Setelah selesai menyantap makan malam bersama, kedua keluarga itu melanjutkannya dengan perbincangan di ruang keluarga.
Hendrik dan Tjandra ditemani istri mereka masing-masing saling bercerita, mengobrol mengenai bisnis dan juga hal lainnya. Sambil menyantap cemilan malam buatan Alin sendiri.
"Ci Alin pandai memasak ya, buat cemilan juga enak banget," puji Wanda dan Tjandra menyetujuinya.
Alin tersenyum. "Terima kasih Wanda," balasnya senang.
"Boleh lah nanti pesen-pesen buat acara di rumah kita, ya kan Pah?" ucap Wanda antusias.
"Tentu, Ci Alin sudah terbukti makanannya yang paling top. Kita juga tidak boleh sampai ketinggalan memesan makanan di rumah kateringnya jika ada acara penting," timpal Tjandra sependapat.
"Kalau begitu Cici tunggu pesanannya," balas Alin tersenyum
Sementara Hendrik dan Alin beserta Tjandra dan istrinya berbincang-bincang seru, lain halnya dengan Yuan dan Mei Chen sama-sama terkejut dan tidak menyangka jika Caroline yang bekerja di perusahaan ayah mereka itu ternyata masih satu kerabat dengan keluarganya.
Semula mereka berpikir, jika Caroline hanya wanita biasa yang bekerja di sana seperti karyawan yang lain. Hingga keduanya terdiam, sambil menatap wanita cantik yang sedang tersenyum penuh maksud kearah mereka berdua, lalu tertunduk malas pada akhirnya.
"Pantas saja, awal masuk bekerja dia langsung jadi asisten manager keuangan," batin Yuan akhirnya mengerti kenapa Caroline bisa menduduki posisi tersebut.
Sedangkan Mei Chen hanya bisa menghela nafas panjang, entah sebab apa. Namun satu hal yang pasti, dia tidak suka melihat wanita itu apalagi berada didekatnya.
"Kenapa? Kaget ya kalau aku ini anak sepupu dari daddy kalian?" ucap Caroline saat melihat kedua sepupunya diam saja.
"Biasa aja tuh!" ketus Mei Chen menyangkal dan seolah-olah tidak peduli.
Caroline berdecih. "Tapi setelah melihat wajah kalian aku yakin, kalian pasti terkejut."
"Ya kami memang terkejut, tapi bukankah itu tidak penting untuk dibahas?" serobot Yuan.
"Kau benar juga sayang," balas Caroline lalu menatap tidak suka pada Mei Chen yang duduk begitu dekat bersama dengan calon suaminya. "Oh iya. Aku dengar kamu belum lulus sarjana ya Mei?" tanya Caroline sedikit menyentil kehidupan pribadi Mei Chen.
"Ya aku belum lulus," balas Mei Chen apa adanya.
"Sayang sekali, padahal aku saja sudah lulus dan langsung di terima bekerja di perusahaannya Om Hendrik," sindir Caroline.
"Kau diterima bekerja karena ada orang dalam, apa yang bisa dibanggakan dari itu?" sindir balik Mei Chen.
"Ya setidaknya aku tidak sepertimu yang salah pergaulan dan berhubungan dengan pria pemilik club malam. Bahkan aku ragu apa kau masih suci saat ini?" sindir Caroline pedas.
"Carol!" tegur Yuan tidak suka lalu menatap Mei. "Mei, jangan dengarkan dia!" ucapnya kemudian.
Mei Chen menatap Yuan, lalu berganti menatap tajam Caroline yang telah berani menyinggung kehormatannya. "Kau meragukan kesucianku? Tidak apa, lagipula itu bukan urusanmu. Oh iya aku baru ingat, bukankah kau kuliah di negara bebas? Aku juga ragu apa kau masih suci saat ini?" sindirnya balik.
"Aku memang kuliah di negara bebas, tapi aku tahu cara menjaga diri. Tidak sepertimu, kau terlihat polos dan lugu. Tapi sungguh tidak disangka malah punya kekasih berkepribadian buruk," balas Caroline terus menyudutkan.
Mei Chen terdiam dan hanya mendesaah kesal, ada benarnya yang dikatakan oleh Caroline, bahwa dirinya pernah punya kekasih semacam itu. Akan tetapi dirinya berani bersumpah jika ia benar-benar tidak tahu mengenai latar belakang kehidupan Nicole.
"Carol, jangan menyudutkan Mei seperti itu. Lagipula Mei dan kekasihnya sudah putus, jadi berhentilah membahas masalah ini," tegur Yuan.
"Aku tidak menyudutkan dia sayang, kan yang aku katakan itu benar adanya. Kalau dia itu punya kekasih seperti yang aku katakan barusan," kelit Caroline membela diri.
"Ya aku tahu, tapi bisakah kalau kau tidak membahas hal yang sudah berlalu ini!" tegur Yuan dan merasa tidak enak hati pada Mei Chen yang tiba-tiba saja murung.
Caroline seketika memasang wajah masam, karena Yuan selalu saja membela Mei Chen dan menunjukkan perhatian-perhatian dihadapannya. "Dasar ja-lang siaalan! Jika bukan karena pertolongan dari calon suamiku, maka aku yakin kau telah menjadi wanita malam saat ini!"" umpatnya dalam hati.
Merasa Caroline tidak menyukai dirinya, Mei Chen pun memilih untuk menjauh dari pertemuan itu. Akan tetapi sebelum ia pergi, sang ayah melarangnya untuk meninggalkan acara tersebut.
"Mau kemana?" tanya Hendrik ketika kedapatan melihat putrinya ingin pergi.
"Mau ke kamar Dad," balas Mei Chen.
"Ada dimana sopan santunmu? Disini masih ada tamu dan kita tidak boleh pergi begitu saja, jadi Daddy minta kamu duduk dan tunggulah sebentar lagi!" pinta Hendrik.
Karena Hendrik ingin kedua keluarganya saling mengenal lebih dekat. Mengingat keluarga Caroline dulunya tinggal di luar negeri dan Hendrik ingin momen ini dapat mempererat tali kekeluargaan mereka.
"Tapi Dad, Mei bosan. Lagipula Mei merasa kalau Mei tidak diperlukan disini, " bantah Mei Chen.
"Siapa bilang kamu tidak diperlukan? Kau adalah bagian dari keluarga ini dan lihatlah Om Tjandra, dia sudah lama ingin melihatmu," balas Hendrik.
"Iya Mei sayang, jangan kemana-mana dulu. Om masih belum mengobrol sama kamu," timpal Tjandra.
"Baiklah Daddy," balas Mei Chen menurut pada akhirnya setelah orang tua Caroline meminta dan membenarkan perkataan ayahnya itu.
Caroline tersenyum tipis, senang rasanya melihat Mei Chen pasrah dan kesempatan itu ia gunakan untuk memanas-manasi. "Sayang, bagaimana kalau kita keliling rumah ini berduaan saja?" ajaknya. Sesekali melirik Mei Chen yang terasa gerah melihat kelakuannya.
"Cih! Menjijikkan!" gerutu Mei Chen.
"Ya Daddy setuju! Lebih baik kau ajak Caroline berkeliling rumah kita, ajak dia ke taman belakang!" ucap Hendrik setuju.
"Betul, siapa tahu mereka bisa lebih dekat." sambut Tjandra.
Yuan menghela nafas kasar, mau tidak mau dia pun akhirnya mengajak Caroline untuk berkeliling rumah dan berbincang di tempat berbeda.
Sedangkan Mei Chen hanya bisa melihat momen tersebut, dengan hati yang terasa panas, yang ia sendiri tidak tahu mengapa.
"Kenapa Ce?" tanya Alin melihat Mei Chen gelisah.
"Tidak apa-apa Mom, Mei cuma mau ke kamar saja. Tapi Daddy malah melarangnya," balas Mei Chen lesu.
"Ya sudah pergilah," ucap Alin.
"Tapi kalau Daddy marah gimana?" tanya Mei Chen memastikan.
"Ada Mommy disini," balas Alin tersenyum.
Mei Chen melebarkan senyumnya. "Oke lah kalau begitu, Mei ke kamar dulu ya."
"Hem," balas Alin mengijinkan.
"Mau kemana? Kenapa kamu tidak pernah betah duduk diam sih Mei!" tegur Hendrik.
"Sayang, Mei sedang ada tugas kuliah. Jadi biarkan dia menyelesaikan tugasnya di kamar," balas Alin menyela.
"Ya sudah kalau begitu," balas Hendrik mengijinkan.
"Ya Daddy," balas Mei Chen dan pergi meninggalkan ruang keluarga setelah berpamitan dengan semua orang.
...***...
Taman belakang.
Sementara itu Caroline dan Yuan duduk bersama di bangku taman dekat kolam berenang, mereka saling mengobrol walau tidak banyak hal menarik yang bisa di bicarakan.
"Yuan, bagaimana menurutmu diriku ini?" tanya Caroline ingin tahu.
"Kau cantik," balas Yuan sekenanya.
Caroline tersenyum merekah. "Benarkah aku cantik?"
"Benar, semua wanita itu cantik," balas Yuan.
Caroline lantas menurunkan senyumannya. "Kalau begitu apa yang kau rasakan jika berada di dekatku? Maksudku, bagaimana perasaanmu padaku?" tanyanya penasaran.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Anita Jenius
makin kesini makin menarik ceritanya.
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
2024-04-23
0
Dewi Payang
Wuah Carol keluatan banget ga sukanya sama Mei
2024-01-27
0
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Dari sikap Carol aja yg Agresif ama Yuan
Pasti Dy bkn gadis baik2
2024-01-20
0