"Membawa orang sakit jiwa masuk kedalam rumah ini?, gak habis pikir aku sama jalan pikiran mami" jiwa pembangkang dalam diri agha masih kuat mendominasi. Meskipun ia merasa kasihan dengan nasib Alana tapi rasa benci masih mendominasi dengan sangat kuat.
"Jadi mau kamu gimana nak?, mami tidak lagi mempekerjakan Alana dan membiarkan dia hidup sendirian tanpa keluarga di kota besar ini?" dokter Vero mulai lelah berdebat dengan sang putra yang keras kepala.
"Kembalikan ke suaminya lah" Agha masih belum paham situasi nya.
"Hufttt, kalau ada orangnya pasti sudah lama mami lakukan" dokter Vero menahan kesabaran.
"Ya sudahlah, nanti sore mami akan memberikan gaji dia dan menyuruhnya pergi dari rumah ini, karena kamu tak nyaman dengan kehadirannya kan" dokter Vero terus mencoba memancing rasa simpati Agha.
"Tunggu mi, tak usah terburu buru. Aku akan memantaunya beberapa hari ini. Lagipula kalau dia dipecat dan ada pembantu baru lagi bakalan sama saja, aku susah beradaptasi" Agha mulai melunak. Akal sehatnya berjalan sempurna. Rasa iba Agha bangkit dengan tanpa dia sadari.
Seulas senyum tak mampu disembunyikan di wajah dokter Vero. Putra sulungnya yang terkenal tanpa maaf itu perlahan menuju ke arah yang lebih baik.
Dokter Vero pamit setelah memastikan kondisi kaki Agha aman dan bisa dirawat di rumah saja. Ia memberikan beberapa pesan kepada Alana mengenai hal apa yang harus dilakukan saat nanti ia tinggal untuk praktek di rumah sakit.
"Tok.. tok"
Alana mengetuk pintu kamar Agha. Satu jam setelah semua penghuni rumah pergi saatnya Agha mendapatkan kunjungan dari dokter yang akan memeriksa kakinya yang bengkak.
"Permisi mas Agha, dokter yang dikirim mami sudah datang" Lana berbicara dengan gugup. Pasca insiden tadi pagi, ia nampak lebih murung dan memilih tak banyak interaksi dengan anak majikannya itu.
Selang beberapa menit dokter memeriksa kondisi Agha dan memberi penjelasan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya sedikit pergeseran jaringan di bawah kulit dan akan sembuh dengan terapi yang diberikan. Untuk sementara kaki pemuda itu dibalut agar tetap stabil dan tak bergeser semakin parah.
"Terimakasih dokter" Alana dengan sopan mengantarkan dokter spesialis itu keluar kamar.
Setelah memastikan dokter telah pulang, Lana kembali ke kamar Agha untuk memberikan sarapan pagi pria itu. Sarapan pagi yang terlambat.
"Ini makanannya, saya permisi" Alana menyodorkan makanan yang dibawanya kepada Agha. Ia sama sekali tak melihat wajah lawan bicaranya. Hanya terus menunduk menatap lantai.
"Hei tugasmu belum selesai" Agha jengah melihat sikap Alana. Ia tak bisa dicuekin seperti ini oleh seorang wanita. Ia terbiasa dipuja dan disanjung.
"Suapin makanan itu" Agha memberi perintah.
"Apakah tangan anda juga sakit?" Alana menyindir. Pria ini semakin berlebihan dan memuakkan di matanya.
"Jangan banyak membantah, ini semua akibat ulahmu Alana, lakukan saja" ada yang berbeda dengan nada bicara Agha kali ini. Ia tak lagi mengejek dengan ucapan gadis kurus kurang gizi.
Alana memilih tak membantah, ia mengambil kembali mangkok berisi bubur ayam di dekat Agha dan mulai menyuapi pria menyebalkan itu. Ekspresi wajahnya begitu dingin. Terlihat jelas sisa kekesalan akibat kejadian pagi hari tadi masih membekas dalam di hatinya.
Sementara Agha terus memandangi wajah gadis yang berjarak dekat dengannya itu. Agha menyadari bahwa ternyata Alana tak seburuk dugaannya selama ini. Wajah gadis itu begitu sempurna, mulus tanpa noda. Hidung dan bibir yang proporsional menambah kesempurnaan wanita itu.
"Dia cantik" Agha bergumam sendiri dalam hatinya.
"Sudah selesai, saya permisi" Alana bergegas pergi dari ruangan itu. Ia sangat muak melihat ekspresi pria itu saat mengunyah makanan yang disuapinnya. Terus menatap tak berkedip seolah ingin menerkam kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Anita noer
tuh....apa aq bilang....mas agha terhipnotis kn sma alana
2024-04-05
0
Himura Kenshin
Keren banget, beneran nggak sia-sia baca sampe tamat.
2024-01-20
1