Masalah Kemarin

"Yaudah ayo naik, kita pulang" tanpa sadar Pram menyebut dirinya dan Ananta dengan sebutan kita.

Diperjalanan pulang, suasananya seperti canggung, sebenarnya Ananta ingin bertanya perihal Fita yang mengikuti mereka atau tidak, tapi karena sedari tadi Pram diam saja, Ananta takut untuk memulai pembicaraan.

Ia pikir mungkin Pram masih kesal soal tadi diparkiran, jadi biarlah Ia pendam dulu pertanyaanya, mungkin lain waktu bisa ditanyakan.

"Kamu mau makan lagi nggak? atau mau beli minuman?" tiba-tiba Pram memulai pembicaraan lebih dulu. Ananta masih tidak enak tadi sudah membuat Pram kesal, karena itu Ia menolak dengan halus tawaran Pram.

"Nggak usah mas, langsung pulang aja saya capek. Mau langsung istirahat" jawab Ananta sopan. Padahal Pram ingin mengajak Ananta untuk makan atau membeli minuman, agar rasa canggung karena masalah diparkiran tadi bisa reda.

Tapi Ananta malah menolak dan memilih pulang, sebenarnya bisa saja mereka langsung berhenti diwarung makan atau dipenjual es, tapi kalau Ananta benar-benar lelah nanti bagaimana.

Terlebih, ini hari pertama Ananta kerja dikantin sekolah, kasihan kalau nanti Ia kelelahan dan malah jadi sakit, nanti bisa-bisa tidak masuk sekolah. Begitu pikir Pram.

Akhirnya Pram mengantar Ananta pulang sampai dipelataran rumahnya, tidak disangkanya ternyata dirumah, Ananta sudah ditunggu oleh banyak anak-anak kecil seusia anak SD.

Yang Ananta tahu mereka anak-anak tetangganya, ada sekitar 9 anak-anak yang masih SD dan 3 diantaranya Ananta tahu mereka sudah SMP, dan salah satunya adalah Anggun.

"Lololo.. kok banyak banget anak-anak mau ngapain, ulang tahun kamu?" tanya Pram.

"Enggak mas, saya ngga ulangtahun. Lagian udah gede dini masak iya saya ulangtahunnya sama anak-anak SD" Ananta beralih menatap Anggun.

"Ada apa nih kok pada kesini semua?" tanya Ananta.

"Ini mbak kita mau belajar sama mbak Ananta, anak-anak kecil ini juga" jawab Anggun menjelaskan.

"Loh? bukannya kemarin kamu bilang cuma kamu aja, sekarang kok malah bawa pasukan" Ananta bingung dengan situasinya, bukannya Ia tidak mau.

Tapi pasalnya rumahnya terlalu kecil untuk menampung anak-anak ini belajar bersama. jumlah mereka terlalu banyak dan tidak ada cukup kursi didalam rumah.

"Iya mbak sama ibukku disuruh belajar disini katanya, biar pinter" Celetuk salah satu bocah laki-laki bernama Adit.

Ananta bingung, Ia melihat kearah Pram meminta saran lewat kode matanya. Pram meminta Ananta untuk mendekat.

"Kalo kamu capek nggak papa, kasih pengertian ke mereka kalau sekarang kamu nggak bisa ngajarin mereka. Pasti nanti mereka ngerti kok" saran Pram tidak terlalu buruk.

Tapi Ananta tidak tega melihat mereka yang sudah datang ke rumahnya ingin belajar, tapi sampai disini mereka malah disuruh pulang lagi. Ananta menarik napasnya panjang.

"Yaudah tunggu sebentar ya mbak mandi sama makan dulu, abis itu kita belajar bareng" Ananta akhirnya memilih ikut kata hatinya.

Pram sedikit terkejut mendengar itu, "Bukannya tadi dia bilang capek, sekarang malah mau ladenin anak-anak sebanyak ini?" kata Pram dalam hati.

"Mas terimakasih untuk hari ini, maaf juga tadi udah bikin mas kesel diparkiran. Sekarang mas boleh pulang" kata Ananta kepada Pram.

Apa ini? Ananta mengusirnya? padahal Pram masih ingin disini melihat apa saja yang akan Ananta lakukan dengan anak-anak ini, tapi yang punya rumah malah menyuruhnya pulang.

"Oke, kalo gitu saya pulang, besok jangan sampe kesiangan" ucapnya dengan senyum terpaksa sambil memakai helm. Mesin motor Ia nyalakan, sebelum tancap gas Ia menganggukkan kepala ke arah Ananta baru setelahnya Ia pergi.

Ananta segera masuk rumah untuk membersihkan diri dan mengisi perut, sebenarnya tadi ajakan Pram untuk makan cukup menggiurkan tapi karena perasaan bersalahnya Ia jadi menolak ajakan itu.

Tidak masalah, seandainya tadi dia setuju untuk makan anak-anak itu akan semakin lama menunggu Ananta, kasihan kan.

Setelah selesai dengan mandi dan makan, Ananta kembali ke ruang tamu, Ia meminta semua anak-anak untuk masuk. Beruntung dirumah ini ada tikar yang ukurannya cukup lebar, jadi bisa digunakan untuk alas duduk lesehan dibawah.

"Nggun bantuin gelar tikar ini ya" pintanya, Anak-anak kecil Ia kelompokkan berdasarkan kelasnya, mereka diminta duduk berkelompok sesuai kelas di atas tikar itu.

Sedangkan tiga orang yang lebih besar tadi, mereka duduk di kursi ruang tamu. Kemudian Ananta memulai kegiatan belajar itu.

"Jadi gini, disini kalian kan mau belajar, nanti sewaktu belajar nggak boleh ada yang ngobrol sendiri. Kalo ada tugas dari sekolah bisa dikerjain sekarang, nanti kalo ada yang sulit mbak bantu nyari solusinya.

Buat yang nggak ada tugas bisa kerjain latihan soal-soal dibuku paket yang udah dikasih sama sekolahnya masing-masing. Jangan ada yang cuma diem aja, karena disini kan mau belajar"

Mereka semua mematuhi aturan yang Ananta buat, anak-anak yang mendapat tugas mengerjakan tugasnya bersama kelompok belajar mereka, saat ada yang mereka tidak bisa mereka akan memanggil Ananta untuk meminta bantuan.

Jika tugas itu sudah selesai, Ananta lebih dulu akan mengoreksi jawaban mereka, jika masih ada yang salah harus dikerjakan lagi.

Tanpa terasa kegiatan itu berlangsung hingga malam, pukul 8 malam barulah semua anak-anak itu pulang kerumah masing-masing. Melelahkan memang, tapi menyenangkan mengajari mereka, kadang ada saja tingkah mereka yang membuat Ananta tertawa.

Ananta merebahkan badannya dikasur kamar, masih terpikirkan olehnya perihal HP, tapi karena rasa lelah dan kantuk yang begitu kuat, tanpa sadar Ia tertidur begitu saja.

___

Keesokan harinya Ananta sudah kembali rapi dengan seragam sekolahnya, Neneknya sudah selesai memasak dan kali ini sedang akan menjemur cucian.

"Kamu nggak sarapan dulu?" tanya neneknya, Ananta hanya menjawab dengan gelengan kepala, tidak lama suara motor khas Pram sudah sampai dirumah Ananta.

Laki-laki itu membuka helmnya, dan turun dari motor. Ia lalu menyalami neneknya Ananta yang sedang menjemur baju.

Neneknya yang sudah tua sedikit pikun itu bingung "Cari siapa ya pak?" tanya neneknya.

Pram hanya tersenyum dan menjawab "Mau jemput cucunya mbah buat sekolah" tapi karena pendengaran nenek juga sudah berkurang, jadi bukan itu yang nenek dengar.

"Oh bapaknya sudah nggak ada sudah meninggal" kata neneknya, Ananta menepuk jidatnya sambil menggelengkan kepala.

"Udah mas nggak usah diperpanjang, nenek saya pendengarannya kurang baik" kata Ananta menghentikan interaksi antara dua orang itu.

"Mbok aku berangkat sekolah dulu, nanti sore baru pulang. Jangan kemana-mana, nanti ilang" kata Ananta dekat sekali dengan telinga neneknya.

"Oalah mau sekolah, iya nanti nggak kemana-mana" Ananta lalu meraih tangan neneknya untuk salim. Pram kemudian mengangguk dan mengundurkan diri ke arah motornya.

Setelah itu mereka berlalu berangkat ke sekolah. Kali ini Ananta memberanikan diri bertanya soal Fita kemarin, "Pak, eh mas. kemarin temen saya ada yang ngikutin ya waktu berangkat sekolah?"

Pram pikir Ananta tidak tahu "Iya, temen kamu yang nawarin kamu buat bareng kemarin" nah kan benar firasat Ananta.

"Kok mas nggak bilang saya?"

"Emang kalo saya bilang kamu, kamu mau apa?" tanya Pram.

"Ya kan saya bisa tegur temen saya, bilang kalo mas ngga nyaman diikutin"

"Nggak usah mereka juga pasti udah nggak akan ngikutin lagi" jawaban Pram sebenarnya tidak memuaskan untuk Ananta, tapi nanti Ia akan tetap menegur Fita saat disekolah.

"Kemarin juga kamu ke perpus kenapa pake gandengan tangan sama cowok?"

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!