"Peraih juara umum satu SMP xxxx Tahun ajaran 2016/2017 Dengan nilai tertinggi adalah Ananta Putri Soehadi dari kelas 9A putri dari bapak Adi Soehadi"
"Gusti Allah!" dengan mata berkaca-kaca Ananta menahan tangis bahagianya, Ia bergegas naik ke panggung menyusul fita dan satu orang murid lain penerima juara umum.
Fita memeluk Ananta sebagai wujud rasa syukur dan bahagia karena mereka berdua terpilih menjadi juara umum.
Kepala sekolah didampingi wakilnya memberikan piala, Piagam dan juga uang tunai yang entah berapa jumlahnya kepada masing-masing juara umum.
Setelah acara pengumuman juara selesai, berlanjut ke prosesi wisuda. Seluruh wisudawan-wisudawati naik ke panggung untuk menyanyikan beberapa lagu perpisahan.
Diakhir penampilan mereka menyanyikan lagu yang isinya tentang ucapan terimakasih kepada guru dan orang tua atas jasa-jasanya dalam mendidik mereka, baru kemudian setelah itu mereka semua turun dan melakukan sungkeman kepada orang tua masing-masing.
Di moment itu Ananta menangis sejadi-jadinya dipangkuan bulek wati, bukan karena Ia merasa bersalah atau berdosa pada wanita itu.
Tapi Ia menangisi nasibnya, kenapa bukan ibunya yang berada diposisi itu. Kenapa malah orang lain, tangisnya semakin dalam ketika Ia tahu ternyata hanya dia yang tidak dihadiri ibu atau ayah kandungnya saat itu.
Bulek wati saat itu tidak bisa berbuat apa-apa, sebenarnya i juga merasa terharu dengan apa yang dilakukan Ananta, Iamerasa kasihan pada anak itu, tanpa dirasa air matanya ikut luruh menyaksikan Ananta menangis.
Selama ini terlalu banyak beban yang ditanggung anak itu sendirian, terlalu banyak mata yang memandang anak itu rendah. Tapi apa yang bisa Ia lakukan, kebencian kepada ibu dari anak itu tidak pernah habis bahkan sampai hari ini.
Bunga mawar yang sedari tadi dipegang oleh Ananta akhirnya diserahkan kepada bulek wati, "Terimakasih bulek udah mau datang hari ini" masih dengan nafas yang sesenggukan Ananta mengucapkan kalimat itu.
"Iya" Hanya itu jawaban yang wati berikan, wanita itu takut jika terlalu banyak bicara maka pertahanannya untuk tidak menangis akan runtuh.
Setelah itu Ananta berlari ke arah Bu Indra, Ia memeluk wanita itu erat seolah-olah menyalurkan semua rasa yang Iarasakan.
"Terimaksih ya buk.. buat semuanya terimakasih, maaf saya nggak bisa kasih ibu apa-apa. Terimakasih dan saya minta maaf buk" tangisan Ananta pecah lagi dipelukan ibu gurunya.
"Iya sudah ya, sama-sama. Kamu yang sabar ya, saya tahu kamu hebat. Suatu saat nanti kamu harus bisa buktiin kamu bisa berdiri dikaki kamu sendiri, buktiin kalo kamu bisa sukses, itu udah cukup sebagai balasan buat ibu" air mata Bu Indra ikut luruh sejalan dengan nasihat yang dia berikan untuk Ananta.
___
Sesampainya dirumah, ananta menunjukkan piala dan Piagam yang Ia dapat kepada kakeknya, Ia juga menunjukkan nilai-nilai yang berhasil ia raih.
Meskipun kakek adi tidak bisa bicara, namun kristal bening yang jatuh dari sudut matanya menandakan bahwa ada haru yang beliau rasakan.
Mungkin jika bisa berbicara, kakek adi akan mengungkapkan betapa bahagianya ia atas prestasi yang didapatkan cucu kesayangannya. Banyak hal mungkin yang juga ingin ia sampaikan selama ia sakit, namun semua hanya bisa ia ucapkan dalam hati.
Mungkin juga saat ini lelaki sepuh itu sedang didera rasa bingung dan sedih, karena tidak bisa menjamin pendidikan Ananta. Dulu, harapannya adalah bisa menyekolahkan cucunya sampai Perguruan tinggi. Tapi sekarang, bangun saja ia sudah tidak bisa.
Ketika Ananta baru selesai membersihkan diri, datanglah Mak Laela tetangganya yang tidak lain neneknya Fita. Kedatangannya menanyakan tentang rencana Ananta kedepannya.
Apakah Ananta akan melanjutkan ke SMK atau SMA, atau bahkan Ananta tidak akan melanjutkan.
"Eh ta kamu abis ini mau nerusin kemana sekolahnya?"
"Belum tau mak masih bingung mau sekolah dimana" jawab Ananta sekenanya. Sebenarnya Ananta kurang suka dengan orang satu ini. Memang Ananta dan Fita bersahabat baik dari kecil, tapi dari dulu Mak Laela tidak suka dan tidak mau jika Fita bergaul dengan Ananta.
"Mending gausah nerusin ta, kasian tu kakek kamu nenek kamu juga udah ngga bisa kerja. Nikah aja udah daripada kamu bingung cari sekolah, toh nanti juga nggak ada yang biayain" lancar sekali wanita paruh baya itu berbicara.
Ananta hanya menanggapinya dengan senyum yang dipaksakan, dalam hati Ananta tidak akan mengikuti saran dari wanita itu. Terkadang Ananta bingung dengan jalan pikir wanita itu.
Dari dulu dia tidak suka jika prestasi Fita lebih rendah dibawah Ananta, entahlah semua itu kan tergantung kemampuan. Tapi kenapa Mak Laela jadi tidak suka dengannya karena itu.
Dari arah dapur tiba-tiba muncul Nur yang langsung duduk di kursi ruang tamu.
"Kamu abis ini ngga usah nerusin sekolah, udah nggak ada yang bisa nanggung biaya sekolah kamu. Lihat bapak saya sampe sakit gara-gara ada kamu, kamu jadi beban buat bapak saya, harusnya kamu sadar diri. Mending kamu cari kerja sana, sebagai bentuk balas budi kamu ke bapak saya"
Hanya itu yang Nur katakan, setelahnya ia langsung pergi. Kata-kata itu seperti langsung tertancap dihati Ananta, sakit sekali selalu dikatai beban oleh keluarganya sendiri. Terlebih lagi pakleknya mengatakan itu sewaktu masih ada Mak Laela.
Tanpa berpamitan Mak Laela langsung pulang, mungkin juga ia puas kali ini, karena telah melihat langsung bagaimana mental Ananta dijatuhkan oleh keluarganya sendiri.
___
Esok hari selepas menyelesaikan pekerjaan rumah dan merawat kakeknya, Ananta berangkat ke sekolah untuk mengembalikan kebaya dan juga pernak pernik lainya yang ia gunakan untuk wisuda kemarin.
Meskipun para siswa-siswi kelas X1 dinyatakan sudah lulus. Tapi mereka masih datang ke sekolah untuk mengurus dokumen-dokumen penting kelulusan seperti ijazah dan lain-lain.
Ananta mengembalikan baju kebaya kepada Bu Indra, tak lupa ia juga mengucapkan terimakasih atas bantuan gurunya itu.
"Abis ini kamu lanjut sekolah kan ta?" tanya Bu Indra.
"Kurang tau buk, sepertinya enggak. Nggak ada yang biayain, kakek saya sakit nggak bisa kerja lagi. Jadi mungkin saya mau cari kerja aja" jawab Ananta seperti tanpa semangat.
"Jangan lah ta, sayang banget kalau kamu nggak lanjut sekolahnya. Prestasi kamu selalu bagus kamu harus lanjut sekolah ya" Bu Indra mencoba mensugesti Ananta agar mau melanjutkan sekolahnya.
"Ini ada sekolah SMK yang buka pendaftaran lewat jalur prestasi, kamu bisa coba daftar disini. Saya yakin kamu pasti lolos seleksi. Nantinya kalau kamu sudah lolos seluruh biaya sekolah semester pertama kamu akan digratiskan"
Tawaran Bu Indra terdengar menarik bagi Ananta.
"Kamu ikut ya ta saya daftarin ya, nih kamu isi formulir ini nanti biar saya yang ajukan" Bu Indra menyodorkan selembar formulir dan juga ballpoint ke hadapan Ananta.
Ragu-ragu Ananta mengambil ballpoint di hadapannya, "memang ini yang aku cari, aku mau lanjutin sekolah aku, mungkin ini udah jalan dari Gusti Allah" batin Ananta dalam hati.
Diisinya formulir tersebut dengan seksama, lalu diserahkan kepada Bu Indra. "Nah gitu dong ta, saya bangga kamu ambil keputusan yang tepat. Nanti tanggal seleksinya saya infokan lagi ke kamu ya"
"Iya bu terimakasih banyak, saya pamit assalamu'alaikum" setelah itu Ananta pamit undur diri.
___
Beberapa hari kemudian liburan sesungguhnya untuk kelas X1 tiba, yang artinya mereka sudah dinyatakan lulus sepenuhnya, hanya tinggal menunggu keluarnya ijazah saja.
Hari seleksi masuk SMK yang diikuti Ananta juga sudah dilewati, hasilnya Ananta meraih nilai kedua tertinggi dari seluruh peserta jalur prestasi yang ada.
Artinya ia dinyatakan lolos seleksi, dan diterima disekolah tersebut. Biaya sekolahnya selama satu semester kedepan juga akan digratiskan.
Tidak hanya Ananta yang ikut mendaftarkan diri disekolah itu, tapi Fita dan Eva juga ikut daftar disana. Hanya saja mereka tidak ikut lewat jalur prestasi.
Ananta bersyukur ada Fita yang juga sekolah disekolah yang sama, jadi ia pikir nantinya masalah transportasi ia bisa menumpang dengan sahabatnya itu.
Hari ini Ananta memilih dirumah saja membaca buku-buku yang ia punya dirumah sambil menunggui kakeknya yang sakit. Tapi tiba-tiba suara nafas kakeknya terdengar seperti orang sedang ngorok. Padahal sebelumnya tidak pernah.
Kedua mata kakeknya juga tertutup, Ananta pikir kakeknya hanya tidur tapi ngorok, tapi makin lama suaranya makin keras. Ananta mencoba membangunkan kakeknya.
"Mbah, mbah bangun" kakeknya tidak merespon, matanya masih tertutup dan tetap mengorok. "Mbah, mbah! bangun mbah!" sedikit lebih kencang Ananta membangunkan sambil mengguncang tubuh kakeknya.
Beberapa detik kemudian lelaki dihadapanya seperti menarik nafas panjang dan menghembuskannya untuk yang terakhir kali, Ananta melihat saat itu. Tenggorokannya seperti tercekat, nafasnya seolah ikut berhenti, apa yang terjadi ia masih belum tau.
"Mbaahhh bangun mbaahh!! mbaah bangun!! jangan tidur gini mbaahh!" teriak Ananta sekeras yang ia bisa untuk membangunkan kakeknya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments