Beberapa saat setelah pemilihan pria yang menurut kedua keluarga itu sesuai untuk Mei, akhirnya keluarga Caroline pamit undur diri. Mereka akan berbincang lain kali, dan tentunya membicarakan masa depan kedua anak mereka yang sudah ditentukan tanggal pernikahannya.
Lain halnya dengan Mei Chen, wanita itu merasa bimbang karena dalam hatinya belum siap untuk menerima pria yang telah dipilihnya secara tidak sengaja itu.
Ia pun akhirnya memasuki kamar, tanpa ada semangat dalam hidup.
"Kenapa Mei?" tanya Yuan yang diam-diam mengikutinya hingga ke kamar dan tidak bisa menutup pintu karena Yuan menahannya.
"Tidak ada," balas Mei Chen. "Ngapain ikut-ikutan kesini?" tanyanya.
"Kenapa murung? Apa ada masalah?" tanya Yuan ingin tahu.
"Bukan masalah penting," balas Mei Chen enggan membahas.
"Kenapa? Ceritalah, siapa tahu aku bisa membantumu. Apa jangan-jangan kau berubah murung karena pria yang ditunjukkan oleh om Tjandra? Tapi bukankah kamu sudah setuju dengan pria pilihanmu sendiri?" tanya Yuan bingung.
Mei Chen menghela nafas panjang dan enggan membahas masalah tersebut. "Pergilah, tinggalkan aku sendiri!" usirnya tidak mau menjawab.
"Mei, tapi apa alasanmu mengusirku dari sini? Ingatlah, selain saudara aku ini juga teman masa kecilmu. Bukankah kau selalu bercerita padaku dan mengadu bila ada masalah yang mengganggu?" tanya Yuan.
"Benar Yuan, tapi untuk saat ini aku tidak ingin bercerita apapun atau mengadukan keluh kesahku pada siapapun!" balas Mei Chen menekankan.
Yuan menghembus nafas kasar. "Ya sudah, baiklah aku akan pergi. Tapi ingatlah Mei, jika ada sesuatu ceritalah padaku dan jangan berbuat nekad seperti yang sudah-sudah!"
"Ya, tidak perlu diingatkan. Aku sudah tahu!" jawab Mei Chen lalu menutup pintu kamarnya dihadapan Yuan.
"Semoga saja dugaanku salah," batin Yuan menduga jika Mei Chen murung karena tidak suka dengan pria yang dijodohkan untuknya.
...----------------...
Mansion Tjandra.
Setelah pulang dari rumah sepupunya, Tjandra bergegas menghubungi pria yang telah dipilih sebagai menantu keluarga Hendrik Pratama dan memberitahukan jika mereka ingin bertemu dengan pria itu secepatnya.
"Benarkah itu Om Tjandra?" tanya pria tersebut dari ujung ponselnya.
"Tentu saja itu benar Daniel, mereka malah ingin segera bertemu denganmu dan mengikat hubungan secepatnya," balas Tjandra menggebu.
"Oke, kalau begitu lusa aku ada waktu senggang. Om bisa mempertemukanku dengannya," balas Daniel.
"Baiklah, nanti Om akan beritahu Hendrik berita bagus ini!" jawab Tjandra senang. "Asal jangan lupa komisinya," lanjutnya kemudian.
"Hm, komisi itu bisa kita bicarakan nanti. Aku ingin bertemu lebih dulu wanita itu, untuk melihat seberapa cantik dirinya dan seberapa banyak pria hidung belang yang mungkin akan mau dengannya," balas Daniel jahat.
"Oke, baiklah jika seperti itu. Om mengerti!" balas Tjandra tidak mengapa. Lalu pembicaraan itu pun selesai.
"Bagaimana sayang?" tanya Wanda ingin tahu.
"Dia setuju untuk ketemu," balas Tjandra.
"Bukan itu yang ingin aku tahu! Tapi bagaimana dengan uang yang sudah dijanjikan?" tanya Wanda geregetan.
"Ketemu saja belum sudah menanyakan uang!" balas Tjandra kesal.
Wanda mencebik. "Ya tapi jangan lupakan janji yang itu," ucapnya mengingatkan.
"Ya aku tahu, lagipula kau selalu saja mengoceh jika tidak pegang uang. Mau seberapa banyak uang ditanganmu itu selalu saja habis, sampai-sampai bisnis perusahaanku merugi gara-gara kamu!" gerutu Tjandra kesal apabila mengingat kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh keluarganya saat ini karena ulah istrinya yang selalu gemar sekali berfoya-foya.
"Kenapa jadi menyalahkanku! Apa aku tidak berhak memegang uang darimu hah!" balas Wanda kesal.
"Bukannya tidak berhak, tapi bantulah aku menaikkan ekonomi kita! Kau selalu saja menagih uang dan uang, tidak tahu kalau mencari uang itu sangatlah sulit!" keluh Tjandra.
"Ya, tapi aku kan sudah mengeluarkan ide buat menjual anak perempuannya koh Hendrik ke si Daniel itu. Belum lagi Carol juga akan menikah dengan anak tirinya, apa saran dari aku itu masih kurang hah?" balas Wanda mengingatkan sumbangsihnya dalam menaikkan ekonomi keluarga menurut sudut pandangnya sendiri.
Tjandra mendesah kesal, jika menuruti hati kecilnya ia merasa begitu berdosa kepada keluarga sepupunya.
Akan tetapi, demi memenuhi kebutuhan istri dan juga putrinya sendiri, ia sebagai kepala keluarga tega melakukan hal tersebut dan mengabaikan buah karma yang akan ia dapatkan nanti dari hasil karma buruknya ini.
"Ya itu memang idemu! Sudahlah, kita harus mengatur pertemuan antara Mei dengan Daniel secepatnya. Dan setelah Daniel merasa Mei itu cocok menjadi wanita koleksi di rumah hiburannya, barulah kita menagih komisi padanya!" ucap Tjandra menjelaskan.
"Baiklah, aku sudah tidak sabar menantikan hal itu. Kau tahu kan aku ingin membeli tas keluaran terbaru, katanya masih tersisa 2 lagi dan aku tidak mau kesempatan itu sampai terlewatkan," balas Wanda tidak sabaran.
Tjandra mengangguk mengerti, hatinya merasa kesal dengan sikap boros istrinya itu. "Beli tas melulu, kalau tidak beli tas, beli permata sama beli sepatu! Memangnya beli itu semua bisa bikin perut kenyang!" gerutu Tjandra hanya bisa didalam hati.
Bersamaan dengan hal tersebut, Caroline menghampiri ayah dan ibunya, lalu duduk sambil memainkan ponsel.
"Carol," panggil Tjandra.
"Ya Dad," sahut Caroline tanpa melepas pandangannya dari ponsel.
"Kau tahu kan Mama dari calon suamimu itu sangat berpegang teguh pada keyakinannya, selain itu dia selalu menjalankan adat istiadat dan juga tradisi sebagai orang keturunan Tionghoa," ucap Tjandra.
"Ya terus kenapa?" serobot Caroline.
"Ya Daddy cuma minta kamu berpakaian yang sopan jika didepan tante Alin, dan juga cara berbicaramu. Daddy mau kamu bisa lebih menjaga nada bicaramu," jawab Tjandra mengingatkan.
"Memangnya Carol salah apa? Lagian Carol sudah jawab yang sebenernya kan, kalau Carol itu tidak akan mengikuti tradisinya. Segala mau nikah aja ribet banget, pakai tata cara inilah, pakai tata cara itulah. Segala sembahyang macem-macem, memangnya kita ini lagi ada dijaman dulu? Ini jaman sudah modern, Dad. Tante Alin itu kolot banget!" balas Carol tidak suka.
"Walau kamu tidak suka dan tidak setuju dengan tradisinya, setidaknya kamu janganlah sampai menyakiti hatinya. Tadi Daddy lihat tante Alin sampe murung loh gara-gara kamu ngomong seperti itu," ucap Tjandra memberitahu.
"Loh kok jadi nyalahin putri kita si Pah? Carol benerlah, ini tuh udah jaman modern. Masa iya kita harus ikut tradisi dia yang kuno itu? Enggak banget deh, mau ditaruh dimana muka Mama kalau semua temen Mama pada lihat Carol nikah nanti, segala pakai tradisi apa tuh?" serobot Wanda.
"Cio tau," jawab Tjandra.
"Nah itu, Cio Tao!" jawab Wanda julid.
"Ya Carol juga enggak sudi tuh pake-pake baju begituan, sudah berat, aneh tahu!" timpal Carol.
"Hm benar, jangan mau pakai-pakai adat segala. Lagipula adat seperti itu sudah ketinggalan jaman, bikin capek saja!" ucap Wanda setuju.
Tjandra menghela nafas panjang, entah bagaimana ia menjelaskan kepada keluarga Hendrik, jika putrinya menolak mengikuti tradisi yang sudah ada.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Lee
What? Mei chen mau di jual..gila..
2024-07-05
0
neng ade
kedua ortu Carol pun jahat .. Hendrik harus tahu ini sebelum terlambat
2024-02-07
0
neng ade
Ya ampun ternyata pria itu juga jahat .. semoga aja tak seperti Nicole yg hampir memperkosa nya ..btakut nya si Daniel lebih. cerdik dia pasti akan menjebak nya dngn obat perangsang
2024-02-07
0