PT Meitama.
Yuan menghempas raganya diatas kursi dan menghela nafas panjang sesudahnya, perilaku kasar Mei Chen kepadanya setiap hari. Membuat dirinya harus ekstra bersabar dan juga menahan emosi, serta harus pandai-pandai menekan amarahnya agar tidak berkelahi seperti yang sudah-sudah.
Pria itu tidak mengerti, kenapa perdebatan dan perkelahian selalu saja terjadi sejak mereka tinggal bersama sebagai satu keluarga. Dari umur mereka masih kecil dan pertikaian tersebut terus berlangsung hingga mereka tumbuh besar sekarang ini.
"Kenapa dia selalu bertingkah dan kenapa dia juga selalu saja membuatku emosi," gumam Yuan menghembus nafasnya kasar jika mengingat tingkah Mei Chen yang membuatnya harus ekstra bersabar.
Namun bagaimana pun sikap kasar Mei Chen kepadanya, ia tetap akan melindungi dan menjaga saudari tirinya itu dari tangan-tangan orang jahat seperti Nicolas atau yang kerap dipanggil Nicole oleh Mei Chen, sesuai dengan janjinya kepada sang ayah dan ibu sebelum mereka pergi ke luar negeri untuk menemui rekan bisnis disana.
Yuan menyandarkan punggungnya sambil memejamkan kedua mata, ia mendesis karena merasakan sakit di kepala jika memikirkan Mei Chen yang selalu saja memberontak dan tidak menurut.
Akan tetapi bukan itu saja yang membuatnya sakit kepala, melainkan sikap Mei Chen yang tidak pernah memandangnya seperti saudara sendiri, bahkan tidak memandang dirinya sebagai orang penting dalam kehidupannya.
Sehingga rasa sakit dihatinya itu melebihi rasa sakit di kepalanya saat ini.
"Aku melarangmu itu demi kebaikanmu sendiri Mei, jadi ku mohon mengertilah!" gumam Yuan pada bayang-bayang wajah Mei Chen dalam pikirannya.
Bersamaan dengan hal tersebut, seorang gadis cantik dan sekssi masuk ke dalam ruangan Yuan tanpa mengetuk pintu. Lalu melangkah menghampiri Yuan yang masih menyandarkan punggungnya pada kepala kursi dengan kedua mata terpejam.
Wanita itu tersenyum miring dan tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya untuk mendaratkan sebuah kecupan hangat di bibir Yuan sebelum membuka mata.
Namun Yuan segera membuka kedua matanya, ketika merasakan ada hembusan nafas yang menampar wajahnya. Ia menatap datar wanita yang kini wajahnya berada dihadapannya itu dan bergegas memalingkan wajahnya sebelum bibir wanita tersebut berhasil menyentuh bibirnya.
"Caroline ... " ucap Yuan jengah. "Kenapa tidak ketuk pintu dan meminta ijin dulu sebelum masuk?" tegurnya.
Caroline tersenyum dan membelai rambut Yuan lembut. "Untuk apa ketuk pintu dan meminta ijin segala? Kau kan calon suami aku, jadi aku rasa itu tidak perlu," balasnya tidak peduli.
"Walau aku calon suamimu, tapi pikirkan juga privasiku. Aku ingin pikiranku tenang walau hanya sejenak!" tekan Yuan mengingatkan.
"Memangnya kau sedang memikirkan apa sampai pikiranmu tidak tenang begini, sayang? Apa kau sedang memikirkan aku?" tanya Caroline percaya diri.
Yuan mendorong Caroline agar menjauh dari pandangannya, lalu membenarkan posisi duduknya terlebih dahulu. "Aku sedang memikirkan pekerjaan," balasnya berdusta.
"Memikirkan pekerjaan? Jangan bohong Yuan. Aku tahu kamu pasti sedang memikirkan seseorang tadi. Katakan padaku, siapa orang beruntung yang sedang kau pikirkan?" cecar Caroline yakin dan ingin tahu.
"Sebenarnya banyak sekali yang sedang aku pikirkan, Carol. Aku memikirkan pekerjaan dan aku juga memikirkan semua anggota keluargaku," balas Yuan.
"Jadi kau tidak memikirkan aku?" tanya Caroline sedikit kecewa.
"Tentu saja aku memikirkanmu," balas Yuan berdusta karena enggan berdebat hari ini.
Caroline mendesah panjang dan memilih untuk tidak melanjutkan percakapan tersebut, setelah melihat raut wajah Yuan yang tiba-tiba saja berubah dingin.
"Ini masih pagi tapi kau sudah terlihat seperti orang yang sedang lembur seharian, apa pekerjaan pak Hendrik begitu berat sampai membuatmu terlihat berantakan seperti ini?" tanya Caroline mengubah topik pembicaraan.
Yuan mengangguk. "Kau benar, Carol. Pekerjaan Daddy yang dilimpahkan kepadaku sangatlah rumit dan berat sekali," balasnya. "Tapi itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan pekerjaan mengurus putri kandungnya yang tidak menurut," batinnya kemudian.
"Bagaimana kalau aku membantumu mengerjakan semua ini, dengan begitu kau bisa mempunyai waktu untuk beristirahat," ucap Caroline menawarkan bantuan.
"Terima kasih, tapi itu tidak perlu, karena aku masih sanggup mengurus semua pekerjaan ini seorang diri. Lebih baik kau urus pekerjaanmu agar cepat selesai," balas Yuan menolak.
Karena ia tahu, Caroline pasti akan meminta imbalan jika ia menerima bantuan tersebut.
Seperti yang sudah-sudah sebelumnya, wanita itu benar-benar memanfaatkan kebaikan yang pernah diberikan, dengan menuruti setiap keinginannya melakukan apapun.
Contohnya saja Caroline pernah meminta Yuan untuk mencium mesra bibirnya itu sebagai imbalan karena telah membantunya mengerjakan pekerjaan.
Entah apa keinginannya kali ini berbaik hati seperti itu, namun satu hal yang pasti. Yuan tidak akan menuruti dan tidak mau hal tersebut sampai terjadi lagi.
Caroline mendengus kesal, karena kali ini ia tidak berhasil merayu Yuan untuk memenuhi keinginannya. "Ya sudah lah kalau begitu, aku mau kembali saja."
"Ya," balas Yuan datar.
Caroline berdecih, lalu keluar dari ruangan kerja Yuan dalam kondisi kecewa. Karena dalam pikirannya saat ini, ia ingin sekali mengajak Yuan untuk pergi berdua dan makan malam bersama.
Tak berselang lama kemudian, Yuan mendapatkan panggilan dari luar negeri. Ia pun segera membuka laptopnya untuk melakukan panggilan video agar dapat melihat wajah orang yang meneleponnya lebih jelas.
Dan kedua matanya seketika berkaca-kaca saat melihat ibunya yang sedang menelepon.
"Hallo Ma," sapa Yuan senang.
"Kokoh, lagi sibuk ya?" tanya Alin.
"Kokoh udah sarapan tadi, Enggak kok Mah, Kokoh lagi enggak sibuk," balas Yuan.
"Sudah sarapan belum?" tanya Alin kembali.
"Sudah sarapan tadi sebelum pergi," balas Yuan layaknya anak kecil.
"Syukurlah kalau begitu, bagaimana dengan Marlina dan Michael? Apa mereka belajar dengan benar?" tanya Alin ingin tahu.
"Mereka penurut, jadi Kokoh tidak terlalu kerepotan. Oh iya, ada apa Mama telepon?" tanya Yuan.
"Mama cuma mau tahu keadaan kalian saja, sebenernya Papa kamu sih yang mau telepon. Cuma Papa lagi mandi, katanya bagaimana sikap Mei disana, apa dia berulah lagi?" tanya Alin cemas. Takut putra dan putrinya berkelahi lagi seperti yang sudah-sudah.
Yuan menghela nafas kasar, mendengar nama Mei membuat kepalanya sakit kembali. "Ya Mei seperti biasa, dia masih belum bisa melepas Nicole."
"Apa! Dia masih berhubungan sama si pria kepa-rat itu!" serobot Hendrik yang baru saja keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan handuk kecil yang melilit pada pinggangnya.
"Sayang, apa-apaan sih kamu. Pakai baju dulu lah!" tegur Alin mendorong suaminya untuk tidak berdiri tepat dihadapan kamera, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Seperti handuk melorot.
Yuan terkekeh, walau hatinya masih sakit sejak hubungannya dengan Mei Chen memburuk. Namun melihat kemesraan kedua orang tuanya, Yuan merasa terobati.
"Yuan, bilang pada Mei. Kalau dia masih berhubungan dengan pria itu, maka jangan salahkan Daddy nanti menikahkan dia dengan pria pilihan Daddy!" ucap Hendrik menyampaikan ancamannya untuk Mei Chen.
"Baiklah Daddy," balas Yuan patuh sambil memijat pelipisnya yang berdenyut.
Beban pikirannya semakin bertambah dan entah perang apa lagi yang akan terjadi bila ia menyampaikan hal tersebut kepada Mei Chen.
"Hem bagus, kalau gitu kita mulai bahas pekerjaan sekarang!" ucap Hendrik. Lalu membahas pekerjaan kantor melalui laptop mereka masing-masing.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
mama Al
saya suka saya suka
2024-02-16
0
Syhr Syhr
Yuan anak yang patuh, tapi perkataan Dady sepertinya menjadi beban untuknya/Hey/
2024-02-12
0
neng ade
Yuan memang anak yg baik dan penurut sejak msh kecil juga dia sangat menyayangi ibu nya dan adik nya Marlina dia pasti juga udh besar ya dan cantik
2024-02-07
0