Harapan

"Tt tapi dari mana ibu bisa tahu saya berhenti sekolah?" tanya Ananta ragu-ragu. Tidak mungkin kan selama ini gurunya memata-matai dia, Ananta sudah tidak lagi bersekolah di SMP lalu apakah akan sejauh ini Bu Indra mengurusi tentang dirinya.

"Ini adik keponakan saya, dan dia salah satu staff di sekolah kamu" Ananta terkejut mendengar fakta bahwa laki-laki yang datang bersama Bu Indra itu masih keluarga Bu Indra, pantas saja gurunya bisa tahu Ia berhenti sekolah.

"Sekarang kamu cerita ke saya, ada apa? kenapa milih untuk berhenti?" tanya Bu Indra lembut, terlihat ekspresi kecewa diwajah wanita itu, mungkin Ia kecewa karena Ananta lebih memilih untuk berhenti sekolah.

"Saya nggak usah sekolah saja bu, kakek saya sudah nggak ada, dan nggak ada yang bersedia membiayai sekolah saya. Lebih baik saya cari kerja biar bisa dapat uang buat bantu nenek saya" Ananta masih takut untuk menatap wajah gurunya ketika bicara.

"Kan kamu sudah dapat beasiswa, apalagi yang bikin kamu ragu buat sekolah?" tanya Bu Indra "Beasiswa sekolah hanya menanggung biaya spp dan uang pangkal, terus untuk kebutuhan lain? seragam, sepatu, buku, transportasi, dan uang saku sehari-hari saya dapat dari mana bu?" terang Ananta.

"Ya Allah ta, kenapa kamu ngga datang ke saya? kamu bisa minta tolong sama saya."

"Kamu tau alasan kenapa semenjak bertemu kamu saya sering bantu kamu? itu karena kamu anak yang baik, kamu jujur dan kamu punya kecerdasan yang sayang banget kalau dibiarin gitu aja" kata-kata Bu Indra membuat trenyuh Ananta bahkan matanya sampai berkaca-kaca. Ya, Ananta memang secengeng itu jika menyangkut kehidupannya.

"Besok kamu kamu harus sekolah, ini keponakan saya namanya Pram nanti ba'da magrib akan dateng kesini buat ajak kamu beli sepatu,seragam, sama kebutuhan lainnya. Kamu nggak usah mikirin uang, itu urusan saya. Yang jelas besok kamu harus sekolah." Perkataan Bu Indra tegas seperti tidak bisa dibantah, laki-laki disampingnya pun hanya diam tanpa berani menyela.

Jadilah hari ini arah kehidupan Ananta berubah, berkat gurunya itu Ananta tidak jadi putus sekolah. Ia membatalkan rencana kerja diapotik, mungkin ini jawaban dari semua pertanyaan Ananta kepada Tuhan, selama ini kenapa harus dirinya yang menanggung beban seperti ini? jawabannya karena hanya Ananta yang mampu dan sudah dipersiapkan jalan terbaiknya.

Selepas magrib laki-laki itu benar-benar datang lagi, Ananta yang memang sudah menunggu kedatangannya tidak perlu membuat laki-laki itu menunggunya bersiap-siap. Ananta sudah berpamitan pada neneknya untuk pergi membeli sepatu.

Neneknya sempat bertanya dengan siapa Ananta pergi, Ia hanya menjawab dengan teman. Setelahnya tidak ada lagi pertanyaan yang neneknya ajukan.

"Halo, sudah siap ya?" tanya laki-laki itu sambil menampilkan senyum manisnya. Manis sekali menurut Ananta, sebagai anak perempuan yang sudah menginjak usia remaja, bohong jika Ananta tidak merasa deg-degan saat bersama laki-laki yang bukan siapa-siapanya, terlebih lagi laki-laki yang saat ini bersamanya wajahnya bisa dibilang, ganteng hehehe.

"Sudah pak" jawab Ananta sedikit canggung tapi Ia mencoba menyembunyikan perasaan itu dengan senyum. Kali ini Ananta hanya mengenakan pakaian seadanya, Celana levis yang Ia padukan dengan kemeja kotak-kotak berbahan flanel dan kerudung warna coksu. "Ya sudah ayo,naik" Pram membenarkan posisi footstep agar Ananta bisa naik dengan mudah. Maklum ukuran motor Pram terlalu tinggi untuk orang seukuran Ananta.

"Ini kita mau beli sepatu dulu apa gimana?" tanya Pram ditengah perjalanan, suaranya sengaja Ia tinggikan agar terdengar jelas, "Beli sepatu dulu aja nggak papa pak, nanti pulangnya sekalian ambil seragam dipenjahit" jawab Ananta.

"Jangan panggil saya pak, saya belum nikah" kata Pram diiringi sedikit tawa, Ananta pikir karena Pram adalah staff di sekolah SMK nya, artinya kedudukannya sama dengan guru, oleh karena itu Ia memanggil Pram dengan sebutan pak, tidak ada urusan laki-laki itu sudah berumahtangga atau belum.

"Kan bapak guru disekolah saya, jadi saya panggil pak" Jawaban Ananta terdengar polos sekali, Pram dibuat tersenyum karena itu. Benar kata Bu Indra, Ananta anak yang baik, jujur bahkan cenderung polos. "Itu kalo disekolah, diluar sekolah jangan panggil gitu, ngerasa tua banget saya jadinya, hahaha" kelakar Pram.

"Ooh iya Pak, eh.. " jawab Ananta gugup "Panggil mas aja, atau cak mungkin haha" sepertinya Pram sengaja membuat suasananya agar lebih santai. Ia khawatir Ananta takut dengannya jika Ia bersikap kaku.

"Mas aja kalo gitu". Setelah mereka selesai membeli sepatu tas dan perlengkapan sekolah lainnya Pram kembali bertanya "Ambil seragamnya dimana, jauh nggak?"

"Enggak sih mas, sejalan sama arah pulang kok" jawab Ananta "Oo ini kamu ada yang mau dibeli lagi nggak, kalo ada beli aja dulu. Uangnya masih ada kok, Mbak Indra bilang beli semua barang yang kamu butuhin buat sekolah" memang benar, Bu Indra berpesan seperti itu pada Pram sebelum laki-laki itu berangkat.

"Udah semua mas" singkat padat jelas, bukan karena cuek, tapi Ananta bingung harus bicara apalagi, bahkan sampai saat ini tangannya masih dingin karena Ia gugup keluar dengan laki-laki itu.

"Emm kalo gitu kita cari makan, kamu mau makan apa? jangan sampek kamu nggak makan bisa dimarahin Mbak Indra saya nanti" tanya Pram, sebenarnya perihal makan tidak ada diwejangan Bu Indra, hanya Pram saja yang sengaja mengajak Ananta makan.

"Apa aja deh mas, terserah mas aja" Lagi-lagi Ananta bingung harus jawab apa, "Kita makan mie aja ya, saya punya warung mie langganan" kata Pram,

"Iya" hanya itu jawaban Ananta, dan jelas sekali bahwa Ananta ini terlalu pendiam dan polos.

Setelahnya mereka pergi kewarung mie yang dimaksud Pram, didepan warung terdapat banner dengan tulisan 'Mie Ceker Setan' dalam hati Ananta berkata "Emang setan punya ceker?, bisa dicampur mie juga cekernya setan?"

Mereka memilih tempat duduk yang agak kedalam, karena saat itu warung cukup ramai. Beberapa orang memperhatikan kedatangan mereka, hal itu membuat Ananta tidak percaya diri. Ananta merasa pandangan orang-orang seakan mengintimidasi dirinya.

Apakah pantas Ia berjalan bersama laki-laki yang terlihat sempurna seperti Pram? Padahal dalam benak Ananta, Ia dan Pram mungkin terlihat seperti kakak dan adik yang sedang mencari makan bersama.

"Mau pesen apa?" tanya Pram sembari memperhatikan wajah Ananta, yang Pram pikirkan saat ini adalah kenapa bisa ada gadis selugu Ananta, tapi diwaktu bersamaan sorot mata Ananta juga menunjukkan ada kesedihan.

Yang Ia dengar dari Bu Indra, Ananta tidak pernah bercerita tentang masalahnya ke siapa pun, disekolah jika Ananta sedang kalut dengan masalahnya Ananta akan sedikit menjauh dari teman-temannya, dan memilih untuk membaca buku di perpustakaan sekolah.

"Apa aja terserah mas" kata Ananta sambil tersenyum canggung, "saya pesenin granat satu mangkuk mau kamu?" tanya Pram bercanda "Ya jangan mas, sesuai dimenunya aja" jawab Ananta

Pram kemudian memanggil pramusaji warung dan menyebutkan pesanan mereka, dua porsi mie ceker dengan tambahan sayap ayam. Pram memesan es susu, sedangkan Ananta memilih es jeruk. Ia cukup tahu diri, kalau kali ini makannya dibayarkan orang lain, jadi tidak enak rasanya kalau memilih menu yang harganya mahal.

"Ngga pingin pesen apa-apa lagi? tambah sayap,ceker atau kepala ayam mungkin?" tanya Pram kepada Ananta selepas pramusaji pergi.

"Enggak mas itu aja udah" jawab Ananta, "Tenang aja ini uangnya mbak indra masih banyak kok haha" kata Pram diiringi tawa yang memancing atensi beberapa kaum hawa yang dekat dengan meja mereka.

Pasalnya tersenyum saja Pram manis, apalagi tertawa. Bisa meleleh hati perempuan jika harus berhadapan dengan makhluk seperti ini setiap hari.

Menanggapai perkataan Pram Ananta hanya tersenyum, sebenarnya Pram berbohong perihal uang yang digunakan untuk mereka makan kali ini, bukan uang Bu Indra melainkan uangnya pribadi.

Beberapa menit berlalu pesanan mereka datang, mereka makan tanpa ada obrolan lagi. Selesai makan pun mereka segera pergi mengambil pesanan seragam Ananta dipenjahit. Setelah semua keperluan sekolah sudah didapat mereka langsung pulang.

Pram mengantarkan Ananta tepat didepan rumahnya "Masuk dulu mas" tawar Ananta, sebenarnya itu hanya basa-basi, Ia berharap Pram tidak akan benar-benar mampir, sungkan rasanya mengajak laki-laki itu mampir ke rumahnya yang kumuh. "Lain kali aja ya, udah malem juga. Jangan lupa besok sekolah saya jemput, yaudah ya Assalamu'alaikum"

"waalaikumsalam" jawab Ananta, huuuft... Ia bernafas lega karena Pram sudah benar-benar pergi. Ada senyum bahagia yang terukir di wajah Ananta, Ia senang karena akhirnya Ia bisa kembali sekolah.

"Dari mana kamu?"

deg....

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!