Chapter 12

"Heh, lalu maksud kamu apa, menanyakan hal itu padaku?"

"Lagi pula yang harus kamu tau, aku beda dengan orang lain. Orang lain mungkin selingkuh, tapi tidak denganku! Aku tidak pernah melakukan perselingkuhan sama sekali. Karena sebelum aku dijodohkan dan menikah denganmu, aku sudah menjalin hubungan dengan Monic, jadi jangan samakan aku dengan pria yang berselingkuh di luaran sana."

"Dan asal kamu tau, meski aku sering bermesraan dengannya. Aku tidak pernah melakukan hubungan suami-istri dengannya, paham!"

"Tapi kenapa aku meragukan hal itu, tidak mungkin kamu dan kekasihmu itu tidak melakukan itu."

"Terserah kamu mau percaya atau tidak. Tapi yang jelas, aku mengatakan dengan jujur."

Setelah mengatakan hal itu, suamiku pun keluar dari kamar dengan membawa jas nya yang belum ia pakai, serta membawa tas kerjanya.

Aku pun hanya bisa menatap punggung mas Leo dengan nanar, aku pun duduk di sisi tempat tidur.

"Aku tau mas kamu tidak selingkuh, dan kamu tidak perlu mengatakannya berkali-kali. Kamu tidak salah, aku lah yang salah, lantaran sudah menerima perjodohan ini. Seandainya saja aku tidak menerima perjodohan ini, mungkin hatiku tidak sesakit ini," gumam ku.

"Dan aku tau, kamu orangnya setia. Terbukti dari kamu masih setia bersama dengan kekasihmu itu, meski saat ini kamu sudah menikah dengan ku, aku tidak tau sudah berapa lama kalian menjalin hubungan," gumam ku lagi.

Aku pun menghapus air mataku yang tiba-tiba keluar, setelah itu aku pun menyusul suamiku ke bawah.

Di meja makan, ternyata semua orang sudah duduk.

Aku pun duduk di samping suamiku, dan mulai menyiapkan sarapan untuk suamiku dan juga putraku, Brian.

"Papah, mamah, akan pulang ke rumah. Papah harap kamu bisa menjaga anak dan istrimu, jangan keluyuran Mulu. Ingat, kamu itu bukan anak remaja lagi," ucap papah mertuaku memberi perintah pada mas Leo, disela-sela kami makan.

"Hm."

"Leo! Kamu dengar tidak?"

"Iya pah, Leo dengar."

"Aku berangkat, pah, mah, umi, Abi," ucap mas Leo setelah selesai menghabiskan sarapannya.

Aku pun ikut beranjak, dan mengantar suamiku itu sampai depan.

"Mas, nanti aku ijin keluar sama Brian ya," ucap ku, aku pun menyalami punggung tangan suamiku itu.

"Terserah," ucap mas Leo dengan ketus.

"Sebenarnya yang sedang datang bulan itu aku atau kamu sih mas, kok kamu yang marah-marah, harusnya aku kan," ucap ku.

Sementara mas Leo, ia tak menggubris ucapan ku, mas Leo pun masuk kedalam mobilnya, dan mulai menjalankan mobilnya.

Tepat saat mobil mas Leo menghilang dibalik pagar, kedua orang tuaku serta mertuaku keluar.

"Nak, umi sama Abi pamit pulang ke rumah," ucap umi ku.

"Loh memangnya kalian mau pulang sekarang? Aku pikir nanti siang atau malam," ucap ku.

"Tidak nak, kamu tau kan Abi masih harus mengurus perkebunan Abi," jawab Abi ku.

Ya, Abi memang memiliki perkebunan di halaman belakang rumah kami, lantaran Abi memang suka sekali berkebun.

"Yasudah, hati-hati ya Bi," ucap ku seraya menyalami punggung tangan kedua orang tua ku.

"Jeng kami pamit dulu ya, mari pak," ucap umi pada mertuaku.

"Hati-hati jeng," ujar mamah mertuaku.

Abi dan umi pun sudah masuk kedalam mobilnya, dan tak lama mobil Abi pun sudah meninggalkan halaman rumahku.

"Yasudah papah juga mau berangkat kerja," ucap papah mertuaku.

"Hati-hati ya pah," ucap ku dan juga mamah mertuaku, kami pun menyalami punggung tangan papah Wijaya.

Papah Wijaya pun sudah pergi, kini tinggal aku dan mamah mertuaku.

"Maryam, gimana kalau kita pergi ke mall?" tanya mamah mertuaku menyarankan.

"Boleh mah," jawabku.

"Yasudah ayo, kita siap-siap. Panggil Brian juga, suruh siap-siap," ucap mamah mertuaku dengan senang.

"Iya mah."

Aku dan mamah mertuaku masuk kedalam rumah dan mulai bersiap-siap untuk pergi ke mall.

...°°°...

Author POV.

Siang harinya, tepatnya pukul jam dua belas siang.

Kini Leo tengah berada di ruangan papahnya.

"Ada apa pah?" tanya Leo saat ia sudah berada di ruangan sang papah.

"Nanti malam kamu tolong pergi ke restoran, untuk bertemu dengan klien kita dari jepang," ucap papah Wijaya.

"Kenapa harus aku sih pah, kenapa gak asisten papah aja," tolak Leo, lantaran ia sudah ada janji untuk pergi jalan-jalan dengan kekasihnya itu sepulang kerja.

Namun sayang papahnya itu menyuruhnya untuk menemui klien bisnis mereka.

"Kamu membantah?" tanya papah Wijaya dengan sedikit meninggi, seraya menatap putra semata wayangnya itu dengan tajam.

Saking tajamnya, membuat Leo menelan ludahnya dengan susah payah.

"T- tidak pah, hanya saja ... Hanya saja biasanya kan digantikan oleh asisten papah itu," jawab Leo dengan takut.

"Tidak bisa, karena dia harus menemani istrinya ke dokter," ujar pah Wijaya.

"Huffstt, yasudah. Nanti Leo ke sana," ucap Leo dengan sedikit lesu.

"Hm."

Leo pun berbalik dan hendak keluar, namun baru saja ia hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba papahnya itu kembali memanggilnya.

"Tunggu dulu, Leo," cegah papah Wijaya.

"Apa lagi sih pah?" tanya Leo dengan membalikkan badannya menghadap papahnya itu.

Papah Wijaya pun memicingkan matanya ke arah leher putranya.

"Semalam kamu habis darimana?" tanyanya dengan tegas.

"Semalam? Semalam aku gak kemana-mana, aku ada di rumah, lagian papah juga ada di sana kan," jawabnya.

"Bohong kamu!"

"Astaga pah. Leo gak bohong, Leo berkata jujur kok, semalam Leo di rumah aja, lagian ada apa sih pah?" ucapnya sekaligus bertanya.

"Jika kamu tidak kemana-mana, terus berasal darimana tanda merah yang ada di leher mu itu?"

"Hah! Tanda merah? Di leher?" ucapnya, ia pun mulai mengambil ponselnya dan menyalahkan kamera depan untuk melihat apa yang dikatakan oleh papahnya itu benar atau tidak.

Dan benar saja, saat ia menyalakan kamera depan, ia melihat sebuah tanda kecupan di lehernya.

"Maryam!" geramnya dalam hati.

Leo yakin ini pasti ulah istrinya itu, lantaran semalam istrinya itu tantrum dan menyerangnya secara tiba-tiba.

"Katakan! Siapa yang melakukan itu? Apa kamu berselingkuh?" tuduh papah Wijaya.

Leo pun menelan saliva nya dengan kasar. "T- tidak, Leo tidak selingkuh," jawabnya dengan gugup.

"Lagi pula tanda ini dibuat oleh Maryam, istri Leo," lanjutnya.

"Tidak mungkin Maryam melakukan hal itu, lagi pula Maryam tengah kedatangan tamu bulanannya, mana mungkin kalian melakukan itu," ucap papah Wijaya dengan tidak percaya.

"Astaga papah, Leo berkata dengan jujur! Ini dibuat oleh menantu tersayang papah! Jika papah tidak percaya tanyakan saja pada orangnya," ucap Leo dengan jengah, lantaran papahnya itu terus saja menuduh bahwa yang melakukan itu adalah orang lain, padahal jelas-jelas yang memberikan tanda merah di lehernya adalah istrinya sendiri.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!