Tangis

"Mbaahhh bangun mbaahh!! mbaah bangun!! jangan tidur gini mbaahh!" teriak Ananta sekeras yang Ia bisa untuk membangunkan kakeknya.

Teriakan itu didengar para tetangga, tak terkecuali Wati yang saat itu sedang ada dirumah. Segera saja perempuan itu berlari menuju ke rumah mertuanya. Dilihatnya Ananta dan Nenek Imah meraung-raung memanggil bapak mertuanya yang sudah tidak bergerak.

Wati langsung berlari ambruk disamping ranjang bapak mertuanya, "Pak, bapaaaakk, bapak bangun paak!! jangan gini paakk!! ini aku Wati pak ayo bapak buka matanya, Paaakkk!" sia-sia, tidak ada yang bisa mengembalikan nyawa Kakek Adi.

Nur yang saat itu pergi ke ladang mencari pakan kambing, segera dicari oleh tetangga dan diajak pulang. Diperjalanan pulang pikiran Nur sudah tidak tenang "Ada apa pri, apa yang terjadi?" Nur terus mendesak Supri tetangga yang menjemputnya untuk biacara.

"Akang yang tenang ya, nanti kalo udah dirumah akang tau ada apa" Supri masih belum mau memberi tahu apa yang terjadi, takutnya nanti Nur syok dan terjadi hal yang tidak diinginkan dijalan.

Lima belas menit perjalanan, Nur tiba dirumahnya. Dilihatnya sudah banyak orang yang berkerumun dirumah orang tuanya, pikirannya langsung tertuju pada bapaknya. Hal paling Ia takuti akhirnya terjadi, samar-samar Ia mendengar bahwa bapaknya sudah meninggal.

"Bapakku Ya Allah!! paaaakkk bapaaakkk!!" Nur menembus kerumunan orang seperti sedang kesetanan. Setelah sampai didalam rumah, dilihatnya Istri dan anak-anaknya tengah menangisi jasad bapaknya yang terbujur kaku.

Langkahnya semakin terseok-seok mendekati ranjang tempat bapaknya dibaringkan, seketika Nur ambruk diatas tubuh bapaknya.

Ia guncangkan sekeras mungkin tubuh tua itu "Paaak Bapaaaakkk!! Aaaarggghhh Bapaaakkkk!!"

Ia kecup kening bapaknya sambil dipanggil-panggil "Pak bapak ini aku Nur paakk, bangun ya pak"

Tapi... Nyawa itu sudah terpisah dengan raganya. Tidak ada yang bisa menyangkal takdir. Kakek Adi telah kembali kepada sang peciptanya untuk selamanya.

___

Prosesi pemakaman berlangsung dengan penuh tangis, bahkan Nur beberapa kali pingsan saat mengurusi jenazah bapaknya. Meskipun saudara-saudaranya yang lain datang untuk menguatkan, namun bagi Nur kehilangan orang tua adalah pukulan terberatnya.

Sementara Ananta, gadis itulah yang justru paling tersiksa dengan perginya kakeknya. Setelah ini siapa yang akan menjadi pelindungnya, siapa yang akan mendengar ceritanya sepulang sekolah? Siapa yang akan memijat kepalanya saat Ananta mengeluh pusing? Siapa yang akan mengajaknya melihat bintang dimalam hari sambil bercerita tentang banyak hal.

Selama ini, memang sebaik itu Ananta diperlakukan oleh Kakek Adi, ibarat sebuah istana Kakek Adi adalah raja dan Ananta adalah putri mahkotanya.

Dirumah itu penuh dengan sanak saudara, tapi tidak satupun dari mereka yang mencoba untuk memeluk Ananta atau bahkan sekedar memberi kata-kata penenang. Ananta memeluk dirinya sendiri dalam tangis, Ia redam sendiri dukanya ditinggal pergi orang tercintanya.

Bagaimana dengan ibunya? Ibunya sudah diberi kabar pagi tadi bahwa Kakek Adi meninggal. Dan katanya akan segera pulang saat itu juga, tapi sampai hari berlalu sore, tidak ada tanda-tanda wanita itu akan datang.

Dalam hati Ananta Ananta mengutuk ibunya sendiri, bahkan dihari kematian ayahnya wanita itu tidak pulang. Terbuat dari apa sebenarnya hatinya, setelah ini Ananta tidak akan lagi mengemis apapun pada perempuan itu.

___

Tujuh hari telah berlalu, setelah kematian Kakek Adi banyak yang berubah. Anak-anak dari Budhe Riani misalnya, mereka sedikit demi sedikit berubah lebih baik pada Ananta, yang dulu mereka bahkan enggan untuk sekedar bertegur sapa. Sekarang tidak lagi.

Yang paling aneh Nur dan Istrinya juga terlihat bisa menerima keberadaan Ananta, sesekali terkadang Wati menanyakan apakah Ananta sudah makan. Beberapa kali juga Ia meminta bantuan Ananta untuk membeli sesuatu diwarung.

Sepuluh hari setelah kematian kakeknya, Ananta dipanggil ke rumah Nur, ingin sebenarnya menolak karena Ia masih takut-takut untuk berhadapan langsung dengan mereka. Meskipun beberapa hari ini perangai mereka terlihat berubah.

Tapi siapa yang bisa menjamin mereka akan berubah total.

Ananta masuk lewat pintu dapur, dilihatnya Nur sedang duduk menghadap meja makan, "Sini duduk sini" laki-laki itu memanggilnya dan memintanya duduk di kursi yang tidak jauh darinya.

"Sudah makan kamu?" tanya Nur

"Sudah tadi" Jawab Ananta, gugup sebenarnya tapi dia buat senetral mungkin.

"Mbahmu kan sudah nggak ada, sampai hari ini ibukmu juga nggak ada kabarnya, katanya mau pulang tapi mana? Mulai hari ini kamu kalau mau makan disini aja, mbok juga biar jadi tanggungan bulekmu makannya, biar bulekmu yang masakin.

Saya denger kamu mau lanjut sekolah, ya nggak papa lanjut saja kalau itu keinginan kamu. Tapi nanti kalo kamu kesulitan biaya saya nggak bisa bantu apapun, kalau ditengah jalan kamu mau berhenti saya juga nggak akan larang kamu.

Yang pasti kamu atur sendiri gimana baiknya buat kamu, dan saya harap kamu bisa patuh sama omongan saya juga bulekmu, anggap kita ini seperti orangtuamu sendiri."

Apa ini? baru kali ini Ananta mendengar pakleknya bicara sepanjang ini, dan dengan nada bicara yang normal, tidak ditinggikan seperti biasanya.

Dan apa katanya tadi? anggap seperti orang tua?, apa Ananta tidak salah dengar. Apakah saat ini Ia boleh bersujud untuk mengungkapkan rasa syukurnya.

Inilah yang Ia tunggu-tunggu selama ini, diterima dengan baik oleh keluarganya sendiri. Ia selalu menantikan hari ini, hari dimana Ia akhirnya diberi pegangan untuk melalui kehidupannya.

Ananta berfikir, mungkin kematian kakeknya telah menyadarkan mereka semua, dan pada akhirnya mereka mau berlaku baik padanya.

___

Tahun ini tahun ajaran baru, Tahun pertama ia bersekolah sebagai murid SMK, dulu setiap kali pulang sekolah atau setiap kali kakeknya senggang, ia akan selalu bercerita tentang hari-hari yang ia lalui di sekolah.

Tapi tahun ini moment seperti itu tidak akan pernah Ananta rasakan lagi, setiap malam sebelum tidur Ananta selalu menangis menuntaskan rindunya pada kakeknya. Tapi seberapapun lamanya Ia menangis, kakeknya tidak akan bisa kembali lagi.

Ananta sadar hidup harus terus berjalan dengan atau tanpa kakeknya, sekarang masih ada neneknya yang harus Ia bahagiakan diusia senjanya.

Pagi ini hari pertama Ananta pergi ke sekolah baru, tapi masih memakai seragam SMP nya. Karena akan diadakan kegiatan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) jadilah seluruh murid baru masih mengenakan seragam SMP.

MPLS berlangsung selama 4 hari, sebenarnya dihari keempat semua murid sudah diminta untuk memakai seragam SMK mereka yang baru, tapi Ananta, Fita dan Eva tidak memakainya.

Jika Ananta tidak memakai baju seragamnya karena Ia tidak punya uang untuk mengambil bajunya dipenjahit, berbeda dengan Fita dan Eva. Mereka beralasan bajunya masih belum jadi.

Padahal seragam mereka sudah selesai digarap bahkan sudah ada dirumah mereka masing-masing. "Udah mbak nggak papa kita temenin pakek seragam SMP" Ucap Eva menyemangati Ananta.

Sebenarnya bukan hanya seragam, bahkan sepatu pun Ananta tidak punya. Sepatu SMP nya masih ada tapi sudah jebol dua-duanya, jadilah selama MPLS Ananta selalu memakai sendal.

Hal itu juga dilakukan oleh kedua sahabatnya Fita dan Eva, mereka juga memakai sendal sebagai bentuk solidaritas mereka. Bukan mereka tidak punya sepatu. Mereka bahkan sudah membeli sepatu baru, tapi mereka enggan menggunakannya karena merasa kasihan dengan Ananta.

Seperti ini saja Ananta sudah sangat bersyukur, dia mempunyai dua teman yang sama sekali tidak malu berteman dengannya.

Iri pasti selalu dirasakan Ananta, kenapa teman-temannya hidup lebih baik dari dia, bahkan mereka punya orangtua yang sangat menyayangi mereka.

Sementara dirinya? jangankan disayang oleh ibunya dianggap adapun tidak.

Hari ini hari sabtu, hari terakhir pelaksanaan MPLS. Pihak sekolah menghimbau agar semua murid wajib memakai seragam sekolah SMK saat masuk sekolah dihari senin nanti.

Semua murid tentu akan menaati itu, tapi bagaimana dengan Ananta? dapat uang darimana dia untuk mengambil seragam dipenjahit dan membeli sepatu, sementara Ia tidak bekerja.

Kini Ia Fita dan Eva sedang berada dikantin sekolah untuk istirahat makan siang, mereka memesan nasi goreng dan es teh untuk makan mereka kali ini. Untungnya Ananta masih punya celengan SMP nya, jadi untuk uang saku dia masih punya uang sendiri.

"Fit, nanti aku pinjem HP mu lagi ya, mau telpon ibuku. Mau coba minta uang buat bayar seragam, siapa tau dikasih" ucap Ananta meminta bantuan kepada Fita.

"Ooh oke mbak, nanti ke rumah aja, telpon dirumah" jawab Fita.

"Iya nanti aku kesana"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!