"Kamu dengar suara nggak?"
Langkah Arjuna tertahan. Memasang pendengaran sebaik mungkin, mencari suara yang dimaksud oleh Pak Yogi. Butuh beberapa detik sebelum dia mendengar cukup jelas, sebuah suara menjijikkan yang membuatnya bergidik ngeri.
"Pak?" Arjuna melebarkan matanya. "Langsung didobrak?"
"Iyalah! Masa kita diam di sini sambil dengerin suara mereka?" Pak Yogi maju duluan, Arjuna malah kebingungan mau mengambil langkah macam apa.
Tanpa berlama-lama, tungkainya mengekori Pak Yogi yang tidak ragu-ragu lagi dalam bertindak. "Eh? Sebentar, Pak! Saya siapin HP dulu buat bukti perbuatan asusilanya."
"Oke," balas Pak Yogi setengah berbisik, berdiri di depan pintu rumah kosong yang setengah terbuka itu.
"Siap, Pak! Ini udah ngerekam," Arjuna berdiri di belakang Pak Yogi, mengangkat kamera ponselnya tinggi-tinggi agar dapat merekam lebih baik.
Saat pintu dibuka lebar, suara menjijikkan itu makin terdengar. Arjuna merinding. Ini sih, melebihi uji nyali baginya. Dia tidak takut perkara hantu-hantuan. Tapi lebih takut dengan tingkah manusia yang luar biasa beragam dan ajaib semua.
Sumber suara berasal dari salah satu kamar yang berada tepat di sisi kanan pintu masuk. Pintunya terbuka sedikit. Sepertinya pasangan yang telanjur diburu nafsu itu tidak peduli dengan pintu yang harus tertutup rapat atau tidak.
Tanpa sadar, tangan Arjuna gemetar. Ponselnya pun bergetar seperti terkena setrum. Pak Yogi melangkah pasti, memberi tanda bagi Arjuna untuk bersiap merekam semuanya.
"1 ... 2 ... 3 ... HAYOOO!!!"
"WAHHH!!!"
"Setan—eh! Setan!"
"Astagfirullahaladzim! Ampuni hamba!"
"Apa?! Kamu ngatain saya setan?" Pak Yogi memelototi dua sejoli yang bergegas mengenakan pakaian mereka yang tidak sepenuhnya tertanggal.
Arjuna menutup matanya sembari mengarahkan ponselnya pada pasangan tersebut. Pak Yogi menghampiri si laki-laki yang bertelanjang dada, mencubit perutnya tanpa ampun. Si perempuan sengaja menutup wajahnya menggunakan rambutnya, yang terlihat agak menyeramkan sebab berjalan paling belakang. Arjuna saja sampai terlonjak sebentar.
Teriakan yang menggema dari rumah kosong tadi, tentunya mengundang keheranan para tetangga yang ada di sekitar. Begitu keempatnya keluar, para tetangga sudah berkerumun dengan tanda tanya besar.
"Ada apa ini, Pak?" tanya seseorang.
"Ini lho, Pak, mereka berbuat asusila di rumah kosong ini. Saya nggak tau gimana caranya mereka bisa lolos dari penjagaannya Pak Dirman." Pak Yogi mendorong bahu si laki-laki yang tertunduk itu.
Arjuna sendiri juga bingung, jelas-jelas sejoli yang dipergoki ini bukanlah salah satu penghuni Perumahan Seroja. Mereka tidak pernah melihatnya. Lantas bagaimana caranya mereka bisa lolos dari penjagaan pos satpam di ujung perumahan sana?
"Walah! Nggak mampu bayar hotel ta?" Sinis seseorang. "Kita bawa saja mereka ke rumahnya Pak Kholik!"
Hampir setiap rumah setidaknya keluar satu orang hanya untuk mengarak pasangan tersebut. Arjuna berdiri di antara para warga yang bersahut-sahutan mempermalukan si pelaku asusila, sedangkan Pak Yogi memimpin paling depan.
Melewati rumahnya, terlihat sang papa dan Sahal yang berdiri di depan gerbang—penasaran. Di balkon lantai dua, terdapat Nakula dan Hamdan pada masing-masing kamar.
"Bang? Ini ada apa? Kenapa dua orang itu diarak?" tanya Sahal, entah kelewat polos atau memang tidak membaca tulisan yang dikalungkan pada leher dua orang tadi.
"Pezina, Hal."
"Innalilahi!"
"Astaghfirullahaladzim," ucap Harsa. "Kamu pergokin mereka di mana, Jun? Orang sini?"
"Kayaknya sih bukan orang sini, Pa. Jujun nemu di rumah kosong yang ada tulisannya dijual, yang bulan lalu baru dibersihkan itu lho, Pa." Arjuna menengok, dia tertinggal rombongan. "Jujun ikutan ke rumahnya Pak Kholik dulu ya, Pa. Soalnya, Jujun yang bawa bukti video penggebrekkannya."
"Oke, kalau ada apa-apa, kabarin Papa ya, Jun. Papa masih ada kerjaan, nggak bisa nemenin kamu."
"Halah, Pa. Kan Jujun bukan anak kecil lagi,"
"Sahal aja yang ikut, Pa." Sahal mengenakan tudung hoodie-nya, mengikuti Arjuna setelah berpamitan dengan Harsa. Keduanya pun beriringan menuju rumah Pak Kholik, yang sudah dianggap sebagai ketua perkumpulan di Perumahan Seroja.
Bukan tanpa alasan para warga menganggap Pak Kholik demikian. Itu semua, dikarenakan Pak Kholik merupakan saudara dari si pemilik Perumahan Seroja—pembeli pertama dari jajaran rumah yang terdiri dari empat blok tersebut.
Di pos ronda, Sadewa dan Pak Prapto sedang melahap kacang goreng. Sadewa menghampiri Arjuna dan Sahal, bertanya-tanya. "Lo nemuin orang mesum, Bang?"
"Hm, udah pada nafsu, nggak modal lagi." Sambung Arjuna, meninggikan dagunya. Bertingkah sok pahlawan, yang mengundang cibiran dari dua saudaranya.
Pak Kholik menanyai keduanya bagaimana bisa sampai di perumahan ini dan masuk begitu saja, lolos dari satpam yang penglihatannya jeli.
"Ka-kami ...."
Anehnya, mereka tak kunjung menjawab dan menjelaskan. Malah tertunduk, si gadis sudah menangis. Perilaku mereka tentunya mengundang kebingungan. Sama halnya dengan Arjuna, Sahal, dan Sadewa yang menyimak di dekat pagar rumah Pak Kholik.
"Firasat gue nih, mereka berdua berkunjung ke salah satu rumah sebagai teman SMA atau kuliahan, terus sengaja nggak pulang, cari saat yang tepat buat ena-ena," deduksi Sadewa.
Sahal mengangguk, "Bisa jadi, kelihatan dari mereka yang nggak mau kasih tau caranya gimana bisa masuk sini. Kalau gitu, pas masuk ke sini, mereka naik kendaraan besar barangkali? Kayak—"
"Truk?" Sela Arjuna.
"Mobil, Bang." Sadewa mencubit lengan Arjuna. "Nggak sekalian aja bus."
"Ck! Bukan Abang gue," gumam Sahal.
Arjuna mengerucutkan bibirnya. Dia memang penasaran, tapi kalau sudah bermain detektif-detektifan seperti ini, lebih baik diam dan mengikuti alur yang sudah ada. Dia tidak bisa kalau harus ikutan berpikir keras. Biar orang lain saja.
Detik itu, Arjuna menyadari keberadaan seseorang yang berdiri di depan pintu rumah Pak Kholik malu-malu. Arjuna memiringkan kepala, lantas menoleh pada adiknya yang paling tinggi.
"Cie cieee~"
Baik Sahal maupun Sadewa tak mengerti. Sebelum keduanya bertambah bingung, Arjuna menunjukkan satu arah. "Tuh, anaknya Pak Kholik malu-malu kucing ngelihat elo, Hal!"
"Yaelah, Bang, gue kira elo kenapa," timpal Sadewa, tapi ikut-ikutan menggoda Sahal. "Disapa dong, Bang! Biar senang anaknya, hihihi~"
"Ck! Lo ngapain ngikut Bang Jujun sih, Wa?" Sahal menghela napas. Paling malas kalau sudah digoda seperti ini. Dia akui, anak gadisnya Pak Kholik memang cantik dan menawan. Hanya saja, dia tidak punya perasaan apapun pada gadis itu.
Arjuna dan Sadewa terkikik sendiri. Masih betah menjadikan Sahal sebagai topik utama. Tidak sengaja, Sahal melihat gadis yang bernama Intan itu masih berdiri di depan pintu rumah.
Gadis itu memang malu-malu, hanya saja ada yang berbeda dari gelagatnya. Tatapan malu-malu itu tidak ditujukan pada dirinya. Akan tetapi pada sejoli yang tengah diadili oleh para warga sekaligus ayahnya.
Iya, anaknya Pak Kholik memandang kedua orang tersebut dengan kecemasan yang tidak mampu Sahal pahami. Kebetulan saja, bila dilihat dari sudut pandang lain, seperti Intan sedang memandang ke arahnya.
Malu-malu atau ngasih tanda?
•••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments