Alana dengan telaten menyuapi Agha semangkok carbonara pasta yang menjadi favorit pria itu. Beberapa pasang mata tampak iri melihat keromantisan mereka berdua. Andai mereka mengetahui bahwa sebenarnya kedua insan itu adalah pasangan pembantu dan majikan, bukan pasangan kekasih seperti dugaan mereka.
"Cukup, aku terlalu kenyang" Agha menolak suapan terakhir yang diberikan Alana. Perutnya mulai tak nyaman.
Tak lama berselang, mang Diman datang dengan banyak paper bag besar di tangannya. Alana menyapa pria itu dengan sopan.
"Mang Diman darimana?".
"Dia membeli beberapa benda pesanan ku" Agha segera menjawab pertanyaan itu. Ia tak ingin Mang Diman membocorkan rencananya. "Oh" Alana hanya menanggapi tipis dan tak ingin mengetahui lebih jauh.
"Cepat habiskan makanan mu, kita pulang sekarang" Agha menahan sesuatu yang tak nyaman di perutnya.
Wajah Agha tampak tegang. Ia mulai panik saat panggilan alam untuk buang air mulai semakin mendesak. Bagaimana ia melakukan hal privasi itu di tempat umum seperti ini, dengan kondisinya yang tak bisa tanpa bantuan orang lain.
Selama ini, urusan mandi dan membersihkan bagian pribadinya dilakukan oleh Ziya atau dokter Vero sang mami. Apa jadinya jika ia tak bisa menahan panggilan alam ini dan berakhir di mall ini. Perut Agha semakin mulas karena tegang berlebihan.
"A... lana" nada suara pria itu terdengar berat seolah menahan sesuatu. Keringat dingin mengalir deras di dahinya.
"Tolong bawa aku ke toilet sekarang" Agha benar benar sudah tak tahan.
Alana mencoba mencerna perintah majikannya itu, sejenak ia diam termenung.
"Hei Alana, bantu aku ke toilet sekarang" Agha setengah berteriak. Wajahnya merah seperti kepiting rebus karena menahan malu dan menahan mulas.
"Oh ok mas, eh tapi, tapi gimana... " sel sel di otak Alana baru terkoneksi. Ia mulai paham arah dan tujuannya sang majikan. Namun bagaimana ia melakukan tugasnya itu, bagaimana ia membantu Agha membersihkan diri?.
"Saya telpon mang Diman sebentar ya mas" Alana mencoba mencari solusi.
"Cepatlah, sudah tidak ada waktu, antarkan aku sekarang!" Agha mulai tantrum. Ia sudah setengah nyawa menahan panggilan alam di tubuhnya.
Alana segera berdiri dan mendorong kursi roda pria itu menuju toilet yang berada tak jauh dari tempat mereka saat ini. Sebuah toilet restoran yang hanya satu pintu dan tidak memisahkan antara laki laki atau perempuan.
Alana membungkukkan badan untuk membantu pria itu berdiri dengan bersandar di tubuhnya. Setelah mendudukkan pria itu dengan susah payah di closet duduk yang ada di tempat itu, mau tak mau Alana membantu Agha untuk membuka celana agar lebih leluasa menuntaskan hajatnya.
Tangan Alana gemetar karena menahan ketakutan yang berlebihan. Memori kelam di masa lalu muncul kembali di otaknya, berputar slide demi slide tanpa henti.
"Jangan, jangan" Alana seketika mundur. Ia belum menyelesaikan tugasnya dengan tuntas untuk membantu Agha membuka celana.
"Jangan, jangan ganggu saya" Alana berjongkok di sudut pintu. Ia menangis histeris dan terlihat sangat ketakutan.
Seketika rasa mulas yang dirasakan Agha tadi menghilang begitu melihat sikap Alana yang aneh.
"Alana, apa yang kau lakukan?" Agha mencoba menyadarkan Alana. Ia juga berusaha sekuat tenaga menahan bobot tubuhnya yang duduk tanpa bersandar di tempat buang hajat ini. Agha merasa seluruh tulang belulang nya kesakitan karena memaksakan diri dalam posisi tak nyaman.
"Tolong, tolong" Alana berteriak sangat histeris kali ini. Dalam ruangan kecil yang sempit ini Agha kebingungan menghadapi sikap Alana. Ia ingin menenangkan wanita itu namun dirinya sendiri sangat butuh bantuan.
"Dug.. dug.. dug" pintu toilet digedor dari luar. Sepertinya teriakan Alana telah menarik perhatian pengunjung restoran. Posisi Agha benar benar terancam saat ini. Ia bisa saja dituduh telah melakukan hal tak senonoh kepada Alana hingga membuat wanita itu histeris. Agha bersiap menjadi sasaran kemarahan orang dibalik pintu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments