Bab 11. Olive

****************

kisah olive

Namaku olive, olive von Lingstar. Putri bungsu seorang duke dari kerajaan manusia. Meskipun begitu, diriku hanyalah anak haram dari sang duke dengan ibuku yang merupakan seorang pelayan. Namun, aku menikmati hidupku sampai usia 7 tahun.

Di hari ulang tahunku, tragedi itu terjadi. Ibuku meninggal karena keracunan. Aku tahu siapa pelakunya, aku tahu apa alasannya. Tapi, aku bahkan tidak berani untuk bertemu dengan kepala keluarga, apalagi memberi tahunya tentang siapa pelakunya.

Hari itu, aku memutuskan untuk diam, berharap Patriak keluarga segera menangkap pelakunya. Meskipun semua pemikiran itu hanyalah angan-anganku saja. Memangnya, Bagaimana mungkin patriak keluarga akan menghukum istri sahnya.

Sebulan berlalu, semua orang beraktivitas kembali seperti biasa, kabar kematian dari permaisuri ke 2 dengan cepat dilupakan oleh masyarakat, tak satupun dari mereka yang berani mempertanyakan tentang kematian ibuku.

Harapan terakhir yang ku genggam tinggallah keputusan ayah, keputusan yang menentukan apa penyelidikan akan diberhentikan atau tetap dilanjutkan.

32 hari setelah kematian ibuku, rapat keluarga diadakan. Ini adalah hari yang sangat penting bagiku, ini adalah panggung terakhir yang menjadi satu-satunya harapan terakhirku.

Dengan gaun berwarna biru tua aku membuka pintu ruangan tempat makan, masuk dengan langkah kaki elegan. Aku mengangkat kepalaku, melihat ke meja panjang yang berada tepat di hadapanku.

Disana, aku melihat putra pertama, kedua dan ketiga sudah duduk di kursi mereka masing-masing tanpa sekata katapun keluar dari mulut mereka.

"Duduklah."

Suara berat terdengar, membuat tubuhku serasa di timpa beban yang begitu berat dari atas. Aku memberi hormat ke arah sumber suara sebelum duduk dengan pelan.

Aku duduk di kursi paling jauh dari kepala keluarga. Aku tahu posisiku, aku tahu kedudukanku di tempat ini, sedikit kesalahan saja bisa membuatku di tendang keluar dari sini. Apalagi, ibuku sudah meninggal, aku tak punya lagi dinding yang bisa menahanku dari badai yang bisa datang kapan saja.

Suasana tempat ini sungguh sunyi. Tidak ada seorangpun di meja makan yang berani bicara apalagi makan. Penyebabnya tidak lain karena permaisuri belum datang dan mengisi tempat duduknya di samping kepala keluarga.

Setelah 5 menit berlalu tanpa sepatah katapun keluar dari mulut orang-orang di meja makan. Pintu terbuka, seorang wanita dengan gaun yang indah dan tubuh yang ideal berjalan masuk, Iris matanya bersinar terang dengan warna biru muda yang begitu menarik perhatian. Dia kemudian berjalan menuju tempatnya dan langsung duduk.

Dia adalah permaisuri keluarga Lingstar, Elisa Von Lingstar. Dia adalah salah satu dari 5 orang yang memegang peranan penting dalam industri perdagangan di dunia. Dengan kelebihan itu, dia berhasil memikat hati kepala keluarga.

"Semuanya sudah berkumpul. Sekarang makanlah." Ucap kepala keluarga dengan santai.

Dengan perkataan itu, kami mulai makan. 10 menit berlalu, semua orang kini sudah menghabiskan makanan di depan mereka, tak terkecuali diriku.

"Seperti yang ku katakan sebelumnya, hari ini akan diadakan rapat untuk memutuskan apa penyelidikan tentang kematian permaisuri ke 2 akan dilanjutkan atau diberhentikan. Jadi bagaimana menurut kalian." Tanya kepala keluarga.

Putra kedua mengangkat tangannya, dia saat ini berumur 20 tahun dan digadang-gadang akan menjadi penerus selanjutnya dari keluarga Lingstar. Dibandingkan dengan putra pertama yang tidak berbakat dalam pedang, putra kedua mempunyai bakat dalam pedang dan sihir.

Sehingga banyak viscount dan baron yang berada di pihaknya.

"Mohon ijin Kepala keluarga." Ujar putra kedua.

"Katakan."

"Saya rasa penyelidikan ini dihentikan saja."

"Apa!" putra pertama menyela.

"Dan alasannya?" Namun, kepala keluarga tidak menanggapi putra pertama dan menunjukkan minat pada apa yang ingin dikatakan putra kedua.

"Masalah kepercayaan. Kita saat ini telah melakukan pencarian selama sebulan penuh nonstop. Namun, tidak ada sedikitpun petunjuk tentang kematian permaisuri ke 2. Pihak lain yang mengetahui hal ini pasti akan memandang rendah keluarga Lingstar dan kepercayaan masyarakat ke keluarga kita pasti akan berkurang cukup banyak."

"Masuk akal. Jadi, apa kamu punya solusi untuk hal ini? untuk mengembalikan hal yang seharusnya tidak hilang?"

"Ya kepala keluarga, tapi ini hanyalah langkah awal yang bisa saya sampaikan."

"Dan, apa itu."

"Kambing hitam."

".... begitu ya, lalu siapa menurutmu yang bisa mengisi posisi kambing hitam ini."

"Jika kepala keluarga berkata demikian, maka saya akan berterus terang. Saya ingin posisi itu diisi oleh si pemangsa."

"Apa! apa kamu sudah gila?! dia adalah salah satu dari petualang tingkat 7. Membunuhnya hanya akan membuat guild petualang menjadi musuh kita!" Putra pertama kembali menyela.

Mendengar kata-kata dari saudaranya itu, putra kedua menatapnya dengan tatapan sinis lalu berkata dengan nada arogan.

"Ha?! ... lantas kenapa kalau mereka menjadi musuh kita. Apa kamu pikir keluarga kita cukup rendah untuk takut berurusan dengan sekolompok penjarah!"

Putra pertama dan putra kedua terus berdebat sedangkan aku dan putra ketiga cuma bisa diam mendengar mereka yang terus berseru. Sampai pada akhirnya kepala keluarga berbicara, membuat semua orang bungkam dengan sendirinya.

"Sudah cukup," Menoleh ke Elisa. "Lalu bagaimana denganmu."

"Hm? aku rasa aku setuju dengan putra kedua."

"Baiklah, rapat hari ini sudah berakhir kalian kembalilah ke kamar kalian."

"Baik ayah."

Putra kedua bangkit dari tempat duduknya dia menoleh sekilas ke arahku sebelum berjalan keluar dari ruangan.

'Olive, tunggulah sampai aku menjadi kepala keluarga. Aku akan memberi hukuman keras pada orang-orang yang membunuh ibumu baik itu putra pertama dan ibuku, Elisa.' Gumam putra kedua.

Aku kembali ke kamarku dengan air mata yang terus menetes dalam perjalanan.

"Hiks, hiks .... Kenapa kak...ak begitu jahat padaku?" Tubuhku terasa berat, aku jatuh duduk di lantai kamarku. "hiks ... kenapa? hiks.... Kenapa ibu harus pergi?! Kenapa?!....uwaaaa...!!."

Malam itu, aku menangis begitu kencang. Hujan deras membantuku menyembunyikan tangisanku yang begitu keras.

Tengah malam selanjutnya, aku pergi dari rumah. Keluar dari kota menuju hutan yang penuh dengan monster yang bisa memakan manusia hidup-hidup. Setelah masuk cukup jauh, suara lolongan serigala kudengar.

'Suara itu.... serigala wolf night! Aku harus lari.'

Aku berlari sekuat tenaga untuk menghindari mahluk itu. Serigala wolf night berbeda dengan mahluk lain di hutan ini. Serigala itu dibandingkan memakan mangsanya, mereka lebih memilih untuk menyiksa mangsa mereka hidup-hidup dan setelah mati, mereka baru memakannya.

'Lebih baik aku mati daripada menderita seumur hidupku.'

Dengan nafas yang mulai kacau, visiku menjadi buram. Kakiku tak sanggup lagi untuk lari dari mereka yang semakin dekat dibelakangku.

'Apa aku akan berakhir seperti ini?'

Wraarr!

Salah satu serigala melompat keluar dari semak-semak dan langsung mengigit bahuku. Aku terjatuh dengan pasrah karena kehabisan tenaga.

Mereka mulai merobek-robek pakaianku, mereka nampak berebut siapa yang lebih dulu akan menodaiku dan ketika visiku akan padam sepenuhnya, suara itu datang.

"Astaga gadis yang malang, tidurlah dan serahkan sisanya padaku."

Hari dimana aku pertama kali bertemu dengan pemilik panti asuhan yang ku anggap ibu keduaku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!