#17
Papa Dika mengangguk. “Tunggu sebentar, Om akan menunjukkan sesuatu padamu.” Papa Dika berdiri kemudian memasuki sebuah ruangan, Pria yang hampir sebaya dengan kedua orang tuanya tersebut kembali ke ruang tamu dengan sebuah box.
Papa Dika mengeluarkan selembar foto, gambar tersebut memperlihatkan Mila diapit kedua orang tuanya dengan kostum Wisuda salah satu Universitas Negeri ternama di Kota Surabaya.
“Ini?” Daniel bertanya. karena pada tahun itu dia baru saja wisuda kelulusan SMU.
“Iyaa … saat itu Mila sarjana termuda dengan predikat Cumlaude,”
Papa Dika mengeluarkan sebuah album, Daniel yang masih terbayang-bayang foto Mila beberapa saat yang lalu, langsung menyambar album foto tersebut. Berkali kali ia mengucek matanya, laksana musafir yang menemukan kembali tempat tujuannya, begitulah perasaan Daniel saat ini, bahkan tanpa sadar air matanya berlinang.
“Om yakin kamu mengenalnya, karena 20 tahun yang lalu, Om sendiri yang menjemputnya di rumah kedua orang tuamu.”
Wajah Daniel sudah merah padam, bukan marah, tapi campur aduk, bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata, amarah yang tak tahu harus ia luapkan pada siapa, dan sesak yang kini menemukan obat penawarnya. Muara yang selama ini ia cari ada di hadapannya, rindu dan cinta memang tak bisa berbohong, ikatan yang telah terjalin sejak masa kanak-kanak telah menuntunnya kembali pada tempat yang seharusnya, cinta pertamanya, Nayara Kamila.
“Tapi Om … kenapa Mila … Eh maksud saya Naya tidak mengenali saya?” Tanya Daniel dengan bibir bergetar. Tak terbayangkan rasanya, setelah 20 tahun berlalu, akhirnya Daniel bisa menyebut dan menggaungkan nama Naya kembali.
“10 tahun yang lalu …
Flashback
Naya masih memeluk lengan Radika dan Miranti, wajahnya sumringah, bahagia, karena ia berhasil membanggakan keduanya, Om dan Tante yang sudah merawat dan mengasihinya sejak kedua orang tuanya meninggal. Dan kini lulus sebagai mahasiswi termuda dengan predikat Cumlaude, menjadi hadiah istimewa bagi Om dan Tantenya tersebut, serta untuk pertama kalinya Naya memanggil keduanya dengan sebutan Mama dan Papa.
Dengan menggunakan mobil, keluarga kecil tersebut pergi menuju sebuah rumah makan istimewa favorit ketiganya, letaknya memang di pinggir kota, karena mereka biasa berkunjung kesana ketika liburan saja. Tapi hari ini adalah hari istimewa, untuk itulah mereka mendatangi tempat tersebut, walau bukan hari libur.
“Pa … aku akan traktir Papa Mama, ketika aku dapat gaji pertama nanti.” ungkap Naya Bahagia, ia sudah membayangkan akan membahagiakan dua orang yang paling berjasa dalam hidupnya.
“Baiklah … apa boleh, Mama minta beli tas rajut baru, di butik langganan Mama?” Tanya Mama Miran, bermaksud menggoda saja.
“Boleh Ma … Naya akan belikan model terbaru, eh … bukan, tapi model eksklusif, pastinya tak dimiliki siapapun, termasuk Ibu Walikota Surabaya.” jawab Naya yakin.
Hahaha … derai tawa tersebut meramaikan perjalanan mereka.
Perjalanan melalui jalur bebas hambatan, suasana hari kerja membuat jalanan cukup lengang untuk dilalui kendaraan.
Sayangnya hari bahagia itu tak berlangsung lama, sebuah mobil sengaja mengintai dan mengikuti mereka sejak keluar dari pelataran Kampus tiga puluh menit yang lalu.
Mobil Van berwarna hitam itu melaju kencang mendahului mobil yang dikemudikan Papa Dika, dan tanpa aba-aba memotong jalan, bahkan sempat terjadi tabrakan kecil karena Papa Dika membanting stir ke kiri, hingga menabrak pembatas jalan.
4 orang pria sekaligus keluar dari mobil van tersebut, kemudian membuka paksa mobil Papa Dika, serta menyeret Naya.
“Papa … tolong!!” Seru Naya ketika tubuhnya ditarik paksa, hingga keluar dari mobil.
