"Mas, mas Agha" Alana sedikit mengguncang tubuh pria yang melongo itu. Ia segera menyodorkan gelas berisi minuman di tangannya untuk diminum oleh Agha.
Dengan lembut gadis itu membantu Agha duduk dan memegangi gelas ke bibir Agha agar dapat diminum dengan baik.
Alana tampak biasa saja melakukan semua itu, berbeda halnya dengan Agha. Berdekatan dengan wanita itu membuat Agha kepanasan. Memori Agha tentang seorang gadis di masa lalu yang ia telantarkan kembali muncul.
"Huk.. huk" Agha tersedak karena minumannya sendiri. Alana dengan cekatan segera membersihkan tumpahan minuman yang meleleh di bibir Agha. Tak ada ekspresi apapun di wajah Alana. Ia bagaikan robot yang telah di setting oleh pemiliknya untuk melakukan semua pekerjaan dengan sempurna tanpa kesalahan.
"Sudahlah, menjauh dari ku" Agha tak tahan. Ia merasakan nafasnya sesak berada dalam kondisi itu.
Alana berdiri sedikit menjauh dari Agha sambil membereskan gelas bekas minum anak majikannya itu. Lagi lagi ia tanpa ekspresi saat Agha membentak dan memperlakukannya kasar.
Jiwa Agha yang emosional dan meluap luap kembali membuat masalah. Ia membentak seseorang yang sama sekali tidak bersalah dan sangat baik kepadanya. Sorot mata Agha menatap sayu kearah Alana. Selalu muncul penyesalan setiap kali wanita itu dibentak.
Suasana hening seketika. Alana memilih duduk di sofa yang berada tak jauh dari ranjang Agha. Agha merasa terusik ingin tahu apa yang sedang dilakukan wanita itu. Ia tampak sedang menulis sesuatu dengan serius.
"Arghhh" Agha kembali berteriak karena kali ini leher nya yang kesakitan akibat memaksakan diri melihat kegiatan Alana di sofa.
"Sebentar mas, saya panggil dokter jaga" Alana berkata dari jarak jauh. Ia tak mendekat ke arah Agha. Namun ekspresinya lagi lagi tak bisa ditebak. Entah ia marah atau tidak kepada Agha.
Dengan segera Alana berlari ke luar dan kembali dengan seorang dokter laki laki. Dokter jaga di rumah sakit itu. Ia langsung menangani Agha yang kesakitan di bagian leher dengan memberi sebuah injeksi obat penghilang nyeri dosis tinggi.
Perlahan rasa nyeri Agha menghilang. Dokter kembali ke tempatnya, begitu juga dengan Alana. Wanita itu kembali duduk di sofa dan sibuk dengan buku dan pena nya.
Agha berusaha memejamkan mata untuk menghilangkan beban rasa bersalahnya. Ia tak berani memanggil wanita penjaganya itu.
"Assalamualaikum" sebuah ucapan salam datang di saat yang tepat, memecahkan kesunyian ruangan rawat itu. Ziya muncul dari balik pintu.
"Hallo Alana" Ziya dengan ceria menyapa wanita yang sedang duduk di sofa itu.
Sebuah senyum nampak dipaksakan oleh Alana. Dan ujung matanya yang basah. Agha melihat hal kecil itu. Hatinya semakin tak karuan.
"Sore ini sampai nanti malam aku yang gantian jaga mas Agha. Kamu ada ketemu dokter kan hari ini?" Ziya keceplosan menanyakan sesuatu kepada Alana. Agha mendengar semua itu.
"Baik kak Ziya, saya segera kesana" Alana mengemasi alat tulisnya dan pamit kepada Ziya tanpa menoleh sedikitpun kepada Agha.
"Lana, yakin udah benar benar sehat" Ziya memastikan kondisi Alana.
Sementara Agha bertanya tanya penasaran dengan apa yang sedang dibahas dua wanita itu.
"Ia kak, kali ini pasti berhasil" Alana tampak kembali bersemangat.
"Ya sudah, pergilah udah ditungguin" Ziya memberi isyarat menunjuk ke arah luar dengan mulutnya.
Alana segera melangkah dan berlalu dari ruangan itu.
"Hai mas, apa sudah lebih baik?" Ziya menyapa kakak sulung nya yang masih terbaring kaku di ranjang.
"Tidak lebih buruk" pria itu menjawab sarkas.
"Kenapa kamu yang kesini?, biasanya kalau mami gak bisa datang Alana akan tetap disini" Agha mulai mencari informasi.
"Mami minta aku gantiin Lana. Karena dia hari ini mau donor darah buat mas Agha" dengan santai Ziya memberi informasi.
"Bukan kah kemarin waktu di UGD sudah?" Agha kebingungan.
"Belum mas. Waktu itu kondisi Lana belum memungkinkan karena tekanan darahnya rendah" Ziya menjelaskan.
"Dokter bilang, salah satu cara mengurangi pengaruh racun di dalam darah mas Agha adalah dengan melakukan proses pencucian lambung. Proses ini butuh lebih banyak suplai darah. Tapi masalahnya adalah, mas Agha punya golongan darah yang langka karena ikut garis keturunan dari papi. Aku, Ziyo dan mami tidak bisa mendonorkan darah ke mas Agha, gak cocok. Mami nyaris putus asa mas.
Eh Alana memberitahukan sebuah informasi yang membuat kita semua lega. Dia kasih tau kalau golongan darah yang lagi kita cari sama dengan miliknya dan Lana bersedia mendonorkannya" Ziya menjelaskan panjang lebar apa yang diketahuinya.
Dia baik banget mas, ia bahkan menolak uang yang diberikan mami sebagai ucapan terima kasih. Dia bilang melakukan dengan ikhlas. Padahal kan mas Agha udah jahat sama dia" Alana menyindir kakaknya yang kejam itu.
"Kalau aku ada di posisi Lana, ih ogah" Ziya begitu ceplas ceplos.
"Deggg" sudut hati Agha kembali dicubit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments