Setelah puas mengobrol, Alin tidak lupa mengajak Caroline dan Yuan untuk makan siang bersama di sebuah restoran ternama di dekat perusahaan itu.
Ia sengaja tidak mengajak orang lain, bahkan suaminya sendiri. Agar dapat melanjutkan kembali investigasinya terhadap Caroline, tanpa ada gangguan.
Sedangkan Caroline yang tengah diajak oleh orang penting dalam keluarga Pratama itu pun mendadak angkuh, ia berjalan dengan bangga melewati beberapa staf jabatan rendah, sambil membusungkan dada dan mengangkat wajahnya sedikit lebih tinggi.
Wanita muda itu menunjukkan status sosial nya sebagai calon menantu keluarga Hendrik Pratama, yang calon suaminya akan meneruskan bisnis di perusahaan tersebut.
Alin yang berdiri ditengah-tengah segera menggandeng lengan Caroline. "Hati-hati saat berjalan, kalau bisa lihat kebawah juga."
"Memangnya ada apa dibawah Tante?" tanya Caroline tidak mengerti maksud dari Alin.
"Tidak ada, Tante hanya tidak mau kau sampai tersandung sesuatu karena jarang melihat kebawah," balas Alin.
Caroline mengangguk, tanpa menelaah kembali maksud dari perkataan wanita paruh baya yang kini sedang menggandeng tangannya. Ia hanya berdecih dalam hati. "Didalam kantor mana ada batu, mana mungkin kakiku akan kesandung."
Hingga tibalah mereka di sebuah restoran, ketiganya duduk bersama dan memesan beberapa menu mewah di tempat makan itu.
"Pesanlah beberapa menu makanan yang kamu sukai Carol dan jangan khawatir, biar semuanya Tante yang bayar!" ucap Alin memberi kebebasan.
Caroline mengulas senyum terbaiknya. "Tentu Tante, terima kasih." balasnya tidak ragu.
"Kokoh sayang, kau juga jangan diam saja. Pilihlah beberapa menu yang kau suka," ucap Alin pada Yuan yang terlihat cemberut.
"Ya Ma," jawab Yuan malas. Ia merasa tidak suka karena sang ibu mengajak Caroline untuk makan siang bersama dengannya.
Alin menarik senyumnya, sesekali memperhatikan gerak gerik Caroline yang duduk dihadapannya itu. Lalu memanggil seorang pelayan restoran disana setelah semua menu selesai dipilih.
Tak butuh waktu lama, semua menu telah tersusun rapi diatas meja dan ketiganya mulai menyantap makan siang itu setelah selesai berdoa.
Disela-sela makan siang, tidak lupa Alin menyisipkan beberapa pertanyaan lagi kepada Caroline agar ia lebih yakin dengan keputusannya nanti.
"Oh iya Carol sayang, keluarga kami selalu melakukan tradisi pernikahan secara turun temurun. Dimana banyak sekali tradisi adat yang mungkin akan membebani mu sebagai seorang wanita, tapi setelah Tante pikir-pikir, sewaktu kamu menolak melaksanakan tradisi itu pada perbincangan kita yang lalu. Tante rasa hal itu tidak masalah," ucap Alin.
"Ma, bukankah Mama sendiri yang bilang kalau kita harus terus melestarikan adat budaya kita. Lalu kenapa Mama harus menuruti kemauannya?" serobot Yuan tidak setuju.
"Ya dari pada kalian tidak menikah karena bertentangan dan keberatan satu sama lain," ucap Alin.
"Yang dikatakan Tante Alin itu benar, Yuan. Dari pada kita berdebat masalah tradisi, lebih baik kita hilangkan saja tradisi itu. Lagi pula tradisi itu kan hanya kepercayaan sebagian umat saja dan tidak memiliki arti penting dalam kehidupan setelah kita menikah nanti. Sudah begitu, sebenernya Carol juga males sih ikut-ikutan tradisi kayak gitu. Udah ketinggalan jaman banget," ucap Caroline meremehkan.
Alin tersenyum getir mendengarnya. "Hilangkan tradisi? Ketinggalan jaman? Tidak memiliki arti penting?" batinnya merasa sakit. Tapi itu tidak mengapa dan ia berusaha mengabaikan rasa kecewanya.
"Ya, Tante mengerti. Tapi mengenai tradisi Tante yang sudah ketinggalan jaman itu, sebenarnya jika mau belajar, maka dia akan menemukan banyak sekali makna yang terkandung didalamnya. Banyak anak muda jaman sekarang yang mengabaikan tradisi lama dan menganggapnya sebagai acara ketinggalan jaman, bahkan tidak memiliki arti. Tapi bagi Tante itu tidaklah masalah, yang terpenting kehidupan kalian setelah menikah nantinya," balas Alin.
Caroline tersenyum lega, setidaknya dia tidak harus memikirkan cara untuk tidak mengikuti tradisi kuno yang memalukan itu. Karena calon mertuanya sudah setuju dengan penolakannya tanpa harus berdebat panjang.
Akan tetapi Yuan merasa gusar mendengar ibunya mengalah begitu saja, bahkan ia tidak habis pikir kenapa ibunya bisa berubah dalam waktu singkat dan menuruti keinginan orang lain.
"Syukurlah kalau Tante mengerti, aku merasa senang sekali. Setidaknya aku juga merasa lega karena tidak harus mengikuti tradisi yang berat itu," ucap Caroline.
"Menurut Tante menjalankan tradisi sebelum pernikahan itu tidaklah berat, tergantung dari seberapa kuat niat dan hati tulus kita saat melakukannya," balas Alin.
Caroline tersenyum getir dan merasa tersentil dengan penuturan Alin yang barusan. "Ya Tante, Tante memang benar. Tapi daripada buang-buang waktu menjalankan tradisi, lebih baik waktunya dipakai untuk sesi prewed. Lebih keren dan pastinya lebih mudah," balasnya.
Alin tersenyum dan mengangguk. "Kau benar sekali, banyak tempat prewed yang sangat bagus untuk kalian nanti. Semoga saja bisa membuat kesan yang indah," ucapnya.
"Ya Tante, semoga saja."
"Oh iya, mungkin terlalu cepat mengatakan ini kepada kalian. Tapi Mama berharap setelah kalian menikah nanti, kehidupan pernikahan kalian bisa langgeng. Dan untuk kamu Yuan, setelah melepaskan perusahaan Daddymu untuk Mei Chen dan Michael sebagai pewaris sah seluruh kekayaan Pratama, maka Mama hanya berharap kau bisa menghidupi keluargamu dengan kerja keras dari hasil keringatmu sendiri setelah menikah nanti," ucap Alin sengaja berkata demikian, karena ia ingin melihat reaksi Caroline setelah ia berkata seperti itu.
"Ya Ma, Kokoh sudah tahu itu. Tidak perlu diingatkan, yang jelas setelah Michael siap menjalankan bisnis. Kokoh akan memulai bisnis baru dari nol lagi," balas Yuan mengerti.
"Mama senang mendengarnya, pesan Mama saat setelah menikah nanti, jangan malu untuk hidup susah ya. Jangan berharap hidup dari harta warisan orang tua, karena kamu sendiri tahu kan kalau kita dari awal bukanlah orang yang punya harta," ucap Alin menasehati.
"Ya Ma, Kokoh tidak mengharapkan sepeserpun harta dari Daddy. Tapi selama Kokoh hidup, Kokoh berjanji akan terus berjuang mencari nafkah sendiri untuk menafkahi keluarga Kokoh seperti Mama menafkahi Kokoh dan yang lain," balas Yuan serius.
Alin tersenyum bangga mendengarnya lalu menatap Caroline. "Dan untuk kamu Carol sayang, setelah menikah dengan putraku. Tolong temani dia dalam suka maupun duka, kau juga harus terus mendukung dia dari nol sampai berjaya ya," pintanya penuh harap.
Caroline mendadak terdiam, kedua matanya terbelalak lebar saat mendengar ada kata-kata pewaris sah yang bukan diwariskan untuk Yuan. Terlebih saat mendengar jika Yuan tidak berharap sepeserpun harta warisan ayah tirinya yang kaya raya setelah hidup menikah nanti.
Wanita itu sampai kehilangan nafsu makannya, karena sudah terlalu kenyang dengan isi kepalanya yang tengah berputar-putar saat ini. "Jadi setelah menikah sama si Yuan, gua bakalan jadi gembel dong?" batinnya berubah gelisah.
"Ada apa Carol? Kenapa kamu diam saja?" tanya Alin saat melihat Caroline mendadak pucat.
"Tidak ada Tante," balas Caroline menggeleng.
"Tapi kenapa kamu tiba-tiba terlihat cemas? Apa telah terjadi sesuatu?" tanya Alin kembali.
"Tidak Tante, hanya saja aku baru ingat masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan di kantor," jawab Caroline beralasan.
"Kalau begitu kita harus kembali ke kantor, tapi habiskan dulu makan siang ini," ucap Alin.
Caroline mengangguk dan menyantap makan siang itu dengan selera makan yang telah berkurang, sedangkan Alin langsung menilai jika Caroline berubah menjadi tidak enak makan karena kata-katanya yang barusan.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Lee
haha..nah lo Carol msih brani lanjut gk 🤣🤣🤣
2024-07-23
0
neng ade
hebat Alin .. menguji Carol dngn harta langsung membuat nya bungkam setelah menguji dngn adat tradisi leluhur nya Alin msh bisa terima jadilah kesimpulan akhir nya Alin tau klo Carol itu hany mau dngn harta nya aja .. hebat Alin
2024-02-07
0
Dewi Payang
Hati Carol mulai goyah😁
2024-02-06
0