“Siapa kalian!?” Teriak Papa Dika. “Lepaskan putriku!”
Empat orang pria itu tak memberikan satu pun jawaban, gerakan mereka cepat, gesit, karena mereka orang-orang terlatih, bahkan membuat Papa Dika serta Mama Miran tak bisa berbuat apa-apa, karena tubuh mereka ditahan oleh dua orang bertubuh tegap.
“Nayaaaa … !!” Jerit Mama Miran ketika Naya dipaksa masuk ke dalam mobil Van.
Merasa misi mereka selesai, 2 orang pria yang semula menahan tubuh Papa Dika dan Mama Miran, kini melepaskannya begitu saja, dan bergegas kembali ke mobil.
Mobil Van kembali melaju kencang, Papa Dika pun kembali ke mobilnya, karena tak mungkin melakukan pengejaran sambil berlari.
Aksi kejar kejaran pun berlangsung sengit, tanpa sadar kedua mobil tersebut dibuntuti oleh mobil patroli Polisi, karena melihat kedua mobil itu melaju kencang di atas kecepatan diatas rata-rata.
“S1alaaaaann!!! ngapain polisi ikut-ikutan segala?” Umpat sang sopir ketika menyadari ada Polisi yang Membuntuti, bertambah berat pula tugasnya.
Keempat pria di dalam mobil Van tersebut baru saja tenang, karena sandera mereka sudah lemas dibawah pengaruh obat bius. Sejak memasuki mobil Naya terus berteriak, bahkan melakukan aksi perlawanan, walau tak seberapa, karena hanya tenaga seorang gadis yang belum genap berusia 20 tahun, tapi mereka sedang di dalam mobil, dan itu sangat merepotkan. Karena itulah, mereka pun membius Naya untuk mempermudah pekerjaan.
“Gadis ini sudah diam, bertambah lagi masalah!!!” Pekik salah satu dari 4 pria tersebut, “tak bisakah kita melaju lebih cepaaatt!!??” Perintahnya pada pria yang menguasai kemudi.
“Bren95ek … ini sudah kecepatan maksimal 9oblok, kutendang juga bac0t kau!!” Balas sang sopir.
Sopir tersebut tidak bohong, karena kini mobil sudah melaju kencang, dengan kecepatan 200 km/jam bahkan lebih, tapi dua mobil di belakang, membuat sang sopir semakin panik, mobil yang besar membuat manuver pun terbatas.
Sungguh situasi yang komplit, menculik orang, dikejar polisi, serta mobil yang tak lincah bergerak, bertambah kompleks jika misi ini gagal, mereka sudah membayangkan amukan mengerikan Profesor Hardiman.
Tikungan tajam menunggu, karen mobil melaju dengan kecepatan tinggi, maka sang sopir pun menginjak pedal rem, tapi keanehan terjadi, mobil tak juga berkurang kecepatannya justru semakin melaju kencang tak terkendali. Mobil melaju semakin kencang ke kiri dan ke kanan karena harus menghindari mobil yang melaju dari arah berlawanan.
Hingga di satu titik jalan mobil tak bisa lagi menghindari truk yang juga melaju dari arh berlawanan, keempat orang suruhan Profesor Hardiman semakin panik, mereka berteriak meminta pertolongan, tapi terlambat karena beberapa detik kemudian roda mobil turut berulah, membuat mobil semakin lepas kendali, berputar menerjang bahu jalan berguling beberapa kali hingga akhirnya berhenti.
.
Mama Miran dan Papa Dika berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit, di hadapan mereka para petugas medis sedang berjalan cepat membawa Naya ke ruang operasi, selamat dari kecelakan hebat beberapa menit yang lalu sungguh merupakan sebuah keajaiban, karena 4 pria yang menculiknya, tewas di tempat.
Tapi Naya mengalami banyak luka di sekujur tubuhnya, termasuk luka dalam akibat benturan, serta kerusakan beberapa syaraf tubuhnya. Hampir 10 jam Dokter berjuang di ruang operasi, namun setelah operasi berjalan lancar, Dokter dengan berat hati menyampaikan beberapa berita yang membuat sepasang pasutri tersebut nyaris pingsan di tempat.
“Berita baiknya adalah, operasi berjalan dengan lancar, kami berhasil mengeluarkan gumpalan darah di perut, memasang ven di kedua kaki pasien, serta menjahit luka terbuka di kepala pasien. berita buruknya adalah, pasien masih dalam keadaan kritis, serta harus diawasi selama 24 jam, karena dikhawatirkan kondisinya memburuk sewaktu waktu.” Tutur Dokter yang memimpin operasi.
Flashback end.
.
Daniel mengusap air mata yang membanjiri wajahnya, ia menatap foto wisuda Naya ia pandangi, gadis berkebaya biru muda tersebut, senyumnya sangat bahagia, hal yang wajar setelah pencapaiannya yang mengagumkan.
“Naya terbaring di ICU selama 1 minggu, selama itu pula kami tak bisa memejamkan mata dengan tenang. namun setelah satu minggu berlalu, kami masih harus menerima berita buruk. Naya kembali bangun satu minggu kemudian, rupanya benturan benturan tersebut, tak hanya melukai kepalanya, tapi juga menghilangkan semua memorinya, jadi wajar jika Naya sama sekali tak mengenalimu.”
“Lalu … kenapa Om juga mengganti nama panggilannya.”
Papa Dika menghela nafas. “Bukan hanya nama panggilannya yang kami ganti, kami bahkan membuat surat kematian palsu, untuk mengelabui orang-orang suruhan Hardiman, serta lebih muda menyembunyikan Naya.”
Kini Daniel menemukan jawabannya, kenapa selama ini ia tak pernah berhasil menemukan Naya, padahal Detektif yang bekerja untuknya adalah Detektif terbaik, bertanya tanya pada para tetangga di rumah lama mereka pun tak ada yang tahu, karena status rumah Papa Dika hanya mengontrak. Rupanya Naya hidup dengan identitas baru, dan tinggal jauh dari Ibu Kota Provinsi.
Ingin sekali Daniel kembali ke kamar Mila, namun ia tahan, karena rasa penasarannya belum juga terobati.
“Perlu waktu berbulan-bulan agar Naya bisa berjalan kembali seperti sedia kala, bahkan tak sekali dua kali ia marah dan frustasi karena usaha dan therapy nya tak membuahkan hasil, di tambah lagi ia kerap merasa sunyi karena kehilangan memori nya.”
“Pantas saja selama ini saya tak pernah berhasil menemukan Naya.”
Papa Dika terkejut, “Kamu … mencari Naya?”
Daniel mengangguk.
“Tapi kenapa? bukankah Naya hanya teman masa kecilmu?”
“Dulu memang iya, tapi semakin lama saya menyadari bahwa perasaan ini bukan hanya perasaan seorang teman, saya sangat mencintai Naya Om …”
Papa Dika tersenyum bahagia mendengar pernyataan Daniel. Mungkin kedua muda-mudi ini memang ditakdirkan saling mencintai satu sama lain, hingga Tuhan sengaja menjatuhkan Daniel di atap rumahnya.
Tiba-tiba Papa Dika teringat sesuatu, lalu kembali mencari cari sesuatu di dalam kotak, setelah menemukan yang ia cari, Papa Dika menyerahkan sebuah kalung berbandul lingkaran, Pria paruh baya itu membuka bandul tersebut. “bandul ini ditemukan dalam genggaman Naya ketika kecelakaan terjadi.”
Daniel tersenyum haru dalam tangisnya, “Apa anak dalam foto itu adalah kamu?” Tanya Papa Dika yang memang penasaran dengan foto bocah laki-laki yang berada di dalam bandul kalung tersebut.
Daniel mengangguk, matanya berkabut menatap foto masa kecilnya, bocah berpipi gembul menggemaskan yang menghuni bandul kalung Naya.
“Agaknya, Naya juga mencintaimu, karena ia selalu membawamu, membawa kalung itu di saat-saat bahagia nya, termasuk hari kecelakaan itu terjadi.”
“Izinkan Om bertanya padamu.”
“Silahkan Om.”
“Masihkah kamu bersedia menikahi putri kami, dari peristiwa hari ini, Om yakin, Hardiman akan kembali berulah, mencoba kembali menculik Naya, bahkan juga akan membahayakan nyawamu.”
.
.
“Bahkan saya tak keberatan, seandainya malam ini juga Om menikahkan kami.”
🤧dasar anak muda🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
nobita
Daniel: secepatnya saja om menikah kan kami... pencarian 20 tahun sangat lama...
2024-11-30
0
Dwi apri
nahkan, memang klo jodoh tak akan kemana niel...
2024-12-29
0
Sulis Tyawati
eciiiieeeeee,,,, Daniel bertemu cintanya
2025-01-08
0