"Lagi pula, kenapa sih papah lebih percaya Maryam dibanding dengan Leo, padahal Leo kan anak kandung papah," lanjutnya.
"Itu karena Maryam anak yang baik, beda dengan dirimu, yang pembangkang," ujar papah Wijaya.
"Ck, pembangkang. Kalau Leo pembangkang, gak mungkin Leo terima perjodohan ini, dan gak mungkin Leo menikah dengan wanita yang tidak Leo cintai."
"Apa! Kamu belum juga menyukai istrimu? Lalau selama ini kamu bertahan dengannya karena apa? Harta papah iya?" tanya papah Wijaya dengan meninggi.
"Bu- buka begitu, maksud Leo itu ... Ah sudahlah, terserah papah saja, Leo males berdebat dengan papah," ucapnya seraya meninggalkan ruangan papahnya.
Jika ia terus berada di dalam ruangan papahnya, atau dekat dengan papahnya, bisa-bisa kebohongan yang selama ini ia simpan terbongkar.
"Astaga anak itu," gumam papah Wijaya.
"Sepertinya dia tengah menyembunyikan sesuatu, aku harus cari tau apa yang anak itu sembunyikan," gumamnya lagi.
Sementara itu Leo terus saja berjalan menuju ruangannya sambil menggerutu, tanpa perduli dengan sapaan para karyawan yang kebetulan lewat.
Saat berada di dalam ruangannya, Leo pun menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya, setelah itu ia pun mengambil ponselnya dan mulai menghubungi istrinya itu.
"Halo, assalamu'alaikum. Ada apa mas?" tanya Maryam dari sebrang.
"Apa maksudmu melakukan hal ini, hah!"
"Assalamu'alaikum."
"Maryam! Jawab aku!"
"Kamu ingin dijawab, tapi kamu sendiri tidak menjawab salam dariku. Memangnya seberat itukah menjawab salam."
"Huffstt, wa'alaikumusalam."
"Nah gitu dong, terus tadi kamu bilang apa?"
"Tidak ada." Setelah mengatakan hal itu, Leo pun mematikan sambungan teleponnya.
...°°°...
Sementara disisi lain, Maryam yang kini sudah berada di rumahnya menjadi heran dengan tingkah suaminya itu.
"Lah, dia itu sebenarnya kenapa sih?" tanyanya pada diri sendiri, seraya melihat layar ponsel nya yang mati.
Setelah suaminya itu mematikan sambungan telepon secara sepihak, padahal suaminya itu yang menghubunginya terlebih dahulu.
...°°°...
Kembali ke Leo.
Setelah mematikan sambungan telepon secara sepihak, kini Leo tengah duduk dengan mengatur napasnya.
Tak lama ponselnya pun kembali berdering, ia pun melihat siapa yang menghubunginya.
Setelah ia tau siapa yang menghubunginya, ia pun mengangkat telepon itu, meski sebenarnya ia malas, namun lantaran kekasihnya itu yang menghubunginya mau tidak mau Leo pun mengangkatnya.
"Halo," ucapnya dengan tidak semangat.
"Halo honey, kamu janji kan malam ini kita ngedate."
"Huh, sorry baby. Aku tidak bisa ... "
"Kenapa?"
"Aku harus menemui klien papah ku, aku disuruh oleh papah ku nanti malam untuk menemui kliennya itu."
"Ck, kenapa sih tidak papah kamu saja. Kenapa juga dia nyuruh-nyuruh kamu, kaya gak ada orang lain aja."
"Monic! Jaga mulut kamu! Bagaimana pun dia adalah papah ku."
"M- maaf honey, aku tadi terbawa emosi, maaf ya."
"Hm."
"Yaudah, karena nanti malam kita gak bisa ketemu, bagaimana kalau sekarang saja kamu datang ke cafe yang dekat dengan kantor tempat aku kerja. Aku ingin makan siang bersama dengan mu, lagi pula jam istirahat masih panjang ini kan."
"Baiklah, aku akan ke sana, kamu sharelock aja tempatnya."
"Oke."
Setelah itu sambungan telepon itu pun terputus, tak lama terdengar bunyi notifikasi pesan dari Monic, yang mengirimkan lokasi cafe yang akan mereka kunjungi.
Setelah itu, Leo pun beranjak dari duduknya, dan pergi menemui kekasihnya itu.
"Radit!" Panggil Leo pada asistennya itu.
"Iya pak," ucap Radit.
"Jika papah saya bertanya mengenai saya, bilang saja, saya makan di luar dengan teman saya," ujarnya.
"Baik pak."
Leo pun masuk kedalam lift, sementara Radit ia kembali ke ruangannya.
Saat ini, Leo sudah berada di jalan menuju lokasi cafe yang akan ia datangi.
Tak lama ia pun samapi, ia pun turun dari mobilnya setelah memarkirkan mobilnya itu.
Leo pun masuk kedalam cafe, dan mulai mencari dimana keberadaan kekasihnya itu.
Tak lama ia melihat kekasihnya itu melambaikan tangan padanya, Leo pun berjalan menuju meja yang dimana kekasihnya itu berada.
"Maaf lama," ucapnya seraya mencium pipi kekasihnya itu.
"It's okay. Lagi pula, aku juga baru sampai kok," ujar Monic.
Mereka pun duduk di kursi mereka masing-masing.
"Oh ya, aku udah pesankan makanan kesukaan kamu tau," ucap Monic dengan senyum yang merekah.
"Terima kasih, baby."
Tak lama seorang pelayan pun datang dengan membawa pesanan mereka.
Pelayan itu pun menata makanan itu di atas meja.
"Silahkan dinikmati," ucap pelayan itu.
"Terima kasih," ucap Leo.
Leo dan Monic pun mulai menikmati makanan mereka, namun baru satu suap mereka makan, Monic melihat ke arah leher kekasihnya itu yang dimana di sana terdapat tanda, yang ia tau tanda apa itu.
Monic pun membanting garpu dan sendok ke atas piring dengan cukup kencang, sehingga menimbulkan bunyi nyaring.
Beruntung di sana tidak terlalu banyak pelanggan.
"Ada apa?" tanya Leo dengan heran.
"Kamu itu jahat ya," ucapnya.
"Apa sih? Kenapa, aku jahat apa?" tanya Leo dengan bingung.
"Aku tanya sama kamu, apa kamu sering melakukan ' itu ' dengan istrimu?" tanya Monic dengan kesal.
"Ya tentu saja. Kamu tau kan aku itu pria normal, aku juga membutuhkan itu," jawabnya.
"Kamu itu kenapa sih?" tanya Leo yang lama-kelamaan menjadi kesal sendiri.
"Terus kenapa kamu gak mau melakukannya denganku?"
"Astaga Monic," ucap Leo dengan menghala napas, lagi dan lagi kekasihnya itu selalu saja membahas itu.
"Sudah berapa kali aku bilang, aku bukan pria yang seperti itu. Oke, aku akui, aku bukan pria yang baik, tapi aku pun tidak pernah melakukan hal yang lebih, dan kamu pun tau alasannya!" jelas Leo dengan garam.
"Oke fine, aku yang salah. Tapi gak seharusnya kamu memperlihatkan tanda itu padaku, bisa kan! Kamu tau aku itu sakit melihatnya!"
"Sudahlah, aku sudah tidak nafsu makan. Kamu makan aja sendiri!" Setelah mengatakan itu, Monic pun pergi meninggalkan Leo seorang diri.
"Tanda? Tanda apa?" tanyanya pada diri sendiri, tak lama ia pun akhirnya mulai paham apa yang dipermasalahkan oleh kekasihnya itu.
"Sialan! Ini pasti tanda yang dibuat oleh Maryam! Akhhh."
Leo pun mengeluarkan dompetnya, kemudian ia pun mengeluarkan uang sebesar sepuluh lembar berwarna merah dan menaruhnya di atas meja.
"Pelayan," panggil nya seraya menunjuk ke arah meja yang terdapat makanan yang masih banyak dan juga uang.
Setelah itu ia pun pergi dari sana, dan kembali ke perusahaannya.
...°°°...
Malam harinya, setelah menemui klien papahnya, Leo pun memutuskan untuk pulang kerumahnya.
Ia pun keluar dari mobilnya dengan membanting pintu mobil dengan kasar, setelah itu ia pun masuk kedalam rumah dengan berteriak memanggil istrinya itu.
...°°°...
Jangan lupa subscribe, agar tidak ketinggalan 🤭😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments