"Mario, hari ini Kelvin akan pulang. Kamu tidak mau menjemput anakmu sendiri dan malah mementingkan pekerjaan?" tanya Laily tidak percaya saat melihat Mario muncul dengan setelan kerjanya.
Keluarga yang dari tadi menunggu Mario untuk sarapan bersama juga ikut menatap pria itu. Sedangkan Mario mulai mendudukkan bokong nya pada kursi yang biasa ia duduki.
Ia menatap Laily dan berujar,
"Ma, kenapa baru mengatakan nya sekarang. Hari ini aku ada meeting yang sangat penting,"
Mario bukan nya tidak tahu, hanya saja ia terlalu sibuk dari kemarin sampai melupakan hal sepenting ini.
"Mario, Soal itu biar Paman yang urus."
Abas yang mendengar ucapan Mario ikut menyahut, ia yakin Mario pasti setuju dengan usulan nya.
Namun Mario bahkan tidak melihat lelaki baya itu sama sekali. Ia malah melihat Deri yang duduk berdampingan dengan Cerry.
"Der, Aku percayakan pertemuan hari ini sama kamu. Email nya akan Aku kirimkan setelah sarapan."
"Baik, serahkan saja semuanya padaku," ucap Deri menyetujui perintah Mario.
Deri cukup mengerti kenapa Mario masih enggan menerima usulan Abas. Ia sebenarnya juga masih sedikit membenci Abas, Ayahnya sendiri.
Sedangkan Abas, pria itu hanya menerbitkan senyum yang dipaksakan. Abas sangat berharap bisa masuk ke Kantor pusat lagi, tapi sepertinya Mario masih enggan mempermudah hal tersebut.
Akhirnya mereka pun memulai sarapan karena seluruh keluarga telah berkumpul. Setelah selesai, Mario bersama Laily dan Sakinah pergi ke rumah sakit, Abas dan Deri pergi bekerja, sedangkan Cerry menuju kampus.
"Laily, bisakah aku turun saja di situ."
Sakinah menunjuk sebuah cafe, wanita berhijab itu meminta dengan wajah penuh senyum.
"Bukan nya kita mau ke rumah sakit, kenapa kamu mau turun di sini, Sakinah?" tanya Laily.
Wanita yang telah berumur itu menampilkan raut tanya dari wajah cantik dan terawatnya, walau ia sudah kepada 40 an, namun berkat perawatan yang rutin membuat wajahnya tetap terjaga.
"Kemarin aku sudah bilang pada Ananda tidak bisa ikut datang menjemput. Aku juga sedang ada urusan di cafe itu," kata Sakinah sambil tersenyum.
Istri Abas itu tidak pernah lupa tersenyum tulus pada semua orang, sehingga banyak yang tidak menyadari apa yang ada dalam mata Sakinah yang mengatakan semuanya.
"Baiklah. Agus, hentikan mobilnya," kata Laily pada Agus, Supir pribadinya.
Sakinah pun keluar dari mobil itu dan setelahnya mobil tersebut kembali berjalan. Mario yang dari tadi memperhatikan Sakinah dari balik spion, merasa ada yang tidak beres dengan kelakuan wanita itu. Di tengah mobil melaju, Mario memikirkan kemungkinan yang mungkin terjadi.
Mobil telah sampai dengan selamat di rumah sakit, Laily dan Mario jalan beringin untuk masuk ke dalam.
"Sayang, kalian lama sekali. Aku sudah menunggu dari tadi."
Tiba-tiba Monika sudah berada di hadapan mereka bahkan Laily dan Mario baru saja memasuki gedung rumah sakit.
"Monika?"
Mario membalas pelukan dari kekasihnya tersebut dan menyebut nama Monika dengan nada pertanyaan.
"Apa yang kamu lakukan disini, Monika?" tanya Laily menatap tidak suka pada wanita itu.
Monika hanya memberikan senyum termanisnya pada Laily, Mama Mario.
"Mama."
Monika hendak memberikan pelukannya juga pada Laily sebagai bentuk sayang nya pada wanita itu.
"Tidak usah peluk-peluk, dan jangan menyebutku, Mama. Aku tidak mau punya anak sepertimu."
Kata-kata Laily begitu tajam menusuk hati Monika, tapi Monika berusaha hanya membalasnya dengan senyuman. Bahkan setelah berujar Laily segera meninggalkan mereka. Ia tidak mau berlama-lama melihat wanita licik itu, lebih baik Laily segera menemui cucunya dan di bawa pulang.
"Sayang, aku hanya ingin ikut menjemput Kelvin. Kenapa Mama Laily selalu benci padaku," adu Monika yang sangat nampak sedih di depan Mario.
"Mama itu tidak membencimu, kamu harus lebih mencoba membujuknya lagi. Sudah melihat Kelvin" tanya Mario.
"Belum, aku mau melihatnya bersama kamu," balas Monika.
Mereka pun sama-sama pergi ke dalam, tapi sebelum itu Monika ingin ke toilet dan meminta Mario menemaninya sampai di pintu.
"Ananda."
Ananda menoleh pada asal suara yang tegas tersebut, di dapatinya Laily yang sedang berjalan anggun menuju ke arahnya.
"Iya, Bu. Baru sampai, apa kita keluar sekarang dari rumah sakit?" tanya Ananda saat Laily mulai menggendong Kelvin, cucunya dan menciumnya.
"Iya," balas Laily.
"Ananda."
"Iya, Bu?"
"Tutup pintunya," perintah Laily.
"Tutup pintu, bukannya kita hendak keluar, Bu?" tanya Ananda bingung.
"Tutup saja!"
Mendengar nada bicara Laily yang sudah tinggi, Ananda hanya bisa patuh dan menutup pintu.
"Kunci dari dalam," perintah nya lagi.
Ananda pun menurut dan mengunci pintu tersebut.
Laily duduk di sofa dalam ruangan VIP itu dan menyuruh Ananda duduk di salah satunya juga.
"Ada tugas tambahan untuk kamu. Pokoknya saya tidak mau tau, Monika jangan sampai dekat dengan Kelvin dan usahakan untuk menjauhkan Mario dari Monika."
Ananda terkejut mendengar ucapan Laily, kalau tidak salah Monika itu adalah pacar Mario, dan datang beberapa kali di rumah sakit menjenguk Kelvin bersama Mario.
"Tapi, Bu. Saya tidak bi_"
"Tidak ada penolakan, Ananda! Lakukan apa saja, tapi jangan coba-coba untuk ikut mendekati putraku!"
Laily menatap tajam Ananda yang sama sekali tidak berpikir untuk sampai di sana.
"Saya tidak berani, Bu," kata Ananda cepat.
ia tidak berani melakukan apa yang Laily perintahkan, apalagi yang baru saja Laily ancam kan. tidak mungkin Ananda mau mendekati Mario yang selalu tidak peduli padanya.
"Jadi kamu tidak mau melakukan nya? Saya sudah menyembuhkan Ibu mu, Ananda. Semoga kau tidak melupakannya," kata Laily dingin.
'Ya Allah..., begini sekali punya hutang Budi pada seseorang' batin Ananda.
Lalu apa yang harus di lakukan nya untuk memenuhi keinginan Laily ini, Ananda sungguh bingung.
"Apa yang harus saya lakukan, Bu?" tanya Ananda kemudian. Sebaiknya bertanya saja pada Laily, toh juga wanita itu yang ingin ia berlaku demikian.
"Monika juga ada di sini bersama Mario di luar, kamu harus selalu ada di tengah-tengah mereka setiap saat jika berdua," kata Laily tersenyum jahat.
Ananda sampai ngilu membayangkan jika ia menggangu hubungan orang.
'Dosa apa yang telah hamba lakukan sampai harus berperan jadi pelakor' batinnya lagi merasa keberatan, tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak.
"Tapi, Bu. Saya tidak mungkin terus mengawasi mereka. Secara saya harus menjaga Kelvin," kata Ananda.
Mungkin ia akan berusaha jika hal tersebut terjadi bila Mario dan Monika tengah menemui Kelvin, tapi tidak akan mungkin jika setiap saat seperti apa yang Laily katakan tadi.
"Biarkan itu menjadi urusanku. Kau cepat buka pintunya, mungkin mereka akan segera datang."
Ananda patuh dan berjalan untuk kembali membuka pintu yang sebelumnya ia juga yang tutup.
Tepat saat Ananda telah membuka pintu tersebut, Mario dan Monika juga telah muncul bersama seperti perkataan Laily.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Rona Risa
makanya sebisa mungkin jangan punya hutang budi
2024-05-10
0
Rona Risa
nah lho.. camer ga mau tuh
2024-05-10
0
Bilqies
gila permintaan macam apa itu seenaknya saja menyuruh ananda untuk melakukan apa yang dia mau...
mentang mentang dia sudah menyembuhkan ibunya ananda jadi dia semena mena seperti itu....
2024-05-07
0