"Lana, tunggu disini ya" dokter Vero mempersilahkan gadis manis yang dibawanya untuk menunggu di ruang tamu. Sementara wanita paruh baya itu masuk kedalam kamar untuk meletakkan tas dan mengganti pakaian dinasnya.
Saat menunggu, Alana mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia sangat gugup dan sedikit takut berada di ruangan besar ini sendirian. Foto foto keluarga dokter Vero yang terpajang di ruang tamu itu menjadi sasaran matanya untuk menghilangkan rasa gugup yang melanda.
"Anak bu dokter ada tiga orang ternyata" Alana bergumam sendiri sambil matanya terus berpindah mengamati foto lain yang terpajang.
"Suami bu dokter bule, bagaimana nanti aku berkomunikasi dengan beliau?" Alana kembali bergumam sendiri.
"Ehmm" sebuah suara deheman dari belakang mengejutkan Alana. Ia segera berbalik badan dan melihat siapa yang sedang berdiri mengawasinya.
"Kamu sedang apa?" suara seorang gadis menginterogasi Alana.
"Maaf kak, saya diminta dokter Vero menunggu beliau disini. Tadi saya hanya melihat foto foto keluarga beliau" Alana berusaha menjelaskan dengan gugup dan ketakutan. Ia terus menunduk tak berani menatap lawan bicaranya.
"Kamu Alana ya?" suara lembut yang menjadi lawan bicara Alana itu terdengar bersahabat dan tak mengintimidasi sama sekali.
"I.. iya kak, saya Alana" gadis itu bertambah gugup.
"Mami udah cerita tentang kamu. Akhirnya kita ketemu ya, aku senang jumpa kamu. Perkenalkan aku Ziya" gadis manis itu menyapa dengan ramah. Ia mengulurkan tangan sebagai tanda penyambutan.
Alana menerima uluran tangan itu dengan takjub. Tak menyangka hari pertamanya di tempat baru ini begitu lancar. Seseorang menyambut kehadirannya dengan hangat, ia merasa dihargai dengan tulus.
Tak berselang lama, seorang wanita yang nampak lebih tua dari dokter Vero muncul dari arah dalam dengan membawa nampan berisi minuman dan cemilan. Ia meletakkan nampan itu di meja dan mempersilahkan Alana untuk mencicipinya. Sementara ia bergegas kembali ke tempat dimana tadi ia muncul. Alana belum mengetahui situasi dan kondisi didalam rumah itu namun sebuah perlakuan manis kembali didapatkan Alana yang membuat hatinya tenang.
"Eh Ziya sudah jumpa Alana ya?" dokter Vero muncul dan bergabung dengan putrinya Ziya dan juga Alana.
Dokter yang masih cantik di usianya yang tak lagi muda itu telah berganti pakaian dengan lebih santai dan nyaman.
"Nanti Lana akan tinggal disini bareng kita ya nak, kamu gak keberatan kan?" dokter Vero kembali memastikan keputusan yang diambilnya disetujui oleh sang putri.
"Gak apa apa mami, aku malah senang akhirnya punya teman dirumah. Nanti aku kenalin kamu ke sahabat sahabat aku ya" Ziya sangat bersemangat dengan rencananya.
Alana merasakan haru merasuki hatinya. Keluarga ini begitu baik memperlakukan dirinya yang seorang mantan pasien rumah sakit jiwa.
.
.
Sore hari menjelang. Alana sudah bertemu dengan hampir separuh penghuni rumah ini. Ziyo adalah orang terakhir yang ditemuinya. Pria manis kembaran Ziya itu baru pulang sekolah saat hari sudah gelap. Sebelumnya dua orang lagi yang bekerja di rumah dokter Vero juga sudah berkenalan dengan Lana. Mereka adalah pak Jul yang bekerja sebagai sopir pribadi keluarga Spencer dan pak Diman yang bekerja sebagai pengurus tanaman di kebun bunga yang sangat indah di halaman depan rumah milik dokter Vero.
Sambutan hangat dari semua pekerja di rumah dokter Vero menambah ketenangan di hati Lana. Perlahan rasa cemas dan takutnya akan situasi pasca keluar dari rumah sakit menghilang. Ia bersiap menghadapi realita hidup selanjutnya. Seorang bayi kecil menanti ketangguhan hatinya untuk kuat menghadapi masa depan dan melupakan masa lalu yang kelam.
Sedikit nyeri di hati Lana kembali muncul saat mengingat bayi kecilnya yang kini diasuh oleh sang nenek di kampung. Ia terlalu kecil untuk dipisahkan dari ibu yang seharusnya mendekap penuh kehangatan. Bayi kecil itu bahkan tak merasakan nikmatnya menyusu langsung di tubuh sang ibu. Bayi itu langsung dipisahkan dari Lana saat pertama kali lahir. Orang orang di sekelilingnya takut kalau wanita stres seperti Lana akan menyakiti bayi tak berdosa itu.
Saat itu tidak ada yang mempercayai bahwa Lana mau menyayangi bayinya itu. Sekuat apapun Lana memohon untuk tidak dipisahkan dengan darah dagingnya tak ada arti di mata mereka. Bayi merah itu dibawa pergi menjauh ribuan kilometer jaraknya dari Lana. Hal inilah yang membuat kondisi psikologis Lana semakin drop dan berakhir dengan mendekam di rumah sakit jiwa selama enam bulan.
"Dek, nanti ibu jemput ya" rintihan kerinduan bergumam di hati Alana. Aura sendu di wajahnya langsung tampak, tak bisa disembunyikan. Dokter Vero menyadari perubahan emosi Alana. Ia sigap dengan segera merubah suasana. Karena jika dibiarkan berlarut Alana akan kembali terjerumus dalam kepanikan yang membuat jiwanya tak stabil.
"Ayo kita makan dulu, udah disiapkan sama si bibi" dokter Vero merangkul Alana dan membawanya ke ruang makan. Berbagai hidangan lezat menggugah selera telah tersaji di meja makan. Aroma lezat seketika mengusik selera, suasana hati wanita bertubuh kurus itu kembali membaik. Ia bersiap menyantap hidangan bersama keluarga terbaik yang pernah dimilikinya.
"Ayo sayang makan yang banyak, tambah lauknya" dokter Vero tak henti menyodorkan makanan ke piring Alana, begitu juga dengan Ziya, ia bersikap sama seperti sang ibu. Alana hanya mampu tersenyum tipis menghadapi sikap baik kedua pasangan ibu dan anak itu. Dalam relung hati terdalamnya ia sangat bersyukur dan berjanji untuk segera bangkit demi membalas kebaikan hati mereka selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Anita noer
saya baru menemukan storyx mba ....aq bca dan smngat ya buat lnjutin critax...
2024-04-05
0