..."Aku paling benci yang namanya sebuah pengkhianatan, tapi aku sendiri yang tidak bisa lepas dari pengkhianatan itu." - Maryam...
...°°°...
Aku pun mengunci kembali pintu rumah, dan saat aku sudah mengunci pintu rumah.
Tiba-tiba mas Leo memegang tanganku, dan membawa ku ke atas, entah apa yang ingin mas Leo lakukan, aku tidak tau.
Tapi yang jelas, saat kami sudah berada di dalam kamar kami, dan mas Leo mengunci pintu kamar kami.
Tiba-tiba mas Leo mencium bibir ku, aku yang tidak siap pun hanya bisa terkejut.
"Aku ingin meminta hak ku," ucap mas Leo dengan suara serak, mas Leo pun membuka mukena yang aku pakai, dan ia pun membaringkan tubuhku di atas tempat tidur.
Dan tak lama kami pun melakukannya, namun ada yang berbeda, kali ini mas Leo melakukannya dengan sedikit kasar, tidak seperti biasanya.
Ya, meski mas Leo tidak menganggap dan mencintai ku, tapi dia tidak pernah kasar saat kami melakukan hubungan suami-istri, mas Leo memperlakukan ku dengan baik, ia melakukannya dengan pelan dan lembut.
Tapi malam ini seperti ada yang berbeda dengan suamiku, suamiku itu melakukannya dengan sedikit kasar, hingga aku pun kewalahan untuk mengimbangi dirinya.
Jika kalian bertanya, mengapa aku masih mau melakukannya, padahal suamiku tidak pernah menganggap aku sebagai istrinya, maka jawabnya adalah karena aku adalah seorang istri, sudah kewajiban diriku untuk melayani suamiku dan memberikan hak mas Leo.
Mas Leo pun terus mencumbu diriku, entah berapa lama suamiku itu melakukannya, aku tidak ingat sama sekali, tapi yang jelas saat aku bangun, matahari sudah menampakkan dirinya.
Aku pun melihat suamiku yang tertidur disisi ku, dengan posisi tengkurap.
Aku pun melihat jam yang ada di atas dinding, dan seketika aku pun terkejut, lantaran jam itu menunjukkan pukul sepuluh pagi, yang artinya aku ketinggalan sholat subuh.
Apalagi aku baru ingat, bahwa hari ini aku akan menjemput putraku dari pesantren.
Aku pun beranjak dari tidurku, betapa pegalnya tubuhku ini, aku layak seperti orang yang digebuki satu kampung, apalagi bagian area sensitif ku, begitu sakit.
Aku pun berusaha berjalan ke kamar mandi, meski dengan sedikit merangkak.
Saat berada di dalam kamar mandi, aku pun mulai menyalakan air hangat dan mulai berendam di dalam bathtub lebih dulu, sebelum mandi.
Setelah selesai mandi, aku pun bergegas berpakaian, dan mulai bersiap-siap untuk menjemput putraku.
Aku pun membangunkan suamiku yang masih tidur, aku berencana ingin mengajak dia untuk menjemput putra kami.
Dan aku berharap kali ini suamiku mau menurut, aku pun mulai membangunkan suamiku dengan cara menggoyangkan lengannya.
"Mas bangun," ucap ku, tepat di telinganya.
Tak lama aku pun melihat mas Leo mulai menggeliat, tak lama suamiku itu pun bangun dari tidurnya.
Begitulah aku membangunkan suamiku setiap hari, dan suamiku itu pun orangnya gampang dibangunkan.
"Ada apa?" tanya mas Leo dengan serak, khas orang bangun tidur.
Mas Leo pun mengubah posisinya, yang tadinya tidur tengkurap, hingga duduk bersandar di kepala ranjang, hingga menampilkan tubuh sixpack yang polos.
"Em begini ... Hari ini kan, hari dimana Brian, putra kita pulang dari pesantren nya. Dan aku ingin mengajak kamu untuk menjemputnya," jawab ku.
"Apa tidak bisa kamu sendiri yang menjemputnya? Biasanya juga kamu sendiri," ucap mas Leo, sekaligus bertanya.
Aku pun mulai mencari ide, bagaimana caranya agar mas Leo mau ikut bersama ku untuk menjemput Brian, putra kami.
"Ya bisa. Tapi kan, hari ini kepulangan Brian dari pesantren, dan umi, Abi, serta mamah, papah, akan kesini dan memberikan kejutan pada Brian. Memangnya kamu mau jawab apa, jika papah menanyakan kenapa kamu tidak ikut menjemput Brian, padahal hari ini kan hari Minggu," jawab ku.
Aku pun melihat mas Leo terdiam, aku rasa suamiku itu tengah berpikir.
"Huh, baiklah-baiklah aku akan ikut," ucapnya.
Mas Leo pun beranjak dari tempatnya, dan betapa kagetnya aku melihat suamiku yang membuka selimut, serta berdiri tanpa memakai sehelai benang pun.
Aku pun menjerit, seraya berbalik badan agar tidak melihat milik suamiku itu.
"Akhhh!! Mas! Kenapa gak pakai pakaian sih, minimal pakaian dalam kek!" omel ku.
Tapi sepertinya, suamiku itu tidak perduli dengan omelan ku, terbukti dari ucapan suamiku.
"Lebay banget sih! Kaya gak pernah liat aja, setiap kita berhubungan kamu sering lihat punyaku kan," ujar mas Leo, seraya berjalan ke kamar mandi dengan santainya.
"Ya, iya sih. Tapi gak kaya gini juga kali," ucap ku dengan pelan.
Aku pun mulai menyiapkan pakaian suamiku, setelah itu aku pun keluar guna menyiapkan sarapan.
Hari ini sepertinya aku hanya menyiapkan roti dan selai saja, serta kopi untuk suamiku, lantaran sudah tidak ada waktu lagi, jika harus membuat makanan.
Tak lama aku melihat suamiku, yang sudah rapi dengan pakaiannya, sejujurnya suamiku itu memang sangat tampan, tak ayal banyak wanita yang suka padanya.
Aku pun langsung menyiapkan sarapan untuk suamiku, kemudian menyiapkan untuk diriku sendiri.
Kami pun mulai menyantap makanan dengan diam.
Setelah sarapan, aku dan mas Leo pun mulai pergi ke pesantren dimana putra kami belajar.
Saat diperjalanan, aku mendengar ponsel milik mas Leo berdering, dan aku melihat suamiku itu mengangkat telepon.
Dan aku tau siapa yang menghubungi mas Leo, siapa lagi kalau bukan Monic.
Aku melihat mas Leo yang terlihat hangat saat berbincang dengan Monic, dan tak lupa mas Leo pun tersenyum.
Sejujurnya aku merasa iri, kapan suamiku itu bersikap hangat padaku, dan kapan suamiku itu tersenyum manis padaku.
Jangankan tersenyum, mengobrol berdua denganku saja, suamiku itu tidak mau, meski sering memulai pembicaraan, suamiku itu pasti akan menjawab seadanya, atau dia hanya diam saja, tanpa mau menanggapi ucapan ku.
Aku pun terus melihat suamiku, hingga mas Leo menegurku.
"Ada apa?" tanya mas Leo dengan dingin.
"Tidak, sepertinya kamu terlihat senang dan obrolan kalian sepertinya sangat seru, memangnya kamu tengah berbincang dengan siapa?" jawabku sekaligus bertanya, meski aku tau siapa yang menghubungi suamiku itu.
"Bukan urusanmu," jawab mas Leo dengan dingin.
Tak terasa kami pun sampai di pesantren tempat putra kami menimba ilmu.
Kami sampai tepat pada pukul setengah dua belas siang, yang dimana sebentar lagi waktu shalat Dzuhur tiba.
Aku dan mas Leo pun turun, di sana sudah mulai sepi, mungkin sebagian santri sudah pada pulang.
Aku pun menghampiri salah satu pengurus yang memang bertugas di sana.
Tak lama, pengurus itu pun pergi untuk memanggil Brian, aku dan mas Leo pun menunggu di salah satu saung yang memang menjadi tempat untuk para orang tua menjenguk anak-anak mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments