang itu. Dixton bisa melihat betapa rumitnya ruang kerja ini. Banyak komputer dan layar monitor yang terhubung dalam lilitan kabel rumit di belakangnya.
Tumpukan kertas di meja sudut juga menyita perhatian Dixton. Sepertinya ia harus banyak belajar.
"Sudah 2 bulan kau tak menyentuh komputer-mu. Kau seperti sangat merindukan sensasi pusingnya," Gumam Jeslyne tersenyum tipis membayangkan bagaimana sang suami sudah kecanduan dengan semua ini.
Dixton sempat terkesima dengan senyum tipis lembut di bibir pink soft milik Jeslyne. Bulu mata lentik wanita itu berkedip menoleh padanya.
Kala tatapan itu berbenturan, baik Dixton maupun Jeslyne saling membuang muka.
Jantung Jeslyne berpacu cepat. Ntah kenapa ia merasa asing dengan suaminya sendiri.
"Ada apa denganku?" Batin Jeslyne tak bisa mengerti akan perubahan aura Dixton.
"Dimana kamarnya?" Bersikap seolah tak merasakan apapun.
"A..ini!"
Jeslyne buru-buru menutup pintu ruang kerja itu lalu berjalan ke arah pintu yang tak jauh dari sini.
"Kau harus membersihkan diri lalu istirahat. Aku..akan memasak untuk makan malam."
"Hm."
Dixton masuk melewati Jeslyne. Ia masih mengamati seisi kamar terutama foto pernikahan mereka yang terpajang di dinding atas head board ranjang.
Wajah tampan Dixton yang tersenyum bahagia tampak sepadan dengan kecantikan Jeslyne di foto itu. Mereka pasangan serasi bahkan tak ada cela untuk menghujat.
Jaslyne membiarkan Dixton melihat-lihat. Ia pergi ke kamar mandi menyiapkan air dan handuk. Tak lupa ia juga Jeslyne mengeluarkan pakaian kotor dari ransel dan memasukannya ke dalam keranjang.
"Jika butuh sesuatu kau bisa panggil aku."
Dixton tak menjawab. Jeslyne mengambil handuk dan menyodorkannya ragu-ragu.
"Mandilah! Aku akan mengoleskan obat pada bahumu nanti."
"Tidak perlu," Tolak Dixton sekenanya.
Jeslyne tertegun. Dixton mengambil handuk di tangannya dan berlalu ke kamar mandi.
Jeslyne hanya menatap sendu pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Sakit rasanya melihat pria itu acuh tak acuh dan cenderung menjadikannya orang asing.
"Aku sangat mencintaimu," Gumam Jeslyne berkaca-kaca.
Biasanya Dixton akan menggoda atau merengek untuk mandi bersama. Tak bicara satu jam saja dengan dirinya, Dixton akan uring-uringan bahkan merajuk.
Jelsyne rindu suaminya yang dulu. Pria lembut penuh perhatian.
"Aku setia menunggumu kembali."
Jeslyne mengusap tetesan air mata di pipi mulusnya lalu menyiapkan pakaian ganti Dixton dan barulah ia turun ke bawah untuk memasak.
...
..
Poppy sudah kelelahan mengejar bola karet yang Bella lempar berulang kali. Bocah perempuan pemilik pipi gembul dan tubuh semok itu tak membiarkannya bernafas sedikit saja.
Sebagai seekor Anjing, Poppy harus mempertahankan bentuk pilihannya. Tetapi, Poppy hanyalah sebuah sistem dan mempunyai daya.
DAYA 40%
"Tuan! Saya akan menghilang karena tenaga saya sudah lemah! Tolong hentikan anak ini!"
Dixton yang baru selesai berpakaian mendengar keluhan Poppy.
"Tuan!"
"Kau selamatkan diri sendiri!" Acuh Dixton tak mau ambil pusing.
Poppy menjerit karena tenaganya terkuras habis. Bella tak hanya menyuruhnya berlari bolak balik tapi bocah gembul itu berlagak seperti pelatih profesional menyuruh Poppy meloncati pagar lalu berguling-guling.
Karena sudah selesai, Dixton keluar kamar. Aroma harum masakan Jeslyne merebak kemana-mana.
Bohong jika Dixton tak tergugah tapi Dixton lebih memilih ke ruang kerja yang tadi Jeslyne tunjukan.
Dengan jiwa pekerja keras dan kecerdasan yang tak perlu diragukan lagi. Dixton mempelajari pekerjaan dirinya yang dulu.
Ia memakai kacamata berteknologi mikro yang ada di atas meja. Dari kacamata itu Dixton bisa melihat rincian projek yang akan Dixton sebelumnya lakukan.
"Dia ingin membuat projek besar," Gumam Dixton melihat banyak lembaran visual di meja.
1 jam Dixton berusaha memahami pekerjaan ini. Ia akui sangat rumit dan memiliki resiko. Hanya saja, Dixton bukan pribadi yang mudah menyerah.
