#9. (Revisi)
“Bang … Bapaknya Tia tuh tempramental, tukang mabuk lagi.”
Karena bisikan tersebut, disinilah Daniel berada kini, diatas motor berdua dengan si Ibu Guru cantik yang juga berstatus sebagai calon istrinya. Berjaga-jaga saja, barangkali terjadi sesuatu yang tak diinginkan seperti beberapa saat yang lalu di bengkel tambal ban, begitulah pemikiran Daniel.
Sudah 20 menit keduanya berada diatas motor, tubuh mereka berdekatan, tapi entah bagaimana dengan hati yang terlanjur diikat rasa terpaksa, bahkan terik matahari pun tak mempengaruhi keduanya. Satu satunya yang menjadi topik pembicaraan mereka adalah petunjuk arah yang harus Daniel ikuti, karena ia tak tahu dimanakah letak rumah milik siswi bernama Tia tersebut.
Hingga tibalah mereka di sebuah gang kecil, Mila harus jalan kaki untuk sampai ke rumah Tia, “tunggu saja di sini, mungkin sekitar satu jam aku berada di rumah Tia.”
“Satu jam katamu?”
“Iya, gak lama kan?”
“Lama lah !! kamu pikir aku pengangguran.” protes Daniel kesal, bahkan diam-diam ia pun mengumpati Jupri, namun dalam hati saja, apa bocah itu sengaja mengerjainya, padahal Daniel berniat memeriksa draft pekerjaan yang tadi Tara ikut sertakan di dalam ranselnya.
“Tahu gini mending Jupri aja tadi yang nganterin,” gumam Mila.
“Ya sudah, aku titipkan motor dulu.”
Mila pun mendatangi pemilik rumah yang ada tepat di depan gang.
“Sini parkir saja di dalam.” ujar ibu pemilik rumah, demi memastikan motor Mila aman, Daniel pun mengikuti instruksi tersebut, ia menuntun motor, kemudian memastikan motor berdiri aman dan tak menghalangi pintu keluar masuk.
“Eh … Mas nya ini siapa Bu?” tanya ibu tersebut, beliau adalah orang tua dari salah satu siswa Mila si dekolah.
Mila tersenyum canggung, sungguh lidahnya pun kelu, manakala hendak mengatakan pria yang mengantarnya adalah calon suaminya. “Ini … “
“Calon suami saya,” sambung Mila dengan suara lirih nyaris tak terdengar, tapi rupanya si ibu tersebut mendengar dengan jelas.
“Owalah calon suami toh, pake malu segala, nanti ibu kasih tahu siti kalo dia pulang kerja, pasti seneng kalau denger Bu Mila mau menikah,” seloroh si Ibu yang semakin membuat Mila gugup karena baru saja ia memperjelas statusnya sebagai calon istri dari pria yang kemarin mendarat darurat di atap rumahnya.
Tak ingin terlalu lama berbasa-basi, Mila pun pamit agar tugasnya segera berakhir.
Daniel hanya berjalan mengikuti kemana langkah kaki Mila, sepanjang perjalanan matanya, berkelana menatap pemandangan di sekitarnya.
“Assalaamualaikum … “ Mila mengucap salam ketika berdiri di sebuah bangunan sederhana yang kondisinya tak jauh berbeda dengan rumah-rumah yang ada di sekitarnya.
“Assalamualaikum … ” Mila kembali mengucap salamnya, namun tak ada sahutan dari dalam rumah.
“Ada orangnya gak?” tanya Daniel tak sabaran.
“Sabar sebentar kenapa sih … ” gerutu Mila.
“Buang-buang waktu kalau gak ada orang di rumah.” Balas Daniel ketika mendengar gerutuan Mila.
Walau Diam-diam Mila kesal dengan gerutuan Daniel, tapi ia juga merasa tak enak, karena membuat Daniel menunggu tanpa hasil.
“Nyari siapa bu?” sapa seseorang yang sedang lalu di depan rumah.
“Eh bu, saya mau cari Tia kalau bisa sama orang tuanya.”
“Ibu ini siapa?”
“Saya ibu gurunya Tia di sekolah.”
“Oh … belum dapat kabar dari Ibunya Tia?”
Mila mulai merasa ada sesuatu terjadi dengan anak didiknya tersebut. “Kabar apa ya bu, saya cuma tahu, kalau Tia sudah seminggu gak masuk sekolah.”
“Ya gimana mau masuk sekolah Bu, wong babak belur sampai di rawat di RSUD Kabupaten, gara-gara dipukuli bapaknya.”
