"Hey. Ingat, kamu itu hanya mau merawat Anakku sampai 5 Tahun. Jangan mengharapkan yang lain." Mario memperingati Ananda setelah mereka resmi menikah, dan saat ini mereka sedang dalam perjalanan.
Yang Ananda tahu, mereka akan pergi ke rumah sakit. Karena dia memang bertugas harus merawat Kelvin.
Namun, sepertinya mobil yang ia naiki itu akan pergi ke tempat lain.
"Baik, Pak," jawab Ananda.
"Maaf, Pak. Apa kita tidak ke rumah sakit?" tanya Ananda setelahnya.
Namun, Mario tidak menjawabnya sama sekali. Karena tidak mendapat tanggapan, Ananda hanya bisa kembali diam.
'Begini sekali nasib ku...!' keluh Ananda mengelus dada berusaha sabar.
Ia menoleh lagi pada Mario, tapi pria itu tetap diam dan tidak menghiraukannya. Ananda hanya bisa ikut diam sampai mereka tiba di tujuan.
Dari dalam mobil, Ananda sudah bisa melihat kemegahan. Bak istana kalau kata Ananda. Ia ikut keluar setelah Mario yang telah keluar lebih dulu, tanpa berbicara dengannya.
"Besar sekali," gumam Ananda saat telah berada di luar mobil.
Ia meneliti rumah itu dengan matanya sampai tidak sadar kalau Mario telah hilang dari pandangan. Cepat-cepat ia menaiki teras yang luas itu dan menuju pintu di mana tadi Mario lewati.
"Eh, dia tadi ke mana?" tanya Ananda pada diri sendiri.
Ia tidak melihat keberadaan Mario setelah memasuki rumah itu, ingin mencari tapi di mana ia harus memulai dalam rumah sebesar itu. Lantai bawah atau atas?
"Siapa ya?"
Ananda melihat wanita baya yang nampak anggun dengan pakaian muslimah nya berjalan mendekat.
"Kamu siapa, dan sedang apa di sini?" tanya wanita itu setelah berdiri di dekat Ananda.
"Maaf, saya Ananda. Saya_"
Ananda tidak tahu harus menjawab apa, Perawat kah, atau istri Mario? Ananda hanya menggantung ucapannya.
"Ananda?" Wanita itu nampak berpikir.
"Oh, Ma sya Allah. Rupanya kamu yang baru saja menikah dengan, Mario."
Ananda tersenyum enggan, Ia sendiri tidak percaya jika sudah menikah. Namun wanita itu dengan senang berkata seperti itu.
"Bibi."
Kedua wanita beda usia itu serempak menoleh ke asal suara, tepatnya di lantai dua. Rupanya Mario yang memiliki suara tersebut.
"Mario memanggilmu, naiklah ke atas," kata Sakinah dan berlalu meninggalkan Ananda setelah memberikan senyum pada Ananda dan Mario yang berada di atas.
Dia adalah Sakinah, Ibu Deri dan Cerry, Bibi Mario.
'Dia baik sekali' batin Ananda memandangi Sakinah yang hilang di balik ruangan dalam rumah itu.
"Hey! Haruskah Aku menyeret mu!"
Ananda melihat Mario memelototinya dengan tajam dari atas. Karena tidak tahan dengan runcingnya mata itu menusuknya, Ananda sampai merinding serta membuang pandang. Ia mulai berjalan menuju tangga untuk pergi menemui Mario.
"Tanda tangan," perintah Mario pada Ananda.
Sekarang ini mereka berada dalam ruang kerja Mario. Mereka duduk berhadapan yang di batasi oleh sebuah meja, di atasnya ada perlengkapan kerja kantoran pada umumnya.
Sedangkan di belakang Mario, tepatnya di depan pandangan Ananda, ada rak bertingkat yang di penuhi dengan berbagai jenis buku dan tertata rapi.
"Apa ini, Pak?" tanya Ananda namun tidak ada jawaban.
"Bisakah saya membacanya dulu," ujarnya kemudian.
Karena menurut Ananda, Ia harus tahu apa yang akan di tandatangani nya itu. Jangan sampai merupakan suatu hal yang akan merugikannya.
"Hmm."
Hanya itu tanggapan Mario, lalu ia berdiri menuju sebuah sofa. Mungkin karena tidak mau melihat wajah Ananda, makanya ia berpindah, sedangkan Ananda tidak peduli dan hanya mau fokus membaca beberapa lembar kertas yang ada di tangan nya.
Poin penting dari kertas perjanjian itu adalah.
- Tidak boleh ikut campur urusan pribadi
- Kelvin harus di utamakan
- Tidak ada kontak fisik
Ketiga poin itu di sertai dengan berbagai keterangan yang sudah Mario tetapkan. Walau pihak wanita sangat besar kerugian nya, tetapi Ananda tidak terlalu memusingkan hal tersebut.
"Pak, bisakah uang yang tertera ini di hapus saja? Sebelum nya saya juga sudah membuat perjanjian dengan Ibu Laily. Nominal perbulan yang akan saya dapatkan sudah sangat besar."
Mario mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Ananda. Bukankah harusnya dia senang karena mendapatkan gaji dari dua orang? Lagipula, Mario melakukannya supaya Ananda tidak bisa mengganggu dan melanggar isi perjanjian.
"Tanda tangan saja," kata Mario dingin.
Ia sama sekali tidak menanggapi perkataan Ananda, Mario tidak mau jika sampai perempuan itu berulah.
"Satu lagi, Pak."
Mario tidak menyahut. Membuat Ananda memberanikan diri melanjutkan perkataannya.
"Kalau bisa, izinkan saya menjenguk Ibu saya 1 atau 2 Minggu sekali."
Ya, karena dalam perjanjian itu, Ananda harus terus berada di samping Kelvin setiap saat.
"Pak, Boleh?" tanya Ananda.
Entah mengapa ekspresi memohon Ananda itu sangat imut di depan Mario, membuat Mario menoleh ke arah lain saat Ananda memohon padanya.
"Pak_"
"Cepat tanda tangan!"
Ananda tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Mario langsung memelototinya. Ananda enggan untuk tanda tangan di atas materai tersebut.
"2 Minggu."
Mario bersuara saat melihat Ananda hanya memandangi kertas itu tanpa menorehkan tanda tangannya.
Ananda menoleh pada Mario yang duduk di sofa dengan wajah berbinar senang setelah mendengar dua kata tersebut.
"Benar, Pak? Saya bisa menemui Ibu saya setiap 2 Minggu?" tanyanya memastikan.
"Hmm."
Walau bukan kata Iya, tapi sepertinya itu adalah ungkapan setuju. Jadi, Ananda kembali pada kertas itu dengan senyum di wajahnya, dan menggoreskan pena di samping nama Mario yang sudah di tandatangani lebih dulu.
Hari ini adalah kepulangan Salma dari rumah sakit, kondisinya sudah baik dan hanya tinggal rutin melakukan pemeriksaan saja, agar tidak kembali di serang penyakit jantung.
"Maaf ya, Bu. Anna tidak bisa mengantar sampai rumah. Soalnya Kelvin tidak bisa Anna tinggalkan," kata Ananda
Ia meminta maaf pada Salma karena tidak bisa mengantar sang Ibu pulang. Saat ini mereka masih berada di ruang inap Salma. Ananda hanya bisa membantu Salma mengemasi barang-barangnya yang ada di sana dalam sebuah tas.
"Tidak apa-apa. Seharusnya Ibu yang meminta maaf, karena kamu harus kerja lebih keras untuk menanggung biaya rumah sakit," kata Salma sambil membelai kepala putrinya itu.
"Ibu jangan bilang begitu. Kalau Anna yang sakit, pasti Ibu juga akan melakukan hal yang sama kan?"
Salma meneteskan air matanya mendengar ucapan Ananda. Wanita berhijab itu sangat bersyukur mempunyai putri seperti Ananda.
"Ih..., Ibu jangan nangis. Nanti Anna ikut sedih."
Ananda memberikan pelukan sayang pada Salma. Ia sudah selesai mengemasi barang Milik sang Ibu, dan menghapus sisa air mata yang masih tertinggal di pipi Salma.
"Ibu pulang ya. Anna sudah pesankan taksi, dan taksinya sudah ada di parkiran rumah sakit."
Salma mengiyakan, dan mereka pun keluar dari ruang Inap tersebut. Ananda hanya bisa mengantarkan Salma sampai masuk dalam mobil saja.
Akhirnya taksi yang membawa Salma pun mulai berjalan. Mata Ananda berembun memandangi mobil itu. Ia tidak memberitahu Salma kalau dirinya sudah menikah dengan Mario. Yang Salma tahu adalah Ananda merawat anak orang kaya dan harus tinggal di tempat nya bekerja.
Ananda tidak mau membebani pikiran Salma dengan kenyataan yang ada, ia akan menunggu Salma sehat dan mengatakan semuanya, atau mungkin tidak akan pernah mengatakannya. Toh setelah 5 tahun, pernikahan kontrak ini akan berakhir.
"Kau wanita yang bernama Ananda."
Saat hendak kembali memasuki rumah sakit, Ananda di hentikan oleh wanita cantik yang bahkan mengetahui namanya.
"Benar, nama saya Ananda. Maaf, Anda siapa?" tanya Ananda.
"Aku Monika," balas wanita itu dengan nada yang terdengar sombong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sleepyhead
Eeeiih.. The sparkle of love ❤
2024-09-25
1
Sleepyhead
Ibu sakinah said : Cocoknya bersama Deri 😁
2024-09-25
1
Bilqies
sabar ananda pasti ada hikmah di balik ini
2024-05-15
0