"Projek pertama, mesin peternak! Dia membuat robot pengembala dengan program matang. Hanya saja, ini belum rampung," Gumam Dixton memperbaiki tata letak kacamatanya melihat proyek pertama Dixton sebelumnya.
Ada sebuah buku catatan di laci meja. Dixton mengobrak-abrik semuanya dan membaca tulisan tangan pria itu.
Manik elang Dixton menajam seakan mengunci target. Ia menelaah semua tulisan dalam buku ini sampai ada beberapa poin penting yang Dixton sebelumnya tandai dengan pulpen merah.
*Proyek pertama gagal. Demi istri dan anakku, masa depan akan cerah.
Dixton mencabikan bibir malas membaca isi poin pertama. Tetapi, poin selanjutnya mengandung teka teki.
*Jika aku berhasil, Aku akan membawa mereka ke tempat yang lebih baik.
*Proyek ini hanya untuk istri dan anakku.
Dixton menghela nafas. Tulisan ini benar-benar membuat Dixton mual. Tetapi, anggap saja ia sedang memecahkan misi baru.
"Semua proyeknya belum berjalan 100%. Apa dia sengaja?" Gumam Dixton membolak-balikkan kertas itu.
Dixton tak menemukan penyebab kegagalan semua mesin yang dirancang seolah-olah Dixton sebelumnya memang tak berniat menyempurnakannya. Dia hanya selalu melakukannya sampai presentase 50 lalu dinyatakan gagal.
"Kau punya otak emas tapi sayang hatimu lemah," Gumam Dixton hampir pusing melihat banyak foto-foto Jeslyne dan Bella di dinding ruang kerja ini.
Dixton membuka komputer di sampingnya tapi sial, benda ini diberi sandi pelindung.
"Dixton!" Suara Jeslyne memanggilnya.
Dixton abai. Ia sangat penasaran kenapa proyek ini tak diselesaikan. Padahal dengan kecerdasan Dixton sebelumnya, dia bisa menyelesaikan banyak penemuan.
"Kau di dalam?" Mengetuk pintu ruang kerja.
Dixton mau mengumpati Jeslyne tapi ia dapat ide. Mungkin Jeslyne tahu sandi komputer ini.
Dilepaskan kacamata itu lalu segera membuka pintu ruangan. Tampaklah Jeslyne yang menatap ragu Dixton. Ia takut menganggu pria ini.
"M..Makanannya sudah siap."
"Apa sandi komputernya?" Tanya Dixton to the poin.
"Sandi?"
"Hm."
Jeslyne melihat ke dalam. Memang ada komputer yang masih menyala.
"Aku tak tahu."
"Aku serius," Tegas Dixton tak punya kesabaran lebih untuk menghadapi Jeslyne.
Melihat Dixton begitu memaksa, Jeslyne semakin gugup meremas jemari lentiknya.
"Aku benar-benar tak tahu. Kau biasanya tak pernah terbuka soal pekerjaan."
Ditatapnya intens wajah cantik Jeslyne sampai wanita itu gelisah. Berhadapan dengan Dixton yang sekarang memang tak baik untuk jantungnya.
"A..aku tak tahu. Kau tak pernah mengatakannya."
"Berarti kita tak dekat," Celetuk Dixton meragukan.
"Kita dekat. Tapi kau bukan pria yang suka membicarakan pekerjaan saat bersama kami. Aku-pun tak akan paham," Bantah Jeslyne walau dengan cicitan halus.
Dixton diam. Tatapan datarnya tak surut benar-benar membuat siapapun kehilangan rasa nyaman.
"Dari keluargaku. Apa mereka pernah datang?"
Jeslyne menggeleng masih dengan kepala tertunduk. Dia menjelma seperti kucing rumahan yang memang sangat pemalu dan penakut. Benar-benar bukan tipe Dixton.
"Tapi..biasanya kau akan keluar kota satu bulan sekali."
"Untuk?" Seperti mengintrogasi tawanannya.
Jangan lupakan hawa intimidasi Dixton. Ia biasa mengorek informasi dari musuh dengan cara seperti ini bahkan disertai kekerasan.
"Aku tak tahu. Kau hanya bilang, ingin menemui rekan lamamu."
Itu pertanyaan terakhir Dixton. Ia mematikan komputer lalu melewati Jeslyne untuk turun ke bawah. Jangankan menggandeng, melirik Jeslyne saja ia enggan dengan tangan masuk ke dalam saku celana.
Jeslyne benar-benar tak paham. Dixton amnesia tapi perilakunya sangat bertolak dengan karakter Dixton yang biasa.
"Aku harus berkonsultasi dengan dokter. Suamiku tak bisa seperti ini terus," Gumam Jeslyne mengusap keringat dingin di keningnya.
Satu ruangan dengan Dixton membuat ia sulit bernafas. Apalagi satu ranjang? Jeslyne tak bisa membayangkan betapa canggungnya dia nanti.
...
Vote and like sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
INdah🌹
252
2024-04-04
0
Rohana
semangat terus ka will
2024-03-06
0
Denzo_sian_alfoenzo
aq akn slalu sbr nunggu ending aja 😬😆
2024-02-15
0