Agha terbangun di pagi buta karena tenggorokannya kering. Ia melihat jam di dinding kamarnya, masih sangat dini. Pukul empat pagi, bahkan ayam pun belum mau berkokok untuk memulai hari.
Pemuda tampan itu menggeliat untuk mengendorkan otot yang tegang. Dengan malas ia bangkit dan berjalan menuju dapur.
"Gubrakk" malang sekejap mata. Agha terpeleset di depan pintu dapur yang menjadi tujuannya. Karena masih mengantuk dan setengah sadar ia tak seimbang berjalan dengan kondisi lantai licin karena baru saja di pel.
"Maaf mas, mari saya bantu berdiri" Alana yang berdiri tak jauh dari tempat Agha jatuh segera mengejarnya untuk memberi bantuan.
"Apa yang kau lakukan malam malam begini, dasar bodoh" Agha mengumpat gadis itu dengan kasar.
Alana yang merasa dirinya memang bersalah hanya mampu diam tak berkutik. Sungguh cara yang buruk untuk memulai hari. Satu satunya penghuni rumah galak yang paling dihindarinya dari kemarin ternyata berkonflik dengan dirinya pagi ini.
"Saya bantu berdiri mas" Alana kembali menawarkan bantuan.
Posisi Agha yang jatuh dalam posisi tertelungkup membuat benturan di kepala cukup keras. Sebuah tanda memar kebiruan membekas di jidatnya. Ini membuat Agha sedikit pusing hingga mau tak mau ia pasrah menerima bantuan dari Alana.
Agha tak bisa berjalan dengan normal, sepertinya sebuah urat di kakinya berada di posisi yang tak benar. Gadis manis itu menuntun Agha masuk kedalam kamar dengan sangat berhati hati. Ia tak menyadari bahwa naluri kelaki lakian Agha terusik karena posisi mereka yang tak berjarak. Terlebih lagi pakaian yang dipakai Alana. Gadis itu memakai daster panjang dengan bahan menyatu dengan kulit hingga terasa sangat lembut menyentuh kulit Agha.
"Sudahlah, keluar dari kamarku" Agha mengusir Alana setelah menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan kasar.
"Saya minta maaf ya mas, saya tidak bermaksud mencelakai anda. Saya memang mulai melakukan pekerjaan bersih bersih jam segini, saat semua penghuni rumah masih tidur. Biar masih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan lain siang harinya" Alana berusaha menjelaskan apa yang terjadi.
"Siapa yang minta penjelasan mu?, ternyata selain bodoh, telinga mu juga tak mendengar ya dari tadi saya meminta mu keluar dari sini" Agha kembali menghina dengan kalimat yang membuat telinga panas.
"Makanya jangan terlalu kurus, asupan gizi ke otak mu gak ada, makanya gak bisa mikir yang benar" Agha masih terus meluapkan emosinya kepada Lana.
"Apa bedanya kau dengan pasien pasien mami yang sakit jiwa itu, bodoh dan tak punya akal" ucapan Agha kali ini kelewat batas.
"Deg" kalimat itu bak pisau tajam yang langsung tembus ke dalam jantung Alana. Gadis yang tadinya diam menunduk menerima kemarahan dari sang majikan, kini mengangkat kepalanya dan melawan.
"Benar gak ada bedanya tuan, saya bagian dari mereka, orang sakit jiwa" sebuah kalimat bernada getir keluar dari mulut sang pembantu rendah. Alana segera pergi meninggalkan kamar itu. Sementara Agha terkejut dengan reaksi Alana. Ia tersadar bahwa mulut busuknya sudah sangat keterlaluan kali ini.
Dengan sedikit menyeret kakinya yang sakit, Agha mengintip dari jendela kamar yang menghadap ke ruangan dapur. Disitu dengan jelas Agha melihat Lana kembali melanjutkan pekerjaannya mengepel lantai. Gadis itu melakukan dengan menangis dan sesekali menyeka air matanya dengan lengan baju. Sebersit rasa iba dan penyesalan untuk pertama kalinya dirasakan oleh Agha.
.
.
Pagi menjelang.
"Tok.. tok" pintu kamar Agha diketuk dari luar oleh seseorang. Tak berselang lama, dokter Vero muncul dari balik pintu dengan membawa nampan berisi makanan untuk sarapan Agha.
"Mami boleh masuk?" dokter Vero menyapa putra kesayangannya.
"Tentu mi, masuklah" pemuda tampan itu menyambut dengan hangat.
"Apa yang terjadi tadi pagi?" dokter Vero memulai pembicaraan.
"Anak kecil itu gak cerita ke mami?" Agha menunjukkan wajah menyelidik.
"Dia cerita, mami sudah dengar versi dia, sekarang versi kamu" dokter Vero berusaha bijak untuk mendengar dari kedua belah pihak.
"Pembantu kecil mami itu tak layak lah untuk dipekerjakan. Kerjaan dia gak beres, masa mengepel lantai sampai becek gak kering gitu. Gara gara dia aku kepleset" Agha kembali terpancing untuk meluapkan emosinya.
Dokter Vero hanya bereaksi mengangguk angguk mendengar cerita dari sang putra. Dan setelah itu mulai menjelaskan kesimpulan dari apa yang telah didengarnya dari kedua sisi.
"Mami minta maaf ya nak, telah membawa Lana kerumah ini. Ada beberapa hal yang mau mami beritahukan kepada kamu, yang pertama adalah, Lana itu bukan gadis kecil seperti perkiraan mu. Tubuhnya memang mini, tapi penderitaan yang telah dialaminya sangatlah besar. Ia sudah dewasa, umurnya sekarang sembilan belas tahun dan telah mempunyai seorang anak" dokter Vero mulai bercerita dan sengaja berhenti sebentar untuk melihat reaksi Agha.
Ekspresi kaget tak bisa dihindari dari wajah Agha. Ia tak menyangka gadis yang dibully nya sejak awal datang dari Jerman itu telah mempunyai seorang anak.
"Fakta yang kedua adalah, Alana adalah mantan pasien mami, tekanan batin yang tak sanggup diangkat membuatnya kehilangan akal dan bertemu dengan mami sebagai dokter jiwa untuknya" dokter Vero menjelaskan kembali.
"Oh shittt" Agha mengumpati dirinya sendiri. Ternyata ucapannya tadi pagi hingga membuat Alana menangis adalah fakta sebenarnya. Penyesalan Agha semakin menjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Anita noer
tuh kn nyesel....mkax jgn kasar tuh mulutmu mas agha
2024-04-05
0