Kelopak mata almond wanita itu perlahan terbuka. Manik violet yang begitu langka terlihat sedikit demi sedikit sampai membentuk galaksi keunguan yang sangat bening. Sungguh, warna mata ini bahkan tak ada tandingannya di seluruh dimensi.
"D..Di!" Lirih Jeslyne dengan samar-samar melihat tampilan wajah tampan tak berekspresi Dixton yang tengah duduk di tepi ranjang.
Di sisi pintu ada pria paruh baya memakai topi koboi tengah menggendong Bella yang tampak menangis sesenggukan.
Tatapan Jeslyne kembali memindai wajah sang suami. Bayangan kejadian Black mengamuk itu terngiang di kepala Jeslyne. Wanita itu berhambur memeluk Dixton dengan segala kecemasan dan rasa takut yang ada.
"Di! Aku takut. Jangan lakukan itu lagi!" Lemah Jeslyne mengeratkan dekapannya.
Dixton agak merinding mendengar panggilan mesra Jeslyne padanya. Mungkin karena Jeslyne selama ini tak berani dengan perubahan sikap Dixton maka ia tak berani memanggilnya dengan khusus seperti itu.
"Jangan melukai dirimu sendiri. Aku tak mau kau berakhir di rumah sakit. Aku mohon!"
Dixton tak membalas pelukan Jeslyne. Ia hanya diam seperti saat pertama kali wanita ini berhambur padanya.
"Jangan membuatku takut, Di!"
"Hm. Kau masih pusing?" Tanya Dixton mengalihkan pembicaraan.
Tangannya-pun perlahan mendorong bahu Jeslyne untuk kembali berbaring.
Melihat mommynya sudah sadar, Bella turun dari gendongan tuan Brens. Bocah cantik berurai air mata itu memanjat ranjang dengan berpegangan pada kaki Dixton yang masih menapak ke lantai.
"M..Mommy!"
"Baby!"
Bella memeluk dada Jeslyne. Suara tangisnya tertahan mengigit dada Jeslyne gamang. Seperti kebiasaannya ketika sedang kacau.
"Mommy Bella takut. Kenapa mommy tiba-tiba pingsan? Padahal daddy yang berkelahi dengan Black," polos Bella mengangkat kepalanya menatap wajah cantik Jeslyne yang tak lagi sepucat tadi.
"Maaf. Mommy hanya terlalu cemas. Jangan menangis."
Bella duduk di samping tubuh Jeslyne yang berbaring. Ia menatap uncle Brens lalu bergulir pada Dixton.
"Dad! Ajak bicara uncle Brens. Bella akan temani, Mommy!"
Dixton bangkit. Jeslyne menatap penuh terimakasih pada uncle Brens yang dijawab anggukan tipis oleh pria itu.
Sejujurnya uncle Brens masih bingung dengan Dixton. Saat ia datang tadi wajah Dixton tak sekalipun menunjukan ke ramahtamahan seperti biasa. Jadilah uncle Brens merasa sungkan apalagi kharisma Dixton sangat membuatnya segan.
Seperti sekarang, pria itu sudah berdiri berhadapan dengannya. Tak secuil-pun senyum hangat Dixton terlihat dari ketegasan pria itu.
Tak ingin uncle Brens tersinggung, Jeslyne segera bicara.
"Suamiku baru keluar rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan dan mengalami gangguan pada kepalanya. Suamiku melupakan semua yang terjadi sebelumnya."
"Hilang ingatan?" Tersentak kaget.
Jeslyne mengangguk. Terjawab sudah kebingungan uncle Brens.
"Astaga! Jadi kalian tak kembali selama 2 bulan itu karena kecelakaan?"
"Iya, uncle! Daddy tidur di rumah sakit," tambah Bella meyakinkan.
Uncle Brens menghela nafas.
"Dixton! Semoga ingatanmu kembali."
"Kau masih membeli kuda?" Tanya Dixton justru membahas hal lain. Pria ini benar-benar tak pandai berbasa-basi.
Jelsyne jadi tak enak pada uncle Brens.
"Yah. Apa kau ingin menjual kuda lagi?"
"Aku ingin membeli kuda betina!"
Uncle Brens terdiam. Sejak dulu Dixton tak pernah memelihara kuda betina. Tapi, kenapa sekarang ia tertarik?
"Tentu. Kuda seperti apa yang kau mau?"
"Hanya satu. Warna putih," jawab Dixton dengan jiwa bisnis terlihat jelas.
"Kau mau apakan kuda itu?"
"Aku rasa itu bukan urusanmu," tegas Dixton menyentil uncle Brens.
Jeslyne hanya memelas maaf kala Dixton tak merasa salah. Pria itu justru berlalu keluar kembali ke lantai atas ruang kerjanya.
"Maafkan suamiku. Dia memang sudah banyak berubah. Bahkan, dengan kami-pun dia seperti itu," segan Jeslyne.
"Tidak masalah. Aku mengerti. Jaga kesehatanmu dengan baik. Jika perlu sesuatu hubungi aku."
"Terimakasih!" ucap Jeslyne tulus.
Uncle Brens pergi keluar rumah. Sejenak ia berhenti di depan pintu menatap ke arah tangga tapi setelah itu ia menghela nafas dan pergi.
Karena merasa dirinya sudah lebih baik, Jeslyne duduk.
"Bella! Pergilah mandi dulu, ya?"
"Mom! Kapan daddy akan seperti dulu? Bella rindu daddy yang perhatian dan tak bersikap acuh pada kita," lirih Bella murung.
Saat Jeslyne pingsan tadi jangankan panik, secuil raut cemas saja tak Bella lihat di wajah Dixton. Dulu, melihat Jeslyne terbentur sedikit saja Dixton sampai cemas bukan main.
"Bella rindu daddy yang sangat memanjakan mommy dan Bella. Daddy yang memasak dan menggoda mommy bahkan kita tertawa bersama setiap hari."
"Bella!"
"Mom! Daddy seperti tak sayang kita lagi. Dia tak pernah mau Bella cium atau sebaliknya. Daddy sudah berubah jauh, Mom!" lirih Bella menundukkan wajahnya.
Jeslyne meringis sesak mendengar ucapan Bella. Ternyata perubahan Dixton membuat putrinya kesepian.
"Bella! Daddy-kan sedang sakit. Jadi kita maklumi, ya? Daddy pasti sangat menyayangi kita. Buktinya, daddy masih bicara dengan Bella." mengusap kepala Bella penuh kelembutan.
"Daddy bicara. Tapi singkat. Dia seperti malas."
"Jangan bicara begitu. Ketika daddy sembuh, nanti kita balas dendam, bagaimana?"
Setelah usaha dan belaian lembut Jeslyne, akhirnya Bella mengangguk tak lagi memikirkan tentang acuhnya Dixton.
Tanpa mereka sadari, Poppy yang tadi baru masuk setelah kepergian uncle Brens mendengar dialog keduanya.
Ada rasa iba dalam hati Poppy hanya saja, bukan misi Dixton untuk mencintai Jeslyne dan Bella. Pria itu hanya punya tugas melindungi anak istri Dixton sebelumnya dan merebut kembali kekuasaan keluarga Hermes.
"Tuan! Apa anda tak kasihan?"
"Kau mendapatkannya?" tanya Dixton justru membahas tentang misi Poppy yang Dixton suruh untuk memantau sekitar rumah apa ada kamera bajakan atau penyadap.
"Tentu. Saya sudah memindai seluruh sistem di rumah ini. Ada kamera tersembunyi di beberapa tempat dan itu bukan dari program Dixton sebelumnya. Tampaknya ada yang memata-matai kalian, Tuan!"
"Di bagian mana?"
"Area depan. Ruang tamu dan ruang kerja anda!"
"Kau bisa meretas keamanan komputer ini? Dia membuatnya sangat kuat."
"Saya ke atas, Tuan!"
Poppy segera menaiki tangga menuju ruang kerja Dixton. Anjing jantan berbulu lebat itu mendorong pintu ruangan hingga tampaklah Dixton yang berdiri di dekat meja kerjanya.
"Tuan!"
"Kau buat kamera itu eror sesaat," batin Dixton dengan isyarat mata mendukung.
Poppy siap. Cahaya biru sensor dari tubuhnya tak akan bisa dilihat siapapun kecuali Dixton. Pindaian sistem mulai menjalar. Tepat di area sudut plafon ada benda kecil yang berkedip merah tapi sangat halus nyaris tak terlihat. Dalam beberapa detik Poppy mematikan kamera itu.
"Selesai, Tuan!"
"Hm. Jadi, kemungkinan Dixton sebelumnya tak menyelesaikan beberapa projek ini adalah karena dia tahu, ada yang memantaunya. Tak ingin membuat mereka curiga, dia melakukan rancangan tapi tak sempurna," jelas Dixton mengambil kesimpulan.
"Bisa jadi, Tuan! Jika semua projek rancangannya berhasil, pasti orang perusahaan akan mengambilnya. Hal itu dapat membahayakan Jeslyne dan Bella."
"Mereka pasti sudah tahu jika aku sudah keluar rumah sakit dan mengalami gangguan ingatan," gumam Dixton memikirkan rencananya ke depan.
"Dixton sebelumnya tak punya jaringan yang kuat. Dia memang punya otak cerdas tetapi banyak musuh yang ingin menguasainya."
"Hm. Mereka akan datang kesini," tebak Dixton membaca langkah musuh.
Tebakan Dixton tak pernah salah. Pria itu memiliki insting yang kuat.
Dalam pengamatan Dixton, situasinya yang hilang ingatan akan membuat mereka mudah meracau benaknya. Dengan begitu, Dixton bisa dikendalikan. Licik, mereka akan melakukan apapun demi mempertahankan produktifitas perusahaan.
"Apa rencana anda kedepannya?"
"Semuanya akan jelas, besok," gumam Dixton menunggu kedatangan mereka. Biarlah Dixton pura-pura tak tahu apapun.
"Tapi, ada baiknya anda lebih melunak pada Bella dan Jeslyne, Tuan!"
Dixton menatap tajam Poppy yang tampak mulai gugup. Telinga anjing itu tertutup panik.
"M..Maksud saya.."
"Tugasku hanya melindungi mereka. Tidak lebih," tegas Dixton masih kukuh dengan pendiriannya.
"Benar. Tapi, mereka mulai tak nyaman dengan sikap Tuan. Ada baiknya Tuan sedikit melembut karena jangan sampai membuat hubungan Dixton dulu jadi berantakan dengan anak istrinya."
Dixton mendengus. Dimensi sistem ini membuat ia pusing.
"Apa tak cukup melindunginya?"
"Jika hubungan yang Dixton sebelumnya jaga dengan baik hancur, itu bisa mengganggu stabilitas portal dimensi anda. Syarat Tuan bisa pergi dari sini adalah menyelesaikan misi dan tak merubah tujuan Dixton sebelumnya."
...
...
..
Seperti biasa makan malam kembali terasa hening. Jika ada Bella, pasti akan ramai dengan celetukan manja dan cerewet bocah gembul itu. Hanya saja, Bella sudah tidur lebih awal karena lelah bermain dengan Poppy tadi sore.
Alhasil, tinggallah manusia es dan bidadari langit itu di meja makan.
Dixton fokus pada makanannya tanpa bicara sepatah-katapun. Sementara Jeslyne juga diam berusaha tetap makan walau sesekali melirik Dixton yang ada di kursi berhadapan dengannya.
Dixton tahu semua gerak-gerik Jeslyne walau ia tak memandang wanita itu. Benaknya sedang mempertimbangkan penjelasan Poppy tadi siang dan ia berat dengan itu.
"G..Gelasmu kosong! Biarkan aku mengisinya," pinta Jeslyne ragu-ragu.
Dixton berhenti mengunyah sesaat. Jeslyne kira Dixton tak suka dengan ucapan lancangnya tadi hingga wanita itu menunduk.
"Maaf."
"Tuangkan airnya!" pinta Dixton dengan suara masih begitu datar memerintah tapi cukup mengejutkan Jeslyne.
Mata cantik wanita itu berkedip bingung menatap gelas yang Dixton sodorkan padanya.
"Kau mendengar ku?" tanya Dixton menahan kesal kala Jeslyne jadi linglung.
"A..iya. Sebentar," jawab Jeslyne berdiri dan menuangkan air putih ke gelas yang Dixton pegang.
Pipi Jeslyne mudah sekali memerah. Setiap hatinya senang pasti rona indah itu akan muncul membuat Dixton sedikit oleng tapi ia tetap kembali pada dirinya.
"Kau tak pegal?" Tanya Dixton menaikan satu alisnya heran melihat Jeslyne masih berdiri dengan memegang teko air di tangannya.
Jeslyne malu. Ia meletakan benda itu dan kembali duduk. Perdana bagi Jeslyne mendapat perhatian Dixton.
"Lanjutkan makananmu!"
"Iya," jawab Jeslyne kembali makan.
Dixton masih berusaha bersikap lunak walau gayanya terkesan memerintah. Memang seperti itulah dirinya hingga Dixton sulit beradaptasi dengan karakter Dixton sebelumnya.
Setelah piringnya kosong, Jeslyne bangkit. Ia menyusun piring kotor di meja karena Dixton juga sudah selesai.
Tapi, yang membuat Jeslyne kembali heran, Dixton justru juga ikut membersihkan meja makan. Ia tak tahu kalau ketua Mafia itu sedang melawan egonya untuk segera keluar dari dimensi ini.
"Tidak perlu. Aku saja."
"Aku bisa," tegasnya menyusun mangkuk dan gelas segers membawanya ke arah dapur.
Tiba-tiba saja perasaan Jeslyne tak enak, ia menyusul Dixton dengan membawa piring dan gelasnya sendiri.
"Aku saja. Kau bisa istirahat lebih awal."
Meletakan piring di wastafel. Bukannya menurut Dixton justru keras kepala. Ia berlagak mau mencuci piring seperti manisnya Dixton yang dulu.
Tapi, baru saja ia mau mengusap piring itu dengan busa sabun, tangannya yang biasa memegang pistol dan pisau justru tak bisa beradaptasi.
" Biar aku saya yang.."
Busa itu membuat tangan Dixton licin dan akhirnya ..
Prankk..
Piring itu pecah berserakan di lantai. Jeslyne masih membuka mulutnya karena tak sempat menyelesaikan kalimat barusan.
"Mencucinya," sambung Jeslyne kembali tanpa sadar.
Dixton berdehem. Merasa tertantang karena tak bisa mencuci piring, ia mulai mengambil gelas.
"K..kau.."
Prankk..
Lagi-lagi pecah. Tangan kasar Dixton tak cocok sama sekali.
Karena tak puas dan begitu tersentil, pria itu kembali memulai tak peduli sudah berapa banyak barang gelas dan piring pecah karena ulahnya.
"Shitt!!" umpat Dixton melempar busa pencuci piring itu ke sembarang arah. Ia kesal karena tak berhasil.
Melihat bagaimana frustasinya Dixton, Jeslyne yang tadi terbengong akhirnya mengulum senyum. Ternyata Dixton punya sisi kekanak-kanakan juga.
"Apa yang lucu?" Tanya Dixton menggeram menatap tajam Jeslyne. Wanita itu menggeleng kembali melihat lantai yang kacau.
"Tak ada lucu di sini."
"Iya."
"Jangan tersenyum!" titah Dixton jengkel karena Jeslyne tak bisa menahan kerutan bibir manisnya.
Melihat dapur yang kacau dan Jeslyne tampak menahan geli, Dixton segera mengumpat dan mencuci tangannya lalu pergi.
Selepas kepergian Dixton, barulah Jeslyne melepaskan tawa kecil tertahan karena Dixton marah-marah tak jelas hanya karena tak bisa mencuci piring.
...
Vote and like sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ririn Santi
hah lucunya ketegangan mrk
2024-03-20
0
Rohana
ayoloh di nnti kamu yg bucin duluan tp ga tau juga sih kaya kulkas gitu
2024-03-06
0
Rafael Dika
jangan terlalu kaku Di....🤭
2024-01-29
1