4

#4

“Milaaa …” 

Terdengar sebuah panggilan dari lantai bawah. Tapi rupanya itu hanya kamuflase, karena sejak beberapa saat lalu ada yang mendengar pembicaraan mereka.

“SIAPA YANG BERANI NGINTIPIN KAMU??” 

Suara itu menggelegar laksana petir menyambar, Mila terdiam, sementara Daniel tak kalah terkejut, firasatnya mengatakan masalah ini akan berbuntut panjang.

Mila pun sama, gadis itu justru semakin mengeratkan jubah yang ia kenakan, bisa ma*ti berdiri jika sang Papa tahu apa yang baru saja terjadi.

Papa Dika Melotot menatap pemuda berpakaian serba ketat khas seorang atlet terjun payung, baru kemudian menatap kondisi atap rumah dan atap jemuran yang kondisinya mengenaskan.

“Maaf Om … saya tak sengaja, ini murni kecelakaan.” 

Papa Dika tak bisa berkata-kata jika memang ini kecelakaan, “Lalu anak saya kenapa?” lanjut Papa Dika kembali.

Daniel terdiam. 

Mila bukan hanya diam, ia ketakutan bahkan wajahnya lebih pucat.

“Mila kamu kenapa?” Tanya Mama Miran.

Mila kebingungan, apa iya harus cerita? sementara yang terjadi tadi, hal yang benar benar mempermalukan harkat martabatnya sebagai seorang wanita, terlebih dirinya seorang guru, tentu nilai moral sangat diutamakan.

“Kamu apakan anak kami?” tanya Papa Dika tegas.

Kini berganti Daniel yang terkesiap, menggaruk kepalanya yang tak gatal, karena ia sendiri bingung bagaimana cara menjelaskannya. Benar-benar pendaratan darurat berujung situasi sedikit panas, dan pasti mempermalukan salah satu pihak, terlebih dia seorang gadis.

“Mmmm …” Daniel menelan saliva nya, salah jawab bisa bisa ia dituduh melecehkan seorang gadis, “Itu tadi tak sengaja Om.”

“Gak sengaja ngintip?” tembak Papa Dika.

“Bukan ngintip Om, tapi …”

“Tapi apa?”

Mama Miran yang melihat gelagat mencurigakan mulai mengamati penampilan Mila.

Ada sobekan sepanjang 15 centi di bagian pundak Jubah tidur yang Mila kenakan, Mama Miran membawa Mila masuk kemudian menutup pintu, ia membuka paksa kedua tangan Mila yang masih terlipat di dada. Betapa terkejutnya Mama Miran melihat kondisi baju dalam Mila yang koyak, bahkan ada guratan merah memanjang di bagian tengah dadanya. 

“Dia melihatnya?” Tanya Mama Miran.

Mila terdiam. “Jawab, Mila ?!!” 

Bibir Mila gemetar, ia mulai ketakutan. “Jangan takut, kamu gak salah, pemuda itulah yang harus bertanggung jawab.” Pungkas Mama Miran, tanpa diberitahu pun ia sudah tahu apa yang terjadi, pastinya pemuda itu sudah melihat sebagian tubuh anak gadisnya.

“Apa Mah? Bertanggung jawab? tanggung jawab seperti apa yang Mama maksudkan?” Tanya Mila gugup. 

“Kamu tenang saja, itu urusan Mama dan Papa.”

Setelah merapikan kembali jubah tidur Mila, Mama Miran membuka pintu.

“Pa … Bawa pemuda ini masuk, dia harus bertanggung jawab menikahi putri kita.”

Bukan hanya Daniel yang terkejut, tapi Papa Dika pun tak kalah terkejut, tapi ia yakin istrinya pasti tak asal berbicara. 

“Masuk !!” perintah Papa Dika, membuat Daniel merasa menjadi pesakitan yang menanti sebuah putusan.

Tapi Daniel tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dengan keadaan, asal jangan lari dari kenyataan, itu bukan sifatnya, lagipula apa kata adik-adiknya nanti, jika tahu panutan mereka ternyata hanyalah seorang pengecut.

Dari belakang Daniel melihat Mama Miran menutupi tubuh Mila dengan selembar kain lebar, mereka menuju sebuah kamar, kemudian Mama Miran kembali keluar tanpa Mila.

Daniel melepas ransel dari punggungnya, agar ia leluasa bergerak, karena sejujurnya ia sendiri mulai tak nyaman dengan kostum yang ia kenakan. Akhirnya ia pun melepas jumpsuit yang ia kenakan, hanya bagian atas karena ia masih punya sopan santun menghargai pemilik rumah, sudahlah bertamu lewat jalur pendaratan darurat, bahkan melihat … Ah  sudahlah.

“Silahkan duduk.” 

“Terima kasih, Om.” Jawab Daniel santun. akhirnya tiba juga hari dimana ia duduk berhadapan dengan sesama pria, bahkan baru saja istri dari pria itu memintanya bertanggung jawab menikahi anak mereka, mungkin hari ini akan menjadi hari yang tak akan pernah ia lupakan. 

Setelah lari dari acara pertunangannya sendiri, kini justru ditodong agar bertanggung jawab pada seorang gadis, mungkinkah dirinya memang tak ditakdirkan berjodoh dengan Naya? 

“Buatkan minum dulu Ma … biar bagaimanapun kita harus tetap menghormati tamu.” Pinta Papa Dika. 

Tanpa Kata Mama Miran kembali berdiri, guna menuruti permintaan sang suami. 

Daniel menunduk di tempatnya, isi kepalanya ruwet serupa benang kusut, sibuk memikirkan apa yang akan dia jelaskan, gelisah tak terkatakan seperti duduk di kursi pesakitan.

Beberapa saat kemudian Mama Miran datang membawa nampan berisi teh hangat, beserta es batu di gelas terpisah. 

“Silahkan …” Papa Dika mempersilahkan Daniel menyesap teh hangat yang disajikan sang istri.

Setelah melayang terombang ambing di angkasa, Daniel merasa kerongkongannya terasa kering, maka tanpa Ragu ia menuang teh hangat nya kedalam gelas berisi es batu, setelah di aduk beberapa saat ia pun meminum nya, tenggorokannya kembali segar, dah dahaganya pun sirna.

“Jadi kapan kamu akan menghalalkan anak kami?” tanya Mama Miran tanpa basa-basi.

Uhuk … uhuk … 

Daniel yang tengah menelan air minumnya, mendadak tersedak mendengar pertanyaan Mama Miran, Papa Dika menyodorkan kotak tissue ke hadapan Daniel. “Terima kasih Om.” Ucap Daniel, setelah batuknya reda.

Sesudah tragedi tersedak wajah Daniel memerah, “Apa tante?”

“Gak usah pura-pura gak tahu,” timpal Mama Miran dengan nada ketus.

“Bukan saya mengelak tante, tapi saya memang tak merasa melakukan sesuatu yang salah, jika memang tadi terjadi ketidaknyamanan, saya mohon maaf.” 

“Ada Apa sih Ma?” tanya Papa Dika bijak, 

Mama Miran menatap suaminya, sungguh ia tak ingin mengumbar aib putrinya walaupun itu di depan suaminya, bahkan lelaki muda ini yang seharusnya mengajukan diri untuk bertanggung jawab.

“Laki-laki ini Pah …” Mama Miran terlihat kebingungan.

“Laki-laki ini kenapa?” tanya Papa Dika lagi, “Jangan berbelit belit Ma?” Imbuhnya tak sabar.

Tak kehabisan akal, Mama Miran pun membisikkan apa yang ingin dia sampaikan. terbelalak seketika wajah Papa Dika, wajahnya memerah, malu, tapi apa mungkin pemuda ini mau menikah hanya karena hal itu? 

“Ehemm … istri saya sudah menjelaskan duduk perkaranya, dan gak bisa tidak, kamu memang seharusnya menikahi Mila.” Senada dengan sang istri, Papa Dika pun akhirnya mendukung keinginan Mama Miran. 

“Tapi Om … saya gak “sentuh” dia loh,” Daniel menambahkan tanda kutip dalam kalimat nya. “Saya hanya tak sengaja melihatnya, itu pun karena tragedi.” Elak Daniel. 

“Alaaahhh alasan, karena kami buru buru datang kan? Kalau tidak, entah apa yang akan kamu lakukan pada Mila.” 

“Tenang Ma, kita selesaikan ini dengan kepala dingin.” Bujuk Papa Dika menenangkan sang istri yang mulai terbakar emosi, “kamu memang ‘Tidak Menyentuhnya’,” Papa Dika menambahkan tanda kutip di akhir kalimatnya. “Tapi kamu sudah melihatnya kan?”

Daniel mengangguk, “itu benar om dan …”

“Kalau dalam jual-beli, itu sama dengan menerima pembayaran di muka.” Papa Dika langsung melanjutkan kalimatnya, tanpa memberi Daniel kesempatan untuk bicara. 

Susah payah Daniel menelan ludah. “Itu tidak sengaja Om…” Imbuh Daniel lirih. 

“Bagimu mungkin sederhana, karena di luar sana melihat tubuh polos seorang wanita, bukan lagi hal tabu, sangat mudah bukan? tapi kami sebagai orang tua Mila, tak terima. Meskipun itu sebuah tragedi yang tak disengaja, karena anak kami adalah berlian berharga, yang tak bisa sembarangan di obral di pasar murah.” Jawaban yang tenang. 

Daniel memejamkan mata nya, sungguh telak pengandaian yang diungkapkan Papa Dika, jika sudah menyangkut tentang perempuan, Daniel pun tak bisa berbuat apa-apa. 

“Sejujurnya Om, saya juga bukan seorang durjana yang tega mempermainkan wanita, tapi pernikahan? Ini bukan sesuatu yang bisa diputuskan dengan mudah, banyak yang harus di pertimbangkan.” 

“Anak kami gadis baik-baik, jika itu yang ingin kamu ketahui, dia seorang guru SMU, kamu tahu kan, moral adalah modal utama yang harus dimiliki oleh seorang guru?.” 

Pria bernama lengkap Radika ini berbicara dengan tenang, walau tengah menahan malu luar biasa. 

“Bayangkan apa jadinya generasi penerus bangsa, jika gurunya bermoral rendah. Bagaimana pandangan masyarakat di luar sana jika mereka tahu Ibu Guru yang seharusnya mereka hormati, rupanya sebagian tubuhnya telah dilihat oleh lelaki asing. Lebih parahnya lagi lelaki itu menolak bertanggung jawab. Mungkinkah kelak Mila masih bisa menegakkan wajahnya dengan bangga?” 

Bagai ada batu besar menampar wajahnya, Daniel terdiam tak mampu lagi berkata-kata. Dirinya memang lulusan salah satu sekolah bergengsi di luar negeri, tapi apakah kedua orang tuanya masih bisa merasa bangga jika anak mereka tak memiliki moral? Bahkan lari dari tanggung jawab. 

Masih lekat dalam ingatannya, ketika ia menghajar adik kembarnya karena melecehkan seorang gadis, dan kini walau tak sampai ke tahap yang intim, tapi apa Daniel akan rela jika ada seorang pria menatap sebagian tubuh adik perempuannya? Bahkan mungkin ia akan bertindak lebih kejam dari pada Papa Dika saat ini. 

Terpopuler

Comments

Sulis Tyawati

Sulis Tyawati

tuh kan mila beneran naya

2025-01-08

0

Andri

Andri

emang jodoh mu bang

2025-03-13

0

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Ternyata beneran jodoh ga kemana 👍🤣

2024-08-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!