"Apa mata saya benar-benar akan di congkel?" tanya Ananda.
"Kau pikir saya main-main!"
Marah Mario sengaja lebih menakuti Ananda agar tidak berani padanya.
"Ti_tidak, Pak. Tapi, tolong jangan congkel mata saya."
Ananda benar-benar ketakutan, badannya sampai menggigil karena takut.
Mario bisa melihat jika gadis itu gemetar, kedua kakinya di rapatkan bersama tangan mengepal yang berada di antara kedua lutut. Matanya tidak menangis lagi, hanya saja masih ada ketakutan di sana.
Mario tidak percaya Ananda sampai se takut itu, ia sampai duduk dari baringnya dan berkata,
"Asal kau bisa menjaga sikap, matamu tidak akan pernah aku congkel," kata Mario pelan.
"Ba_baik, Pak. Sa_saya tidak berani."
Ananda sampai terbata karena takut.
"Tidurlah," kata Mario dan langsung kembali berbaring untuk tidur.
Sedangkan Ananda, gadis itu mencoba menenangkan dirinya sendiri yang masih gemetar. Ia berusaha membuang dan menarik napasnya dengan pelan.
Setelah di rasa tenang, ia berdiri mengecek Kelvin yang tempatnya berada dekat dengan ranjang Mario. Bayi itu masih tidur dengan tenang, sehingga Ia juga bisa mencoba untuk tidur.
Ananda mengambil selimut dan kembali ke sofa untuk tidur di sana, bantal kecil yang ada di sofa itu ia jadikan batalnya dan mencoba menjemput sang mimpi.
Tidak terasa hari-hari begitu cepat berlalu, banyak manusia yang tidak sadar akan waktu yang terus berputar, di mana waktu hidup mereka semakin berkurang.
"Kelvin. Hati-hati, Nak."
Kelvin tidak peduli dengan seruan Ananda yang hanya menyaksikannya di kursi panjang itu. Sedangkan Kelvin tengah berlari riang, anak itu mencoba mengejar kupu-kupu yang hinggap di sebuah kelopak bunga.
"Ma, cupu-cupu tidak mau di tangkap," adu Kelvin pada Ananda.
Nampaknya anak itu sudah lelah berlari dan tidak bisa menggapai kupu-kupu yang menghindarinya.
"Kupu-kupu, sayang. Bukan cupu-cupu."
Ananda selalu memperbaiki ucapan Kelvin jika anak itu salah mengucap kata, dan hal itu sangat baik agar anak tumbuh dan cepat dalam berbicara.
Jika para orang tua membiarkan anak pada kesalahannya, maka anak itu akan terus salah dalam berucap. Itu karena tidak ada perbaikan pada apa yang di ucapkannya.
"Mau minum?"
Ananda menawarkan anak itu minum dan Kelvin mengangguk mengiyakan.
Gluk.
Gluk.
Gluk.
Kelvin nampak sangat haus sampai terdengar suaranya menelan air.
Aahhhh....
Anak itu mengakhiri minumnya dengan sangat puas. Ananda tertawa dengan tingkah Kelvin dan anak itu juga ikut tertawa nyaring seperti Ananda.
"Sudah?" tanya Ananda.
"Suda."
"Kelvin."
Ibu dan anak itu menoleh ke asal suara yang memanggil nama Kelvin.
Nampak Monika berjalan cantik di atas rumput hijau, Ananda selalu kagum pada kecantikan Monika, tapi sifat buruknya selalu lebih menonjol.
"Kelvin sedang apa?" tanya Monika setelah berjongkok di dekat anak itu.
Kelvin kecil langsung memegang jari Ananda, pertanda jika anak itu tengah was-was dengan kehadiran Monika.
"Kelvin kok takut. Sini, peluk."
Kelvin tidak langsung menyambut uluran tangan itu, namun melihat Ananda lebih dulu.
"Tidak apa-apa."
Ananda seakan mengerti dan mencoba membujuk Kelvin agar mau menerima pelukan dari Monika.
Anak itu ragu-ragu mendekat dan menyerahkan diri untuk di peluk, tapi tidak melepaskan tangannya dari Ananda.
Monika dengan pelan melepaskan jari kecil itu agar tidak bergelantungan terus pada Ananda.
Karena merasa tangannya di lepas, Kelvin langsung meronta tidak mau di peluk.
"Sayang, kenapa kamu selalu takut pada Mama?" tanya Monika.
Ia tidak suka dengan tingkah Kelvin ini, selalu saja menghindarinya. Walau saat masih bayi pun ia selalu menangis jika Monika mencoba untuk menggendongnya.
"Mama," ujar Kelvin menunjuk Ananda, ia masih di tahan oleh Monika sehingga tidak bisa menggapai Ananda.
"Dia itu bukan mamamu, sayang. Ini Mamanya Kelvin. Mama Monika."
Monika menatap sinis Ananda dan menunjuk dirinya sendiri jika dialah Mama untuk Kelvin.
"Mbak, berikan Kelvin pada saya."
Ananda mencoba untuk mengambil Kelvin dari Monika, karena anak itu telah menangis dan meronta setelah mendengar ucapan Monika.
"Tidak. Ini karena dia selalu lengket sama kamu! Dia harus terbiasa," tolak Monika.
Wanita itu tidak mengizinkan Kelvin di ambil Ananda, walau Kelvin menangis pun Monika tidak peduli dan tetap ingin mempertahankan Kelvin.
Ia bahkan sudah berdiri dan berusaha menjauhi Ananda sambil membawa Kelvin.
"Mbak. Kelvin udah nangis, Mbak."
Ananda ikut menangis melihat anak itu seakan ketakutan dengan perlakuan Monika.
"Biarkan! Kamu itu hanya perawat untuk Kelvin. Jangan sok mau menjadi Ibunya."
Monika meneriaki Ananda di tengah tangisan Kelvin.
Ananda hanya membawa Kelvin berjalan-jalan sore, walau tidak jauh dari rumah. Sedangkan Monika, ia datang bersama Mario karena pria itu ada kepentingan di rumah. Kebetulan ia melihat Kelvin dan Ananda di taman sehingga meminta agar singgah di sana.
Walau di taman yang luas itu ada beberapa orang lain, tapi tentu saja tidak ada yang peduli Sampai Monika melihat Mario memasuki taman dan berjalan ke arah mereka dari kejauhan.
"Aku juga ingin bersama Kelvin. Kamu jangan melarang ku bersamanya," kata Monika sambil menangis dan berusaha mendekap Kelvin dalam pelukannya.
"Tapi, Mbak. Kelvin tidak merasa nyaman. Itu melukai Kelvin."
Ananda juga meninggikan suaranya, itu karena dia tidak tahan jika Monika terus saja melarangnya untuk mengambil alih Kelvin.
Lalu, apa juga yang membuat wanita itu menangis, bukan kah dia yang telah memaksa Kelvin?
Ananda menghapus air matanya dengan kasar.
"Berikan, Mbak. Berikan Kelvin pada saya." Ananda berusaha mengambil paksa Kelvin dari Monika, sedangkan anak kecil itu tidak hentinya menangis. Ia juga berusaha kembali pada Ananda tapi badan kecilnya tidak bisa berbuat banyak karena tertahan. Semua yang Ananda lakukan terlihat jelas oleh Mario yang memang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa ini, apa yang kalian lakukan pada anakku?!"
Tiba-tiba Mario datang sambil marah, dari kejauhan ia melihat Monika menangis dan menyaksikan Ananda menarik paksa anaknya.
Ananda langsung melepaskan dan berhenti untuk mengambil Kelvin, karena Mario lah yang beralih menggendong anak itu.
"Sudah sayang, ada Papa. Tenanglah."
Mario mencoba menenangkan Kelvin yang masih menangis. Anak itu mulai tenang setelah berada dalam gendongan Mario.
Walau masih tersendat-sendat, namun ia tidak se takut sebelumnya. Mata dan hidung nya sampai memerah karena menangis.
Anak itu memeluk kuat Mario agar tidak di ambil oleh Monika lagi, ia bahkan tidak berani melihat hal lain selain mengencangkan pegangannya pada Mario.
"Siapa yang membuat anakku seperti ini?" tanya Mario penuh penekanan.
"Pak, ta\_"
"Sayang, Ananda yang membuatnya menangis."
Monika memotong ucapan Ananda yang hampir keluar.
Sedangkan Mario menatap wanita itu setelah mendengar perkataan Monika.
"Tidak, Pak. Saya tidak melakukan itu."
Ananda membela diri karena Mario menatap nya tajam, ia masih sangat takut pada Mario sampai saat ini.
"Jadi, kamu ingin bilang kalau aku yang membuat Kelvin menangis?!" marah Monika tidak terima.
"Tapi kenyataannya memang begitu."
Ananda tidak ingin di salahkan, karena dia sungguh tidak bersalah sama sekali dalam hal ini, justru memang Monika lah yang membuat Kelvin ketakutan.
"Kau...! Sayang, lihat. Dia menyalakan ku, aku cuma mau menggendong Kelvin, tapi wanita itu marah-marah dan membuat Kelvin ketakutan," adu Monika pada Mario.
Jelas Monika telah memutar balikkan fakta, Ananda sampai membulatkan mata tidak percaya mendengar penuturan Monika yang melemparkan kesalahan padanya.
Ananda ingin menjawab bahwa semua itu tidak benar, tapi melihat Mario yang menatapnya semakin tajam dan menusuk. Ananda tidak berani lagi bersuara dan hanya bisa menunduk.
"Pulang!" kata Mario dingin dan langsung pergi meninggalkan taman sambil membawa Kelvin.
"Heh, sukur-sukur kamu hanya akan di usir," bisik Monika pada Ananda sebelum ikut menyusul Mario.
Ananda terdiam sejenak, air matanya jatuh dan berjalan pelan untuk pulang.
Apakah nasibnya akan seperti yang Monika katakan? Ananda sudah sangat mencintai Kelvin, walau ia belum punya anak, tapi Kelvin sudah di anggapnya seperti anak sendiri.
Ananda tidak sadar jika berjalan di tengah jalan.
Pip....
Pip....
Pip....
Ananda tidak mendengar bunyi klakson karena sedang merenung sambil berjalan.
"Woe, kalau mau bunuh diri jangan di jalan!"
Ananda baru tersadar saat ada yang meneriakinya. Ia langsung berjalan ke pinggir tanpa berucap sepatah katapun.
"Dasar orang aneh," umpat si pemilik kendaraan.
Ia menutup kembali kaca mobilnya dan pria berkaca mata itu kembali melaju setelah wanita aneh menyingkir dari jalan.
~~~~~~~🤗🤗🤗
**Jangan lupa dukungan untuk Author agar tetap semangat dalam menulis😁🙏**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Syifa Nurbaety
semangat kak Jum , 💪🏼😊 maaf baru sempat mampir nieh jangan lupa mampir juga ya Kak
2024-12-21
1
Sleepyhead
karena kamu licik... seperti lintah yang berlendir..
2024-09-25
1
Bilqies
dasar ulat bulu
udah salah malah nyalahin orang lain
2024-06-01
0