Bagai mendengar petir di siang bolong, Mila membeku di tampatnya, selama ini ia sudah sering mendengar dari Jupri dan murid muridnya yang lain, jika Bapaknya Mila memang tempramental, tapi babak belur sampai masuk Puskesmas, sungguh jauh dari bayangan Mila.
“Trus sekarang Tia nya gimana?” tanya Mila yang mulai khawatir.
“Ayo kita datangi Tia ke RSUD,” pungkas Daniel, langsung menggenggam tangan MIla dan menariknya menjauh dari tempat tersebut, tak peduli jika mereka bahkan belum mengucapkan terima kasih.
“Lepaskan!!! Kenapa kamu ini? Aku blm berterima kasih pada ibu tadi!!” protes keras itu Mila lontarkan, karena tak bisa melawan kuatnya cekalan tangan Daniel.
Nafas Daniel naik turun tak beraturan, susah payah ia menahan agar emosinya tidak meledak. “Maaf, aku hanya terbawa emosi, jika kita tidak segera menjauh dari sana, aku takut akan berakhir dengan menghajar pria yang dengan tega menganiaya anaknya sendiri !!!” pekik Daniel geram, syukurlah mereka masih berada di tengah jalan, jika tidak, mungkin teriakannya akan terdengar orang lain selain Mila.
.
.
Mila terpekur di tepi jalan, beberapa saat lalu Mila meminta Daniel menghentikan motor, dan hingga kini disinilah mereka, mila duduk beralas rumput sementara Daniel berdiri diam menatap Mila yang membenamkan wajahnya di lutut.
Masih lekat dalam ingatannya ketika Ibunya Tia menceritakan awal mula kejadian naas yang menimpa Tia. Sore itu Bu Darmi baru pulang dari sawah, pekerjaannya adalah menjadi Buruh Tani, begitupun suaminya, bedanya uang hasil pekerjaan suaminya tak pernah terlihat hasilnya. Karena Pria itu suka mengkonsumsi Miras, sementara Bu Darmi pontang panting memenuhi kebutuhan keluarga.
Pertengkaran pasutri itu bermula ketika Pak Tejo meminta uang untuk membeli rokok di warung, tapi Bu Darmi menolak permintaan suaminya dengan dalih uang tersebut untuk membayar uang ujian Tia. Mendengar hal itu, murkalah Pak Tejo, pria itu reflek mengangkat tangannya tinggi-tinggi, namun belum sempat pukulannya mengenai tubuh sang istri, Tia telah lebih dulu memeluk erat tubuh ringkih Bu Darmi, hingga pukulan membabi buta itu mendarat di tubuh gadis belia tersebut.
“Mau sampai kapan kita disini?” Tanya Daniel, karena Hari sudah beranjak sore.
Beberapa saat menunggu, namun Mila masih menunduk, bahkan ia bersikap seakan akan tak mendengar perkataan Daniel, hingga Daniel pun pasrah, kemudian ikut bergabung duduk di sisi Mila.
“Haruskah kamu bersikap seakan-akan kamu yang jadi korban penganiayaan tersebut?” Tanya Daniel dengan suara rendah.
Perlahan Mila mengangkat wajahnya, tangisnya memang tak terdengar, tapi wajahnya kemerahan dan kedua matanya sembab.
“Bagimu mungkin ini hal sepele, tapi aku seorang Guru, murid-muridku sama seperti anak-anak kandungku, sedihnya mereka adalah kesedihanku, jika tubuh mereka yang terluka, hatiku yang pedih seperti di sayat sembilu. Tapi jika mereka tertawa lepas dan bahagia, maka aku merasa jadi Ibu yang paling bahagia di dunia.”
Deg
Daniel menelan ludahnya dengan susah payah, ini adalah pertama kalinya Daniel mendengar Mila berbicara dengan kalimat yang panjang. Tapi seketika memorinya diseret paksa kembali ke masa lalu.
Mata ini, kesedihan ini, bahkan rasa iba ini …
aaahh perasaan macam apa ini? kenapa disaat seperti ini Daniel justru merasa sedang berhadapan dengan Naya??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Sulis Tyawati
itu naya yg selama ini kamu cari daniel
2025-01-08
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Hati tak bisa dibohongi 😍
2024-08-09
0
ᴳᴿ🐅ᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀🏘⃝Aⁿᵘ𒈒⃟ʟʙᴄ
kok part ini pendek... hanya sekejap aku bacanya.🤧🤧🤧
2024-02-04
3