Satu minggu telah berlalu. Alana telah menyatu dengan keluarga dokter Vero. Ia bekerja di rumah dokter itu sebagai asisten rumah tangga. Secara kebetulan, bibi yang sebelumnya telah bekerja di keluarga itu selama puluhan tahun mengundurkan diri dan meminta kembali ke kampung halaman untuk berkumpul dengan anak dan cucunya. Dokter Vero berusaha mempertahankan sang asisten rumah tangga senior itu, namun sebuah keputusan telah bulat diputuskan. Perpisahan mengharu biru tak dapat dihindari.
"Bi, mas Agha pasti sedih kalau tahu bibi udah gak kerja disini lagi" Ziya mengingatkan kemungkinan yang akan terjadi.
Agha sang putra sulung memang sangat dekat dengan bibi pengasuhnya itu. Dulu saat kecil bibi lah yang merawat Agha dikarenakan kesibukan kedua orang tuanya. Agha tak pernah sekalipun membantah dan berbuat kasar kepada wanita paruh baya yang dianggap sebagai nenek itu. Bahkan sampai dewasa pun, Agha selalu mengirim langsung dari rekening pribadinya uang bulanan khusus untuk sang pengasuh bijak itu. Uang itulah yang kemudian digunakan bibi untuk membeli kebutuhan pribadi tanpa mengganggu gaji bulanan yang telah ditentukan oleh dokter Vero.
"Sampaikan salam buat mas Agha ya neng. Bibi mohon maaf tak bisa menepati janji untuk selalu berada di rumah ini sampai mas Agha menikah nanti" bibi berkata kepada Ziya dengan suara bergetar menahan tangis.
"Sampaikan juga ucapan terimakasih dari bibi, selama ini mas Agha sangat membantu hidup bibi dan anak anak" wanita paruh baya itu menambahkan.
"Bibi pamit ya" wanita yang berumur lebih dari setengah abad itu memeluk satu persatu penghuni rumah yang mengantarkan kepergiannya. Tak terkecuali Lana sang penghuni baru. "Keluarga ini semua orang baik, yang betah yo nduk" Bibi memberi nasihat terakhir kepada Lana sebelum menaiki mobil travel yang akan mengantarkan nya ke kampung halaman. Lambaian tangan menjadi salam perpisahan terakhir sebelum wanita itu benar benar hilang di ujung jalan.
Semua penghuni rumah kembali kedalam dan melanjutkan aktivitas nya masing masing meski dalam keadaan hati yang masih diliputi kesedihan. , begitu pun dengan Lana. Sekarang semua urusan rumah tangga menjadi tanggung jawab seutuhnya. Pekerjaan yang awalnya dibagi dua dengan bibi sekarang diambil alih oleh Lana secara langsung. Gadis itu semakin sibuk, namun ia melakukan semua dengan happy dan semangat. Perlakuan manis para penghuni rumah membuat semangat tersendiri baginya. Hidupnya kini terasa lebih berguna sebagai manusia.
.
.
"Dek, lagi ngapain kamu sekarang?, ibu pengen banget peluk kamu" sekelibat rindu kembali mengusik batin Lana yang tengah beristirahat siang di kamarnya.
Tak disadari setetes bulir bening mengalir di pipi tanpa polesannya.
"Huftt, aku harus menyibukkan diri, selalu begini kalau lagi diam gak ada kerjaan" Lana bermonolog sendiri. Ia tak menyukai perasaan sedih yang tiba tiba menyerang. Inilah salah satu sebab Lana selalu membuat dirinya terus bekerja dan lelah, agar tak sempat memikirkan hal hal yang merusak kebahagiaannya.
Lana segera bergegas ke arah ruangan laundry di belakang rumah. Ia memilih untuk merapikan beberapa pakaian yang dijemur tadi pagi. Hal ini akan sangat membantunya untuk menghilangkan pikiran pikiran negatif. Healing bagi seorang Alana mantan pasien rumah sakit jiwa yang malang.
"Bughhh".. karena terburu buru gadis itu menabrak seseorang yang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Siapa orang ini?" Alana tak berani bertatapan langsung dengan sosok pria bertubuh tinggi besar di hadapannya.
"Ishhh" pria yang masih berdiri berhadapan dengan Lana itu mendengus kesal sambil mengibaskan bajunya seolah kotor karena disenggol.
"Hei kurus, pakai mata mu" sebuah bentakan kasar keluar dari mulut pria itu. Tak hanya membentak ia juga mendorong tubuh Alana hingga hampir jatuh. Untung saja ada pintu di belakang gadis itu yang membuat dirinya masih terlindungi dari cedera.
Alana tersentak. Ia tak menyangka pria ini begitu kasar. Entah siapa dia, muncul tiba tiba dan berbuat seenaknya. Rasa takut dan panik gadis itu sedikit terpancing, ia berusaha menenangkan diri dengan menghirup nafas panjang.
"Kemana semua orang di rumah ini?, bibi mana?" pria itu terus uring uringan.
Alana memberanikan diri melihat lawan bicaranya kali ini. Ia pernah melihat wajah itu di foto keluarga dokter Vero yang dipajang di ruang tamu. Ia adalah putra sulung di keluarga ini yang tinggal di luar negeri.
"Apa yang kau lihat?, jawab pertanyaan ku!" sebuah bentakan kembali diterima Alana.
"Emm... emmm" Alans tercekat. Ia tak mampu mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan pria itu.
"Arghhh, dasar bodoh, membuang waktu saja" pria yang bernama Agha itu berjalan cepat meninggalkan Lana yang masih kebingungan. Sebuah vas bunga kecil di rak dekorasi menjadi sasaran pelampiasan emosi Agha. Vas itu hancur lebur tak berbentuk karena baru saja dibanting olehnya.
Mata Alana membelalak tak percaya apa yang dilihatnya. Mengapa pria itu nampak sangat marah di hari pertama kedatangannya di rumah ini. Marah tak jelas dan tanpa alasan. Alana kembali menarik nafas dalam untuk menenangkan pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Anita noer
sabar mba alana....kyakx dia yg pantes jd mntan pasien rmh sakit jiwa😆😆😆😆😆
2024-04-05
0