Keluarga Gulzar

Harsa Gulzar Alfarizqi, duda beranak lima yang punya usaha di bidang pembangunan. Kesehariannya tidak jauh dari menilik pabrik paving block di luar kota, atau bergelut atas lahan kosong yang baru dibelinya untuk dijadikan perumahan kecil-kecilan dekat Gedung Olahraga.

Duda yang satu ini tidak tua-tua amat. Usianya baru menginjak 37 tahun. Tidak jarang, dia jadi incaran banyak perempuan di luar sana—dari yang masih gadis sampai yang sudah janda.

Harsa mempunyai lima anak angkat yang dibesarkan dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tak lupa bimbingan akhirat yang senantiasa dia bantu tanamkan dalam hati masing-masing kepala.

Asal mulanya mengangkat lima anak tersebut, dikarenakan almarhumah istrinya dulu tidak bisa mengandung dan memutuskan untuk mengangkat anak dari panti asuhan yang berbeda. Tidak hanya satu atau dua, almarhumah istrinya memilih lima anak sekaligus.

Harsa tidak masalah. Apapun yang istrinya inginkan sebelum meninggalkan dunia, pria itu akan mengabulkannya tanpa banyak bicara. Harsa sangat mencintai almarhumah istrinya, sehingga saat wanita yang paling dicintainya itu berpulang, Harsa tetap menjalankan petuah sang istri untuk membesarkan lima anak angkat mereka seperti anak sendiri.

Namun tanpa berdasarkan petuah tersebut, Harsa sudah menyayangi anak angkat mereka tanpa syarat. Dia menganggap kelima anak tersebut merupakan anak kandungnya sendiri—buah hati yang terjalin antara dirinya dengan almarhumah sang istri.

Mari kita berkenalan dengan lima anak angkat Harsa yang ganteng-ganteng itu;

Arjuna. Paling tua dari lima bersaudara, tapi paling narsis dan kesadaran dirinya nyaris tidak ada. Bekerja part-time sebagai barista di salah satu kafe terkenal yang ada di kota. Supel sekali sehingga mempunyai teman dari berbagai jurusan. Dia tengah menunggu upacara kelulusan saja. Soal pekerjaan mendatang, Harsa sudah mem-booking anaknya yang paling tua ini untuk membantu dan meneruskan pabrik kavling.

Hobinya cekrek sana-cekrek sini. Memang giat menjaga pandangan supaya tidak melihat yang bukan mahram. Tetapi, dia sendiri suka tebar pesona. Sengaja sekali mencari perhatian kaum Hawa yang rawan akan kegantengan duniawi. Biarpun narsis begini, dia sedang mengusahakan diri untuk menamatkan hafalan surah Al Qiyamah-nya. Belum apa-apa, suka merinding sendiri tiap membaca transliterasinya. Memang sedahsyat itu.

Kedua, berjarak beberapa bulan saja dari Arjuna—namanya Sahal. Paling pendiam. Orangnya cinta damai, tidak suka memancing emosi. Anak kedua yang cukup waras. Pemuda yang satu ini sedang memperjuangkan pendidikannya di semester terakhir. Dia juga bekerja part-time sebagai kasir di sebuah toko bangunan.

Selain pekerja keras, Sahal dikenal sebagai anak yang menguarkan hawa tenang dan adem ayem saat melihatnya. Akhir bulan kemarin, dia baru saja menamatkan hafalan di juz 26. Cita-citanya jadi arsitek, semoga saja keturutan. Omong-omong, Sahal sering diincar ibu-ibu di Perumahan Seroja karena menantu material sekali. Jadi jangan kaget kalau pagi-pagi melihat pemandangan berupa Sahal yang disapa begitu ramah oleh ibu-ibu yang berpapasan dengannya.

Anak tengah, yang paling usil luar biasa. Emosinya meledak-ledak, dibarengi kesabaran setipis tisu. Biang onar. Suka mengganggu saudaranya yang lain. Panggil saja, Nakula. Anggota BEM yang suka sok yes. Herannya, banyak sekali gadis yang klepek-klepek.

Nakula yang sebelas dua belas dengan Arjuna, sama-sama senang tebar pesona. Jaga pandangan juga lancar. Jaga emosi yang tersendat dari tahun kapan, tidak bisa! Kata si bungsu, "Kalau mau ngetes kesabaran, tes aja sama Bang Nakula. Kalau lo ikutan emosi, ya dosa ditanggung si penantang."

Beralih ke anak paling waras, diberkahi kepandaian yang meluber-luber, sosok Sadewa merupakan jawabannya. Jarang ikut nge-reog, sebab hobi membacanya mengambil alih. Anak yang pertama kali menamatkan bacaan Al Qur'an, begitu pula 30 juz yang melekat dalam otak hanya dalam dua tahun saja.

Sadewa memang jenius, namun kerap membuat ulah dengan melontarkan sarkasme kepada para kakaknya yang ajaib-ajaib itu, atau menyombongkan kepandaiannya terutama di hadapan Nakula. Padahal Harsa sudah mewanti-wanti Sadewa untuk tidak termakan sifat sombong, tapi namanya manusia yang berusaha istikamah, kadang tergelincir sampai ketiban pohon pula.

Lalu si bungsu yang tahun ini menempuh tahap terakhir pada masa putih abu-abu, panggil saja dia Hamdan. Agak pemalu saat bertemu orang asing, tapi kalau sudah kenal, tingkahnya tidak berbeda jauh dari para kakaknya yang heboh luar biasa.

Satu hal menarik soal Hamdan ini, diam-diam dia pengamat yang sangat baik dan jeli. Jika ada masalah, dia diam—tapi langsung mengompori kalau ada kesalahan yang tertangkap mata elangnya. Tidak heran, dia jagonya panahan.

Lima anak angkat yang hidup di bawah atap kediaman Gulzar ini memiliki perangai berbeda. Masalah tak terelakkan kerap terjadi, namun satu yang mereka yakini; mereka sangat bersyukur sudah dipertemukan dengan Harsa dan almarhumah istrinya yang kelewat baik itu.

Tahun ini, genap dua belas tahun mereka bersama. Begitu banyak kenangan yang terukir sejak mereka menjejakkan diri di kediaman Gulzar yang dulu tidak sebesar sekarang.

Di dalam kamarnya, Sahal mengembuskan napas setelah puas memandangi foto almarhumah Mama Sekar. Memang bukan ibu kandungnya, tapi dia sangat merindukan wanita itu.

Hanya dua tahun, mereka merasakan kasih sayang utuh dari sebuah keluarga. Meski sebentar, tapi mereka semua bisa merasakan kehangatan yang menyelimuti hampanya hati setelah tak pernah menjumpai istilah 'keluarga'.

Kelembutan serta perhatian yang diberikan Mama Sekar sukses membuat kelima-limanya menganggap beliau sebagai ibu paling baik sealam semesta. Menjelang kepergian Mama Sekar, tak ada yang hendak beranjak meninggalkan wanita itu di kamar sendirian. Terutama Sahal dan Hamdan yang memang paling dekat dengan beliau.

Sahal beranjak, bersiap untuk pergi ke toko bangunan tempatnya bekerja sebelum pergi ke kampus. Menuruni anak tangga, Sahal mendapati Nakula yang menunjukkan sesuatu kepada Papa Harsa.

"Ini lho, Pa! Ikutan ya?"

Sahal mendekat, melihat layar ponsel Nakula. "Berkuda? Bukannya lo nggak suka berkuda? Bulan kemaren aja lo masih nolak."

"Diam ya kamu, wahai Abangku yang ngeselin! Gue lagi bicara sama Papa ini," Nakula kembali melayangkan seutas senyum. "Pa? Emangnya Papa nggak kangen buat berkuda lagi?"

Papa Harsa mendengus. Diletakkannya secangkir kopi yang baru diseruput itu, lalu menoleh ke arah Nakula. "Bulan lalu kita udah berkuda, Nakula. Bener kata Abangmu, bukannya kamu sendiri pernah bilang kalau nggak mau berkuda? Kenapa sekarang berubah pikiran?"

"Halah, Pa! Uangnya Papa kan banyak, berkuda lagi nggak apa-apa dong!" Timpal Nakula, belum menyerah.

"Lo pikir dapet duit tinggal ngambil daun di taman, La?" Si sulung—Arjuna—datang, baru selesai mandi. "Jadwal berkuda kita nunggu dua bulan lagi, Nakula. Jangan ngelunjak dong! Lo mau naik kuda sekarang? Gue beliin deh, kuda-kudaan dari kayu yang ada di toko mainan."

Tingkat kesabaran sebesar lima persen sudah habis. Maka tanpa ragu, Nakula melempar satu bantal sofa ke arah Arjuna. Dengan cepat, Arjuna mengelak. Lekas berdiri di belakang papa mereka yang sibuk membaca buku Tafsir Ibnu Katsir jilid ke-9.

Merasa bujukannya sia-sia, Nakula melenggang pergi begitu saja. Papa Harsa, Arjuna, dan Sahal memandang kepergiannya dengan kening berkerut.

"Adek lo kenapa, Hal?" Celetuk Arjuna.

"Adek lo juga tuh, Bang."

"Biarin ajalah! Nanti juga baik sendiri," Arjuna duduk di samping Papa Harsa. "Pa, yang jilid tiga dipinjam siapa? Juna udah selesai yang jilid duanya."

"Papa nggak tau, Jun. Hamdan bukannya kemaren baca yang jilid dua? Coba tanya dia kalau udah pulang nanti."

Arjuna mengangguk, lalu memutuskan untuk menonton televisi saja—itupun kalau ada yang menarik. Kalau tidak, ya dia bisa membaca komik dulu.

"Kalau gitu, Sahal berangkat dulu, Pa." Sahal berdiri, menyalami papa dan abangnya.

"Ke toko atau kampus dulu?" tanya Papa Harsa memastikan.

"Ke toko bangunan dulu, Pa. Ke kampus masih nanti. Pergi dulu, Pa, Bang! Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumussalam."

•••••

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!