"Assalamualaikum," ucap salam Misa sambil mendorong pintu ruangan di depannya.
Terlihat Pamannya sedang duduk di kursi kerja.
"Walaikumsalam adek," balasnya dengan senyum tulus.
"Adek naik apa kesini? Kenapa tidak minta di jemput sama supir Paman?" tanya Reno sambil berjalan menghampiri Misa yang masih berdiri di ambang pintu.
"Naik taxi Paman."
"Duduklah dek, kenapa canggung seperti itu? Ini kan di perusahaan adek sendiri jangan canggung seperti itu," mempersilahkan Misa duduk di sofa.
"Paman, ada kepentingan apa meminta Misa datang langsung ke perusahaan? Biasanya kan kalau menyangkut perusahaan, suka langsung datang ke tempat Misa," tanya Misa, setelah dirinya duduk di sofa dan kini Paman Reno duduk di sofa sebrangnya.
"Gini adek, karena umur mu sudah memasuki kepala 2, paman akan memberikan surat wasiat ayah mu yang tersimpan selama ini, dan menurut paman ini adalah waktu yang tepat," tutur Paman Reno menjelaskan maksud mengundangnya.
"Benarkah Ayah menyimpan surat wasiat untuk Misa?" tanya Misa antusias yang di balas anggukkan kepala.
"Jika hanya tentang surat wasiat ayah, kenapa Paman sampai menyuruh Misa kemari?" tanya Misa meminta kejelasan.
"Kamu akan tau dek, adek sudah tau kan tulisan tangan ayah, untuk memastikan ini surat wasiat asli atau palsu nya," ucap Paman Reno memastikan.
"Misa tau Paman, karena Misa yang selalu membolak balikkan buku harian ayah."
"Baiklah," Paman Reno beranjak dari duduknya dan berjalan mengambil sesuatu dari brankas yang terkunci menggunakan pin.
"Inilah surat wasiat ayah mu dek yang sebelum meninggal menitipkannya pada Paman." Menyodorkan amplop panjang berwarna cokelat ke hadapan Misa.
Dengan kehati-hatian Misa meraih amplop dihadapannya.
"Apa Misa harus membacanya sekarang, Paman?" tanya Misa, ada nada sendu di setiap kata yang di tanyakannya.
Paman Reno hanya mengangguk mengiyakan, lalu Misa mulai membuka amplop tersebut dan membaca surat yang terselip di dalamnya.
Assalamualaikum,
Romisa Arya Putri Wiguna, putri ayah yang sangat ayah sayangi.
Maafkan ayah sayang, yang tidak bisa mendampingi hidupmu, maafkan ayah nak.
Ayah tidak bisa menjaga mu dan mendidik mu seperti orang tua semestinya.
Tapi ayah yakin putri ayah kelak akan menjadi putri yang solehah dan cantik seperti bundanya.
Romisa sayang, ayah selalu berharap semoga putri ayah akan selalu tersenyum bahagia dan menjadi wanita bidadarinya surga seperti bunda mu naak.
Romisa, maafkan ayah, ayah harus menyampaikan berita ini.
Maafkan ayah jika ayah ini egois dan tidak memikirkan perasaan mu sayang, tapi ayah sudah terlanjur membuat perjanjian terhadap sahabat ayah, untuk menyatukan mu dengan anak laki-lakinya, sekali lagi maafkan ayah nak dengan perjanjian ini, ayah hanya tidak ingin menjadi pengingkar janji, jika ayah sudah tiada namun orang yang melakukan perjanjian itu masih mengingatnya, untuk itu, jika ada seorang laki-laki yang bermarga belakang PUTRA dan menagih janji itu, dialah nak sahabat ayah.
Nak, keputusan ada di tanganmu, ayah hanya menyampaikan soal perjanjian yang terucap waktu kamu masih berumur 1.5 tahun, dan ayah hanya takut sahabat ayah masih menganggap serius perjanjian itu dan datang kepada mu, jadi ayah menyampaikan yang sesungguhnya.
Ingat, romisa sayang, jangan merasa terbebani dengan berita ini, ayah hanya menyampaikan yang mesti kamu tau, keputusan ada di tanganmu nak.
Dan Romisa putri ayah, jalankanlah perusahaan ayah jika kamu sudah siap, karena semua saham yang tertanam di perusahaan, ayah memberikannya atas nama dirimu nak, karena putri ayah hanya kamu seorang, jadi jalankanlah dengan bijak perusahaan itu, tapi jika kamu mempunyai sifat sama seperti bunda mu yang tidak suka dengan jabatan seperti itu peganglah perusahaan ayah di tangan kepercayaan ayah juga kamu nak.
Romisa sayang, jaga dirimu baik baik dan selalu menjalankan kewajibanmu yaa nak, meskipun keluarga kita tidak kental dengan pengetahuan agama, namun kewajiban dan perintah-Nya harus kamu jalankan selalu, karena itu adalah kebahagianmu di dunia juga akhirat kelak.
Wasalamualaikum.
Dari ayahmu (Arya wiguna).
Tak mampu menahan rasa sedih, rindu, sakit berkecamuk dalam hati dan pikirannya, air matanya terus turun dengan derasnya, mengingat bagaimana ayahnya menulis surat ini yang seakan akan sudah tau akan ajalnya.
Memang Misa tau penyebab kematian ayahnya karena sakit jantung. Dia meninggal ketika Misa masih berusia 3 tahun dan 2 tahun setelahnya sang bunda menyusul, meninggalkan kembali Misa karena di tusuk oleh segerombolan preman ketika menjambret tas miliknya, dan keadaan itu membuat Romisa kecil selalu trauma mengingat kejadian dimana bundanya di jambret dan di tusuk di bagian perut dan dadanya.
Melihat Romisa menangis tersedu sedu dengan napas mulai tersengal, Paman Reno panik dan langsung mengambil air putih menyodorkannya ke depan Romisa agar di minum, tak lupa juga mengusap usap lembut puncuk kepala gadis mungil itu karena dengan begini dia akan kembali tenang.
"Adek tidak apa-apa kan? Apa ada yang sakit?" tanya Paman Reno dengan nada khawatir.
"Mi..sa tidak apa-apa, Pa...man," jawab Misa terbata karena napasnya masih sedikit tersengal, lalu ia mengambil tisu yang di atas meja.
Jawaban Misa membuat paman Reno menjadi semakin panik.
"Maafkan Paman dek, karena Paman membuatmu mengingat kembali kejadian itu," ucap Paman Reno merasa bersalah.
"Paman tidak perlu minta maaf, ini sudah takdir Misa dari tuhan, karena memang jodoh, rezeki dan maut sudah Tuhan rencanakan untuk setiap hamba-Nya," tutur Misa dengan nada suara serak karena habis menangis.
"Iya Dek Paman paham, namun setiap takdir itu ada yang duka dan suka, dan takdir duka inilah yang kadang membuat kita sulit menerimanya dan butuh waktu lama untuk mengobatinya dan terkadang tidak ada obatnya," balas Paman Reno dan menatap sendu.
Misa hanya membalasnya dengan senyuman dan terdiam.
Benar kata Paman, takdir duka ini sulit obatnya, seperti aku yang sulit mengobati luka yang menganga ini setiap terlintas gambaran bunda berlumuran darah.
Melihat Misa terdiam dan termenung, Paman Reno berdehem untuk membuyarkan lamunan Misa.
"Bagaimana dek, adek sudah tau maksud dari surat wasiat itu?" tanya Paman Reno yang mulai tenang.
"Iya Paman, siapakah sahabatnya Ayah yang berlatar belakang nama putra ini?" Menatap Pamannya dengan serius.
"Keluarga besar Putra, dan tuan besar Putra masih ingat dengan perjanjian yang di ucapkan bersama oleh ayah mu?"
"Benarkah!" Dengan nada sedikit meninggi.
"Benar, karena sewaktu kemarin paman kedatangan utusan dari keluarga tersebut untuk menagih janji itu, dan sebenarnya ada sedikit masalah juga mengenai perusahaan," tutur Paman Reno.
"Masalah? Apa itu paman?" Alis Misa berkerut menatap menyelidik.
"Masalah penurunan saham hingga bisa di katakan krisis, tapi keluarga putra yang sebagai pemilik perusahaan terbesar akan membantu masalah krisis ini, karena pikir tuan besar Putra mereka akan menjadi satu keluarga." Paman Reno menatap gelisah takut Misa tersinggung.
"Tapi paman tidak mengatakan bahwa adek sudah setuju mengenai perjodohan ini, jadi adek masih bisa menolak jika memang tidak cocok di hati adek, jangan merasa terbebani hanya masalah perusahaan yang sedang mengalami krisis dek, jadi pikirkan baik-baik dulu." Sambungnya.
Sebenarnya aku sih nggak mau kalau di jodohin seperti ini, tapi kalo perusahaan ayah sedang dalam masa krisis, apa aku akan seegois itu membiarkan perusahaan yang sudah ayah bangun dari nol ini jatuh begitu aja.
"Paman apakah tidak ada cara lain, selain kerja sama dengan perusahaan Putra?" tanya Misa.
"Masih ada namun mungkin butuh waktu lama untuk pulih nya." Ucap Paman Reno menatap teduh.
Sejenak Misa menghela napas panjang. Merenungkan beberapa detik untuk keputusan yang akan di pilihnya. "Jika begitu, baiklah Paman, Misa terima perjodohan ini," jawab Misa dengan mantap.
"Kamu yakin dek?" tanyanya meyakinkan.
Misa mengangguk dan menghembus napas kasar.
"Tidak mempertimbangkan lagi?" Tanya Paman Reno memastikan.
Misa menggelengkan kepala. "Misa yakin pilihan Ayah tidak akan salah."
Beberapa detik kedua nya terdiam saling terpaku. "Baiklah jika itu keputusan mu dek," Paman Reno berkata di iringi helaan napas pelan. Kemudian ia berdiri dari duduknya.
"Dek, mau makan apa? Paman akan menyuruh Sekertaris untuk memesankannya," tanya Paman Reno yang sudah akan berjalan ke arah meja kerja.
"Tidak perlu Paman, Misa akan ke sekolah, nanti bisa di sekolah aja sekalian makannya."
"Yasudah, hati-hati dek, mau di antar supir," tawarnya lagi.
"Tidak perlu juga Paman, Misa bisa naik taxi saja, takutnya Misa akan ketauan," jawab Misa, dan berdiri akan pamit.
Paman Reno yang mengerti maksudnya, mengiyakan keinginan Misa.
"Baiklah, jaga dirimu dek, dan hati-hati di jalan," menghampiri Misa dan mengusap lembut puncuk kepalanya.
"Misa pamit ya Paman, Assalamualaikum," berlalu dan meninggalkan ruangan tersebut.
"Walaikumsalam dek," balasnya.
Adek Romisa semoga ini baik untuk diri mu dan masa depan mu, karena pilihan tuan Arya tidak akan salah.
*****
Misa berjalan keluar dari gedung itu, dan memasuki taxi yang sudah ada di depannya.
"Pak SMA Pelita ya," ucapnya pada supir.
"Baik, dek."
Mobil pun melaju kembali dengan kecepatan sedang membelah jalanan, Misa masih termenung dengan keputusannya itu.
Di tengah kegundahan pikirannya Misa teringat dengan murid laki-laki yang bernama Egi, dan melihat keluar jendela yang kebetulan sedang melewati tempat tadi. "Sepertinya dia sudah ke sekolah," gumamnya pelan karena tidak menemukan sosok itu di tempat semula.
Mobil yang di tumpangi Misa pun berhenti di tempat tujuannya, Misa membayar ongkosnya dan keluar dari taxi.
Misa memasuki pelataran sekolah dan melangkah menuju kantor guru.
Udah pergantian jam keberapa ya, kenapa masih pada belajar di kelas, pikir Misa sambil melihat jam yang melekat di pergelangan tangannya.
"Bu Misa," panggil seseorang dari belakang.
Misa menghentikan langkahnya dan menoleh, tampak pak dani menghampiri ke arahnya.
"Tumben bu Misa baru dateng, bukannya ada kelas pagi tadi?" tanya Pak Dani yang sudah ada dihadapannya.
"Iya Pak, tadi sudah titip tugas juga pada Bu Rina untuk murid sebelum izin," jawab Misa dengan tenang.
"Oh gitu, ada apa? tumben bu Misa izin," tanyanya.
"Hanya sedikit masalah saja Pak," dengan senyum ramah.
"Yasudah saya kembali ke kantor ya Pak," pamit Misa hendak melangkah kembali.
"Bu Misa tidak apa apa kan?" Pak Dani kembali bertanya mengurungkan niat Misa untuk melangkah.
"Saya tidak apa-apa Pak, saya permisi, Assalamualaikum," jawab Misa tersenyum dan akhirnya melangkahkan kakinya kembali.
"Walaikumsalam," jawab Pak Dani dengan masih berdiri dan memperhatikan Misa yang mulai menjauh darinya.
Sepertinya dia habis menangis? Ada apa sebenarnya? Semoga dia baik baik saja.
Langkah kaki Misa terhenti ketika dirinya sudah sampai di depan meja, ia melihat Rina tampak sibuk dengan buku latihan para murid di meja samping.
"Assalamualikun Rina."
Mendengar sapaan dari sahabatnya, Rina menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah suara. "Walaikumsalam, eh Misa, sudah selesai urusannya?"
"Alhamdulillah, makasih loh Rina atas bantuannya," ucap Misa dan duduk di kursi.
"Yailah Misa kayak sama siapa aja kamu ini, gak usah pake makasih segala kali," balas Rina di selingi tawa kecil.
"Iya Rina, kamu juga kalau ada perlu apa-apa langsung saja minta bantuan ke saya, jangan sungkan."
"Tenang saja Mis, ke kamu mah saya nggak bakalan sungkan lagi... hehe," godanya.
Teng...teng...
Bunyi bell menandakan waktunya istirahat.
"Mis, kantin yuk. Laper nih dari tadi periksa terus buku yang isinya bahasa asing semua, jadi tenaga ku kekuras nih," ajak Rina dengan nada manja.
"Hehe, ayuk kebetulan perutku juga laper nih belum di isi dari pagi," Misa tersenyum melihat sikap sahabatnya ini dan mengiyakan ajakannya.
Mereka pun beranjak menuju kantin untuk mengobati rasa lapar di perutnya.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
pak Dani gak gantle man 👎👎👎👎👎
2021-02-19
0
maura shi
siapa murid sma yg ngendap2 d balik pohon liatin bu romisa???egi kah??
2020-06-20
0
Susmi Megawati
suka
2020-06-02
0