"Loh mas, kamu kok disini, bukannya tadi bilang ke kampus ya? terus kok nggak pakek seragam?" dan ya, orang itu adalah Bu Yunissa.
Pram yang sore itu mood nya sedang tidak baik hanya menjawab dengan singkat "Iya", hanya itu dan berlalu keluar gerbang begitu saja, Ananta merasa tidak enak dengan sikap Pram tapi dia juga tidak tahu laki-laki itu kenapa.
"Mari bu." ucap Ananta sambil membungkukkan badannya, Ia berlari keluar menyusul Pram. Melihat Pram yang sudah duduk diatas motor, tanpa banyak bertanya Ananta duduk di jok belakang. Pram menyalakan mesin motornya, kemudian pergi.
Di perjalanan tidak ada obrolan yang terjadi, entah apa, Ananta merasa suasana hati Pram sedang buruk. Kalau sudah begini Ia takut untuk bicara, takutnya nanti salah.
Pram menepikan motornya disalah satu warung bakso pinggir jalan, Ananta turun dan kemudian mengikuti Pram yang masuk ke dalam warung.
"Buk baksonya satu minumnya teh anget" Pram menyebutkan pesanannya, Ananta pikir mungkin laki-laki itu sedang lapar, jadi suasana hatinya berantakan.
Saat pesanan sudah datang dan ditaruh dihadapan Pram, laki-laki itu menggeser mangkuk bakso dan gelas minuman ke arah Ananta "Makan" titahnya datar, dengan wajah tegas.
"Tapi saya nggak laper mas" jawab Ananta takut-takut.
"Kamu mau bohong apalagi sama saya, tadi bilang mau pulang sama temen kamu. Tapi nyatanya sampe jam segini kamu belum pulang, seandainya kamu nggak saya jemput mau tidur dipos satpam kamu?"
"Tadi itu pak satpamnya nawarin mau anter pulang, tapi nunggu kerjanya selesai." jawab Ananta dengan kepala tertunduk.
"Sekarang makan habisin, saya tau kamu laper" Ananta dibuat kikuk setengah mati, Ia tidak berani membantah. Selain karena sekarang Pram terlihat lebih galak, juga karena memang Ia sebenarnya sedang menahan lapar.
Rasanya sangat keki, ketika Ia makan harus diawasi oleh Pram. Apalagi dengan pandangan mata yang jelas-jelas ada kemarahan disana.
Selesai makan Ia mengajak Pram untuk segera pulang karena hari sudah mau magrib "Mas saya udah selesai, ayo pulang"
Pram tidak menjawab apapun, Ia berdiri dari duduknya membayar bakso yang tadi dimakan Ananta. Kemudian berlalu menaiki motornya, Ananta hanya mengekor saja tanpa banyak bicara.
Sesampainya dirumah, ternyata benar tebakan Ananta. Anak-anak sudah menunggunya untuk belajar bersama, saat Ananta hendak mengucapkan terimakasih pada Pram, laki-laki itu justru turun menghampiri anak-anak.
"Halo adik-adik, mau belajar ya?" Suaranya terdengar sangat manis dan lembut, berbeda saat Ia bicara dengan Ananta diwarung bakso tadi.
"Iya Kak," jawab mereka kompak "Maaf ya, hari ini belajarnya libur dulu nggak papa? soalnya mbak Ananta nya kan baru pulang, jadi capek banget. Besok pagi harus sekolah lagi pagi-pagi banget"
"Jadi buat hari ini libur dulu ya, besok boleh belajar lagi. Sebagai gantinya besok kakak temenin belajar juga, ya" Itu bukan pertunjukan sulap, tapi semua anak-anak seperti terhipnotis dengan kata-kata Pram.
Tidak ada satupun dari anak-anak itu yang membuka suara untuk protes, mereka semua kompak membubarkan diri pulang kerumah masing-masing.
"Udah sana masuk istirahat, saya mau pulang" kata Pram berbalik menuju motornya.
"Mas.. "
"Apa?"
"Nggak papa, hati-hati dijalan" Ananta takut untuk meminta maaf, jadi Ia hanya mengucapkan itu dan berlalu masuk ke rumahnya.
___
Di perjalanan pulang, Pram dibuat uring-uringan dengan sifat Ananta. Bukankah seharusnya gadis itu meminta maaf karena sudah membuat Pram sekesal ini?
Pram kesal karena Ananta tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, atau paling tidak pagi tadi kan Ananta bisa bilang kalau Ia minta dijemput, jadi Ananta tidak perlu menunggu disekolah sapai sesore ini. Pram juga tidak akan merasakan perasaan khawatir.
Tapi nyatanya gadis itu seperti tidak merasa bersalah sama sekali, Ia tidak meminta maaf atau memintanya untuk mampir sebentar.
Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, itu juga tidak sepenuhnya salah Ananta, untuk apa Pram sampai semarah itu hanya karena Ananta tidak pulang tepat waktu?
Dan bicara tentang sifat Ananta, wajar kan jika gadis itu tidak mengerti bagaimana harusnya Ia bersikap pada Pram. Laki-laki itu tidak menjelaskan kenapa Ia uring-uringan.
Terlebih lagi Ananta masih gadis yang baru menginjak masa SMA, tentu pemikirannya belum sematang Pram.
Dirumahnya Ananta merasa kasihan dengan anak-anak yang disuruh pulang oleh Pram tadi, bagaimana kalau mereka punya tugas yang harus dikumpulkan besok dan mereka tidak bisa mengerjakan sendiri.
Tapi Ananta juga merasa lega Ia bisa istirahat lebih awal. Perihal sifat Pram, Ananta tidak tahu apa yang terjadi. Kenapa Pram kelihatan marah sekali padanya, padahal Ia tidak melanggar peraturan apapun.
___
Sampai dirumah Pram langsung masuk kamarnya untuk istirahat. Tapi notifikasi pesan masuk berulang kali mengganggu istirahatnya.
Dengan malas Ia meraih HP yang Ia letakkan dinakas, ternyata itu pesan dari Bu Yunissa. Terhitung ada 25 pesan yang belum terbaca dari tadi siang.
'Mas kamu dimana?'
'Mas masih dikampus?'
'Mas udah makan siang?, aku lagi makan gado-gado dikantin'
Dan masih banyak lagi pesan yang menurut Pram tidak begitu penting, tapi pesan terakhir yang dikirim wanita itu menarik perhatiannya.
'Mas siapa siswi itu? kenapa mas selalu berangkat dan pulang bareng dia? apa dia ada hubungan keluarga sama kamu?' Untuk apa wanita itu menanyakan tentang Ananta.
Flashback on
POV Alvian Pramartama
Aku anak tunggal, orang tuaku sudah lama bercerai, Ayah seorang pebisnis furniture yang tekun. Tapi sedari dulu, pemikiran ayah dan bunda selalu tidak pernah searah. Banyak sekali hal yang membuat mereka sering bertengkar karena perbedaan pendapat.
Puncaknya saat aku lulus SMA ayah dan bunda bercerai. Ayah ingin aku menuntut ilmu di pondok pesantren, karena memang latar belakang keluarga ayah cukup agamis.
Tapi bunda ingin aku melanjutkan kuliahku, beliau ingin aku menjadi orang yang punya gelar, karena nantinya aku akan menjadi satu-satunya pewaris dari yayasan yang didirikan nenekku.
Akhirnya aku memilih ikut bunda, karena waktu itu aku berpikir mondok hanya untuk anak-anak nakal saja. Jadilah bunda mantap untuk menceraikan ayah.
Tapi sudah hampir setahun ini aku memilih tinggal sendiri, mencari tempat tinggal yang dekat dengan keluarga ayahku.
Selain untuk mengobati rindu pada mereka, aku juga kecewa dengan keputusan bunda untuk menikah lagi.
Ayahku sudah pindah ke luar kota beberapa tahun lalu setelah bercerai dengan bunda. Mbak indra, adik ayahku bilang sampai sekarang ayah masih fokus dengan bisnisnya dan belum berniat untuk punya pasangan lagi.
Hari ini aku berkunjung kerumah bunda, kangen katanya. Sekalian ada hal penting yang ingin dibicarakan.
"Ini anakku namanya Prama, dia tahun ini 23 tahun. Dan lagi kuliah jurusan pendidikan Bahasa Inggris, dia kerja jadi staff di salah satu sekolah SMK dibawah naungan yayasan punya neneknya."
Bunda memperkenalkan aku kepada rekan kerjanya yang sedang berkunjung ke rumah, Bunda bekerja sebagai seorang dokter di salah satu rumah sakit besar di kabupaten ini.
Rekan bunda tidak datang sendiri, Ia membawa serta seorang perempuan yang aku tebak itu adalah anaknya, dan ternyata benar.
"Pram, ini temen bunda namanya tante aida, dan ini anaknya namanya Yunissa." kata bunda menjelaskan.
"Jadi gini nak Pram, tante sama bunda kamu udah lama bersahabat sejak masih kuliah kedokteran. Dulu kita pernah punya impian kalo kita punya anak perempuan sama laki-laki mau kita jodohkan" kata tante aida
Apa? dijodohkan? aku bukan perjaka tua yang tidak laku kenapa harus dijodohkan?.
"Iya Pram dan ternyata Tuhan kabulin impian kita, dan Yunissa yang cantik ini adalah calon tunangan kamu" kata bunda sambil tersenyum bahagia.
Aku yang mendengar itu hanya menyunggingkan senyum. Senyum yang sangat terpaksa, Karena jujur aku sangat benci ini. Kenapa harus ada acara perjodohan.
Melihat wanita yang kata bunda akan menjadi tunanganku ini, sepertinya aku kurang sreg. Tidak ada hal menarik yang bisa aku lihat dari matanya yang bisa membuatku jatuh hati.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments