"Lana kemarilah" dokter Vero memanggil Alana yang sedang berada di taman bunga di belakang rumah.
Saat ini sudah malam hari. Seluruh keluarga telah berkumpul di meja makan. Alana telah menyiapkan semua yang dibutuhkan penghuni rumah itu, maka waktu untuk beristirahat dipergunakannya untuk menghirup udara segar di taman bunga ini.
Alana segera bergegas masuk ke dalam rumah mengikuti langkah dokter Vero. Sepertinya ada sesuatu hal yang penting yang akan disampaikan.
Nyali gadis kurus itu menciut seketika saat ia menemukan seseorang di meja makan. Orang yang sama yang membentaknya tadi siang.
Saat menyiapkan makan tadi pria itu tak nampak, tapi sekarang ia duduk dengan acuh sambil menyantap makanan di depannya. Ia tak melihat ke arah Alana sama sekali, dan itu sangat disyukuri oleh Alana.
"Mas Agha, ini namanya Alana, ia yang sekarang menggantikan bibi disini" dokter Vero memperkenalkan Lana ke putra sulung nya.
"Duduk sini nak" dengan lembut dokter Vero menyuruh Alana ikut bergabung di meja makan.
"Mami mengganti bibi dengan anak kecil kurus ini?, mempekerjakan anak dibawah umur?" suara Agha bernada protes. Alana terdiam mematung di posisinya berdiri. Permintaan dokter Vero yang menyuruhnya duduk tak mampu dilakukan.
"Hei kok ngomong nya begitu nak, jangan mengejek fisik orang lain" dokter Vero menegur putra sulungnya.
"Hei kurus, coba masak lebih enak lain kali kalau mau bertahan lama kerja di rumah ini" Agha yang tak mendengar ucapan sang mami tiba tiba berdiri dan berjalan mendekat ke arah Alana. Sebuah tatapan tajam menutup pembicaraan mereka. Agha berlalu pergi meninggalkan semua orang di ruangan itu.
"Maafkan Agha ya nak, ia hanya belum mengenal kamu dan tak menerima kepergian bibi, perlahan sikapnya akan melunak, Lana bersabar ya" dokter Vero merangkul pundak Alana yang masih mematung di posisinya.
"Obatnya yang malam udah diminum belum?" Ziya ikut bergabung mendekati mami dan Alana. Ia merasa kasihan kepada sahabat barunya itu. Apa yang dilakukan Agha sang kakak memang kelewatan. Sangat kasar dan tak sopan.
"Iya sebentar lagi mau diminum" Alana memaksakan senyum di bibirnya. Meskipun ia tak mengerti mengapa putra sulung dokter Vero terus membentaknya tapi sikap dan kebaikan anggota keluarga yang lain memberinya ketenangan.
"Kuat Lana, jangan lemah dan cengeng" Alana menyemangati dirinya sendiri di dalam hati. Ia sadar bahwa inilah realita hidup sebenarnya. Ia tak akan bisa bertahan di dunia yang keras ini kalau terus lemah dan tak kuat mental. Wajah mungil bayi tak berdosa yang ada di pangkuan sang nenek menjadi penyemangat Alana. Ia bisa, pasti bisa.
"Nanti kita cerita di kamar ku ya, ada kejadian lucu di sekolah tadi" Ziya tak henti menghibur Alana.
"Saya beresin dulu ya" Alana menunjuk meja makan yang penuh sisa makanan.
"Mau aku bantuin?" Ziya menawarkan diri. Sementara dokter Vero hanya bisa tersenyum melihat interaksi dua anak gadis kesayangannya itu.
"Gak usah, kak Ziya tunggu di kamar aja ya, bu dokter juga ya, biar Lana bersihkan dulu ini semua" dengan sopan Alana meminta waktu untuk melaksanakan tugasnya.
"Ok deh, jangan lama lama ya" Ziya dan maminya beranjak dari ruangan itu dan meninggalkan Lana sendiri untuk menyelesaikan tugasnya.
"Ayo Lana, semangat semangat" gadis kurus itu bergumam sendiri di depan tumpukan piring dan gelas kotor. Ia menyingsingkan lengan baju keatas agar lebih mudah bekerja.
Tanpa Lana sadari, sepasang mata sedang mengawasi dan melihat kelakuan anehnya. Senyum tipis tersungging tanpa disadari oleh si pengawas itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments