Obrolan Bapak-bapak

"Wah, Pak Harsa makin cakep aja!"

Harsa disambut begitu ramah oleh bapak-bapak yang lain. Kegiatan yang berlangsung pada Ahad pagi usai senam ialah membersihkan seluruh bagian Perumahan Seroja tanpa terkecuali. Maka tidak heran, bapak-bapak yang sudah duduk duluan itu membawa alat-alat kebersihan.

Harsa duduk di antara Pak Kuncoro dan Pak Yogi. Mereka mempersilakan Harsa untuk melahap keripik singkong buatan Bu Yogi, yang memang tengah menjalankan usaha kecil-kecilan dari rumah.

Tidak bisa menolak, Harsa pun mencicipi keripik singkong tersebut, sementara bapak-bapak yang lain meneruskan pembicaraan mereka tadi.

Pak Kuncoro melanjutkan perkataan setelah mengunyah pisang goreng sampai habis. "Masalahnya itu, saya takut kalau anak saya keluar rumah malam-malam, takut ada yang begal. Begal sekarang bentuknya macam-macam lho! Nggak cuma uang, tapi anggota tubuh saja bisa dibegal."

Pak Wirata mengangguk. "Ibunya anak saya nelepon terus kalau jam tujuh malam si Sinta belum pulang."

"Malahan ya, saya lihat di berita, makin ganas-ganas modus operandinya." Sambung Pak Zaki. Lalu tiba-tiba saja, pria itu memandang Harsa. "Pak Harsa aman ya? Anak-anaknya cowok semua. Kalau kena begal, paling-paling ya begal uang aja."

Harsa meliukkan alisnya. Agak terganggu dengan ucapan Pak Zaki. Pak Kholik—yang sedari tadi menyimak, mengerti keanehan tersebut. "Ya jangan begitu dong, Pak Zaki! Mau cowok atau cewek, namanya begal itu kan musibah. Kalau bisa, jangan sampai ada yang kena, terus jadi korban. Mau korbannya dari Perumahan ini atau tinggal di tempat lain, ya jangan sampai kena begal itu!"

Pak Wirata mengangguk—lagi. "Semoga tukang begal itu cepat ketangkap, jadi orang-orang yang memang kerjanya sampai malam bisa pulang dengan aman, damai dan sentosa."

Harsa mendengus pelan. Mungkin Pak Zaki salah bicara. Beliau tidak berniat apa-apa atas ucapannya tadi. Hanya saja, Harsa jadi tidak nyaman pula.

Arjuna dan Sahal seringkali tiba di rumah melebihi pukul delapan malam, dikarenakan pekerjaan mereka. Dua anaknya yang paling dewasa itu luar biasa giat dalam bekerja. Mereka enggan menikmati harta yang dimiliki Harsa sebebas mungkin, sebab tak menemani dirinya mulai dari nol. Iya, sebaik itu hati mereka. Di balik sifat kekanakkan Arjuna dan kekaleman Sahal, mereka mengerti dirinya kelewat baik.

Harsa memang khawatir tiap keduanya pulang larut malam. Mereka tidak pergi ke tempat menyesatkan, melainkan mendatangi berbagai kajian yang waktunya bisa sampai pukul sebelas malam.

Bagaimana Harsa tau? Tentu saja dia tau. Jangankan dirinya—anak-anaknya yang lain pun tau sebab Arjuna dan Sahal akan memperlihatkan rekaman kajian yang mereka datangi malam itu dengan penuh binar kebahagiaan keesokan paginya.

Harsa terpaku melihat ekspresi yang ditampakkan oleh Arjuna dan Sahal ketika rekaman tersebut diputar di televisi ruang keluarga. Ekspresi yang menandakan bahwa mereka telah mendapatkan ilmu baru.

Sekarang, mengetahui ada bahaya yang mengancam, Harsa agak khawatir juga. Satu-satunya jalan ialah memperingatkan anak-anaknya untuk berhati-hati dan berdoa kepada Allah. Sebaik-baiknya Pelindung, tentu hanya Allah semata.

Topik pembicaraan bapak-bapak beralih pada curhatan para istri mengenai harga bahan pokok yang melonjak. Di tengah susahnya hidup mencari uang, kebutuhan sehari-hari muncul dengan harga bertambah pula.

Pak Kuncoro, bekerja sebagai di salah satu kantor PDAM pusat, kadang cuma bisa geleng-geleng kepala saat melihat tagihan air rumahnya yang makin hari makin naik.

Pak Yogi, pemilik toko eletronik kecil-kecilan, mengeluh tagihan listrik yang melebihi tokonya sendiri. Begitu pula dengan Pak Zaki, bekerja sebagai guru fisika di salah satu SMA, lelah menghitung kenaikan bahan makanan lewat berita harian.

Harsa tersenyum kikuk saat Pak Zaki meliriknya. Dalam hati bertanya-tanya, maksudnya apaan ya? Kok Pak Zaki ngelihatin sampai segitunya?

"Anak-anaknya Pak Harsa, makannya banyak ya pastinya? Cowok semua," singgung Pak Zaki.

"Iya, Pak. Alhamdulillah, biar gizinya cukup dan jadi anak sehat." Balas Harsa tak lupa disertai seutas senyum.

"Hahaha iya, Pak! Pak Harsa enak ya, bisnisnya lancar terus!" Sambung Pak Zaki, tertawa hambar tanpa ada yang menyahuti. Bapak-bapak yang lain saling lirik, seolah tau perangai Pak Zaki yang satu itu bakal keluar jika sudah bersama dengan Harsa.

Lagi-lagi, Harsa hanya mampu tersenyum. "Iya, alhamdulillah, Pak. Semoga bisnis saya bisa lancar terus seperti yang Pak Zaki bilang."

Harsa meneguk secangkir jeruk nipis hangat yang baru diantarkan oleh ibu pemilik warung kopi. Minuman kesukaannya dari dulu sampai sekarang, tidak berubah sama sekali. Dia menyukai sensasi hangat yang kecut-kecut segar layaknya kehidupan.

Pak Zaki melengos, setelah dikira tak mendapatkan respons yang diinginkan. Pak Kholik menepuk jidat. Bagaimana bisa Pak Zaki yang berpendidikan tinggi itu sukanya menyinggung orang dan iri? Dia jadi malu sendiri.

"Hamdan lanjut kuliah, Pak?" tanya Pak Yogi, santai.

"InsyaAllah lanjut, Pak. Tapi ya terserah dia, misalkan dia mau icip kerja seperti kakaknya yang Arjuna itu, ya nggak masalah. Kerja dulu, baru kuliah."

"Walah! Anak-anaknya Pak Harsa keren semua ya," puji Pak Kholik. "Si Sahal udah punya pacar belum?"

Dalam hati, Harsa tertawa. Perkara Pak Kholik yang mau menjodohkan putrinya dengan Sahal, rupanya memang benar. Harsa pikir, yang satu itu cuma gurauan semata antar saudara. Ternyata memang begitu adanya.

"InsyaAllah enggak, Pak. Kalaupun dia suka sama seseorang, saya suruh mikir dulu, sukanya seperti apa dan dalam tahap apa."

"Beneran nggak punya pacar? Sahal?" Pak Kuncoro berseru, cukup antusias. "Soalnya anak saya yang Yazid itu, kemaren bawa pacarnya ke rumah."

"Sahal enggak pacaran, Pak. Sekalipun saya yang nyuruh, nggak tertarik sebelum dia bisa sukses dulu. Katanya, dia mau memantaskan diri buat kepentingan pribadi dan masa depannya nanti."

Sahal memang pernah berkata demikian. Kala mendengarnya, Harsa terharu luar biasa. Sahal ingin sukses dengan usahanya sendiri. Meski biaya kuliah dan segala kebutuhan masih berasal dari Harsa, namun Sahal ingin bekerja untuk tabungan masa depannya.

"Enggak salah kalau istri saya ngincer Sahal buat jadi menantu," Pak Kholik terkikik diikuti yang lain—kecuali Pak Zaki. Tampaknya beliau tidak senang mengetahui Harsa mendapatkan pujian atas keluarga yang dibinanya.

Tujuh menit lagi, senam yang berlangsung itu akan berakhir. Harsa meneroka sekeliling melalui pandangan untuk mencari keberadaan anak-anaknya.

Arjuna masih sibuk senam, bersama Nakula di belakangnya—yang kepayahan luar biasa. Sadewa dan Hamdan berada di warung kopi sembari menikmati kopi masing-masing. Terakhir, Sahal membantu pemuda karang taruna yang mengangkut kardus berisikan air mineral dari teras rumah Pak Kholik.

Melihat kegigihan Sahal beserta tatapan memuja yang mengekor dari para gadis, Harsa tak kuasa menahan senyum. Anak keduanya yang satu itu sudah dewasa. Bisa memutuskan pilihan sendiri tanpa campur tangannya.

Apa suatu saat Sahal bakal nikah duluan ngeduluin Arjuna? Tapi kok ... nggak kaget ya?

Harsa belum tau saja, jalan yang akan Allah bentangkan, bisa menjungkir-balikkan semestanya dalam sekejap.

Akan tetapi, keberadaan satu benda mengganggu pemandangannya.

"Lho? Kardus kolaknya yang satu kok masih ada di pohon sana?"

•••••

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!