Beberapa jam berlalu. Agha kini ditemani oleh maminya yaitu dokter Vero. Alana dan dokter Vero bergantian berjaga di ruang perawatan Agha. Saat dokter Vero dinas ia tak bisa meninggalkan pekerjaannya maka Alana lah yang ditugaskan untuk sementara.
"Mami, mana gadis kecil kesayangan mami itu?" Agha masih saja gengsi untuk menyebut nama Alana.
"Ziya maksud kamu?" Dokter Vero memastikan.
"Bukanlah mi, itu Alana" akhirnya Agha menyebut nama itu juga.
"Oh, mami suruh pulang. Kasihan dia sudah dari kemarin nunggu disini belum istirahat dia" dokter Vero menjelaskan.
"Untung Alana mau bantuin mami jaga kamu disini. Karena pekerjaan mami di rumah sakit saat ini sedang padat sekali. Tim audit tahunan yang sedang mami dampingi tak bisa ditinggal begitu saja" dokter Vero menjelaskan situasi yang sulit.
"Apa yang terjadi sampai aku bisa dibawa kesini?" Agha mulai bertanya hal yang sejak tadi dipikirkannya.
"Sebelum mami jawab, mami akan tanya sama kamu dahulu. Apa yang sedang terjadi?, masalah apa yang sedang kamu buat hingga begitu kejam seperti ini orang orang jahat itu menyiksa mu nak? " dokter Vero menggali informasi.
"Biasalah mi, persoalan cinta anak muda" Agha menjawab singkat.
"Hmmm" dokter Vero merasa sangat sulit mendapatkan informasi dari Agha.
"Mereka menyiksa mu, luka luka di tubuhmu akibat senjata tajam. Ada banyak sekali luka itu, mami tak sanggup melihatnya. Dan yang lebih membuat hati mami sakit adalah, para penjahat itu menyuntikkan cairan kimia ke tubuhmu nak. Untuk sementara waktu kau akan lumpuh, kita tak punya pilihan lain. Karena seluruh saraf kecil yang berpengaruh kepada persendian telah dilumpuhkan oleh racun kimia itu" dokter Vero menjelaskan secara rinci apa yang sedang dialami Agha.
"Sialan kalian" Agha menggeram kesal. Ia tak menyangka Bella begitu kejam menghancurkan dirinya. Kini ia harus menanggung akibat dari kejahatan wanita biadab itu.
"Tapi tenanglah, ilmu kedokteran saat ini sudah berkembang sangat hebat, kita secepatnya akan menemukan obat yang bisa menetralisir racun dalam darah itu" dokter Vero memberi ketenangan dalam kalimatnya. Sementara Agha hanya diam dengan reaksi yang tak bisa dijelaskan.
"Jadi sekarang aku ini apa?, mayat hidup yang tak berdaya, bahkan untuk menggerakkan jari saja aku tak mampu" Agha meluapkan emosinya. Ia berteriak sangat keras hingga membuat beberapa perawat masuk kedalam ruangannya.
"Pergi kalian, pergi" Agha semakin histeris karena banyak orang datang seolah mengasihani dirinya. Ia seolah tak punya harga diri lagi. Hanya bisa berteriak bodoh dengan kondisi tubuh kaku menyedihkan.
"Tinggalkan" dokter Vero yang mengetahui persis bagaimana watak sang putra hanya bisa diam. Ia membiarkan Agha meluapkan semua emosi dalam hatinya. Para perawat yang tadi datang hendak mengecek kondisi Agha diminta keluar dan membiarkan pria itu sendirian.
"Teruskan saja jika itu membuat mu lebih tenang. Mami menunggu diluar" dokter Vero begitu tenang menyikapi semua kelakuan Agha. Jauh di dalam lubuk hatinya ia malu dan sangat sedih dengan kondisi yang seperti itu. Namun ia tak bisa berbuat apa apa. Semua sudah terjadi, tak ada guna meratapi.
\=Malam hari menjelang\=
Agha membuka mata perlahan. Rasanya cukup lama ia tertidur setelah meluapkan semua emosi dalam dirinya. Kini tenggorokannya terasa sangat kering. Ia hendak menggerakkan tangan untuk mengambil gelas di atas nakas yang ada di sebelah ranjangnya. Agha lupa bahwa tubuhnya saat ini kaku.
"Arghhh" Agha kembali berteriak karena menahan sakit akibat memaksakan diri bergerak.
"Mas Agha, biar saya bantu" Alana muncul tiba tiba dan berdiri di sebelah Agha. Ia sigap mengambil gelas berisi air putih yang tadi hendak diambil Agha.
Agha diam mematung. Ia masih ingat dengan jelas saat berada di UGD dalam keadaan kurang darah, Alana menangis cemas akan kondisinya. Alana juga yang dengan sukarela mendonorkan darahnya kepada Agha. Perasaan aneh tiba tiba menyerang Agha. Untuk pertama kalinya ia tak nyaman dan salah tingkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments