Waktu terus berjalan sampai waktunya pulang dari mengajar Romisa merapikan mejanya yang sedikit berantakan.
"Bu Misa, pulang bareng yuk, udah lama juga nggak pulang bareng nih," ucap Bu Rina yang berdiri di depan meja.
Misa menyampirkan tas selempang ke bahu nya dan keluar area meja. "Ayuk, kebetulan kaki saya sedikit pegel."
Tertawa kecil. "Dasar Bu Misa," balasnya dan menggandeng tangan Misa keluar ruangan menuju parkiran motor.
"Bu Misa nggak ada niatan pakai motor? Kan lumayan jarak dari rumah ibu ke sekolah cukup jauh," tanya Rina menoleh pada orang di sampingnya.
"Nggak Bu, lagian olahraga juga sih." Membenarkan tas selempang di bahu yang melorot tali tanganya. "Ekhem... Bu Rina gimana kalau panggilan kepada saya jangan pakai ibu, rasanya kurang enak di dengar, lagian kita kan udah akrab," sambung Misa dengan sedikit hati-hatian.
"Haha, iya juga ya padahal kamu lebih muda dari saya, baiklah saya panggil Misa aja gimana?" tanya Rina dengan bibir masih melengkungkan senyuman.
"Baiklah, Bu Rina," balasnya dengan tersenyum.
"Saya juga di panggil Rina aja ya," ucap Rina mengedipkan sebelah mata. Yang di balas anggukkan dan tawa pelan dari Misa.
Sesampainya di parkiran.
"Misa tunggu dulu disini ya, saya ngeluarin motor dulu," ucap Rina saat keduanya telah sampai di dekat pagar besi. Lalu meninggalkannya saat telah mendapat anggukkan kepala dari Misa.
Dari kejauhan, terlihat Pak Dani berjalan ke arah gadis mungil itu.
"Eh Bu Misa, mau pulang bu?" tanya Pak Dani berbasa basi yang sekarang berdiri di hadapan Misa.
Melirik sekilas. "Iya Pak."
"Mau bareng saya Bu, kan searah jalannya dengan saya," tawar Pak Dani dengan harapan di iyakan oleh orang yang ditawari nya.
"Nggak, makasih Pak, tapi saya akan bareng Bu Rina," tolak Misa dengan halus dan menunjukkan senyum ramah.
"Hmm... baiklah," balas Pak Dani, ada gurat kekecewaan di raut wajahnya.
Misa mengapa begitu sulit untuk berada didekatmu. Gumam Dani dalam hatinya dengan mata masih melihat orang dihadapannya, namun yang dilihat hanya menunduk cuek.
"Eh ada Pak Dani, mau pulang Pak?" tanya Rina yang baru sampai di depan mereka dengan motornya.
"Ah... iya Bu," jawab Pak Dani dengan sedikit kikuk karena ketauan memandangi Misa.
"Ayuk Misa naik," perintah Rina yang langsung di turuti Misa menaiki jok belakang motor.
"Kami pulang duluan ya Pak, Assalamualaikum," ucap Rina sebelum melajukan motornya.
"Iya... walaikumsalam, hati-hati bu Misa, bu Rina."
Misa dan Rina hanya tersenyum, dan mulai melajukan motornya meninggalkan area parkir.
Di tengah perjalanan, mereka banyak berbincang tentang masalah selama mengajar, dan tentang murid-muridnya yang terkenal bandel juga dengan tips bagaimana mengatasi mereka.
Hingga tak terasa Rina menghentikan motornya di depan rumah minimalis warna abu cerah dan dengan pagar hitam yang tingginya setengah badan, di halaman rumah itu di penuhi dengan tanaman hunga anggrek bermacam warna sehingga menambah kesan indah rumah minimalis itu.
"Alhamdulillah udah sampe, ayuk Rin masuk dulu," tawar Misa sambil turun dari motor.
"Boleh nih mampir dulu," goda Rina pada Misa sambil tersenyum.
"Boleh dong, ayuk nanti di buatin teh hijau kesukaan kamu di dalam."
"Baiklah, kalau di tawarin teh hijau sih saya mau," balasnya dengan tersenyum.
"Yaudah saya parkirin motor dulu yah," sambungnya dengan mengarahkan motornya memasuki pekarangan rumah minimalis yang pagarnya sudah di buka lebar oleh Misa.
"Waah... anggreknya tambah lagi nih, waktu terakhir kesini belum lihat ada anggrek warnanya bercorak seperti ini," tanya Rina sambil meraba kelopak anggrek berwarna kemerahan yang ada corak putih dan orange nya.
"Ah, itu baru beli sih dari toko dekat panti," sahut Misa sambil berjalan ke arah pintu.
"Bagus banget ya pekarangan kamu Misa, adem dan tenang, ini yang membuat saya senang mampir ke rumahmu," ucap Rina sambil mendudukkan dirinya di kursi teras.
Misa hanya tersenyum menanggapinya.
"Yuk Rina masuk kedalam, saya buatkan teh nya dulu yah," ajak Misa dan membukakan pintu rumahnya lebar.
Namun yang di ajak masih enggan untuk berdiri karena rasa nyaman masih melingkupi dirinya, tak berselang lama Misa datang dengan dua gelas minuman yang satu minuman hangat dan yang satunya lagi dingin. Misa meletakkannya di atas meja.
"Kamu masih favorit aja yah sama jus ini padahal rasanya nggak enak banget," ucap Rina sambil menunjuk jus melon dihadapannya.
"Hehe, namanya juga lidah orang pasti berbeda beda Rina, contoh nya kamu dan saya, saya suka jus ini dan kamu suka sekali dengan teh hijau yang padahal menurut saya rasanya hambar," balas Misa dan tersenyum.
"Iya juga sih," jawab Rina cengengesan, dan tangannya mulai mengambil gelas minuman itu untuk menyesapnya.
"Hmm, teh hijau buatan kamu itu yang membuat saya ketagihan, meskipun kamu tidak menyukainya tapi rasanya bisa pas dan seenak ini, " jabar Rina setelah menyesap minumannya.
"Kamu memang pintar memuji yaa Rina, padahal saya belum pernah mencicipinya meskipun saya membuatnya, dan bisa saja apa yang kamu ucapkan itu hanya untuk menegur saya," ucap Misa ikut mengambil gelas jus dan meminumnya.
"Kamu memang selalu seperti itu, selalu merendah dan tidak mau mendengar kenyataan bahwa memang kamu pantas di puji Misa," balas Rina dengan tersenyum dan kembali menyesap teh hijau nya.
Misa lebih memilih diam meneguk jus nya. Rina melirik jam di pergelangan tangan dan waktu telah menunjukkan jam 4:00.
"Waduh." Mata nya sedikit melotot kaget saat melihat benda bulat yang menempel di pergelangan tangan.
"Kenapa Rin?" Heran Misa dengan alis tertaut.
"Ah, kayaknya udah sore nih Misa, saya pulang yah, lagian kamu kayaknya belum shalat juga ya," ucap Rina dan beranjak berdiri.
"Eh, iya sih belum shalat, kamu nggak shalat di sini aja Rina." Ikut beranjak berdiri.
"Nggak ah Mis, deket ini kok rumahnya palingan berapa menit juga nyampe rumah," balas Rina sambil berjalan kemotornya.
"Yaudah hati-hati ya Rina," ucap Misa sambil cipika-cipiki ala perempuan kalau mau pamit dan baru ketemu.
"Makasih ya teh nya, Assalamualaikum," pamit Rina dengan mengeluarkan motornya keluar pekarangan.
"Walaikumsalam. Iya Rina," balas Misa melambaikan sebelah tangan.
Setelah memastikan sahabatnya itu pergi, Misa mengambil nampan yang berisi gelas kosong, dan masuk kedalam rumahnya.
Dari balik pohon sebrang jalan, tampak seorang laki-laki dengan bawahan memakai celana abu SMA dan atasan putih yang di lapisi jaket hitam melekat di tubuhnya, manik matanya yang berwarna grey terfokus pada seorang gadis yang berdiri di depan rumahnya yang sedang tersenyum manis pada sahabatnya, ada senyuman kecil di bibir laki-laki tersebut. Setelah yang dilihatnya itu hilang dari pandangannya, ia pun berlalu meninggalkan tempat itu, gadis yang dilihatnya itu adalah Misa.
*****
Kriing....kriing....kriing.
Dering telepon rumah menghentikan lantunan ayat suci al-Qur'an yang di lantunkan Misa.
Misa berjalan ke arah meja nakas lalu mengangkat benda yang terus berdering itu.
"Assalamualaikum Paman," sapa Misa pada orang yang di sebrangnya.
"Walaikumsalam dek, paman ganggu adek nggak?" tanya laki-laki dari sebrang telepon ada nada ragu terselip dalam kalimatnya.
"Nggak Paman, ada apa Paman? Kenapa suara mu seperti sedang gusar?" tanya balik Misa dengan suara tenang.
"Hmm, adek bisakah nanti besok kamu ke perusahaan sebentar, ada hal penting yang ingin paman sampaikan mengenai perusahaan dan wasiat ayah mu," ucap laki-laki tersebut dengan sedikit kehati-hatian saat menyebutkan kata (wasiat ayah).
"Tapi besok pagi Misa ada kelas paman, gimana ya?" Bimbang Misa menggigit bibir bawahnya.
"Apa nggak bisa kamu izin setengah hari atau simpan tugas ke anak didik mu lewat sahabat mu itu?"
"Baiklah Paman, Misa besok ke kantor, tapi mungkin hanya sebentar saja. Misa nggak bisa ninggalin kewajiban Misa gitu aja."
"Iya adek cuman setengah hari, ya sudah paman tutup teleponnya ya, jaga diri baik-baik dek, Assalamualaikum," ucap Pamannya dan mengakhiri panggilan.
"Walaikumsalam," sahut Misa dan meletakkan kembali gagang telpon.
Misa berbalik dan kembali ke atas sejadahnya untuk melanjutkan bacaan al-Qur'an yang tadi sempat tertunda.
*****
Di rumah yang begitu megah bagaikan istana dengan pekarangan yang sangat luas, sangat indah jika di pandang dari luar. Namun, siapa yang tau jika keadaan di dalam rumah tersebut dalam keadaan kesedihan karena sang kepala pemilik rumah sedang dalam keadaan sakit keras.
"Ayah, cepatlah sembuh aku sangat menyayangi mu ayah, aku dan adik-adik membutuhkanmu," ucap pria dengan prawakan gagah dan wajah tampannya menambah kesempurnaan dirinya.
"Apakah kamu sudah tau permintaan ayah, ayah menginginkanmu mewujudkan permintaan ayah nak," tutur pria paruh baya yang sedang berbaring yang di panggil ayahnya itu dengan nada suara yang pelan nan serak.
"Iya ayah aku sudah tau, dan aku akan berusaha untuk mewujudkannya," jawab pria itu dengan nada tenang.
"Terimakasih Nak, kelak kamu akan tau, permintaan ayah ini baik untuk mu."
"Hmm." Pria yang di hadapannya hanya bergumam pelan dan menatap ayahnya dengan sayu.
*****
Pagi hari Misa sudah bersiap beraktivitas kembali dengan memakai celana bahan warna hitam, baju navy longgar hampir selutut dan kerudung hitamnya tercetak di wajah mungil yang menambah kecantikan wajahnya meskipun tanpa polesan make-up , Misa berjalan menuju kejalanan yang agak ramai untuk menunggu taxi yang lewat.
Semalam ia sudah menitipkan tugas untuk anak didiknya di kerjakan selama ia nggak hadir di sekolah lewat Rina, dan untungya Rina bersedia di bebankan olehnya meskipun ia banyak bertanya dengan alasan Misa yang izin setengah hari itu.
Misa merentangkan sebelah tangan untuk memberhentikan taxi yang akan melewatinya, dan sebuah taxi berhenti tepat di depannya, ia membuka pintu penumpang dan masuk ke dalam, taxi itu mulai melaju lambat.
"Pak ke perusahaan AG," perintah Misa pada pak supir yang duduk di kursi kemudi.
"Baik Neng," balas Pak Supir melirik kaca depan dan tersenyum.
Keheningan terasa di dalam mobil tersebut, pandangan Misa terus melihat keluar jendela mobil dan terlihat jelas ada yang dipikirkannya.
Ayah, wasiat apa sebenarnya yang ayah sampaikan ke paman untuk Misa, semoga wasiat ayah tidak menyangkut Misa untuk meneruskan perusahaan.
Mobil yang di tumpangi Misa masih melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota yang sudah ramai dengan kendaraan lain.
Lampu jalan berubah merah dan mobil yang di tumpanginya berhenti. Misa melihat ke arah luar jendela sebelahnya, matanya sedikit memicing untuk memperjelas apa yang dilihatnya, seorang laki laki dengan celana abu SMA sedang duduk bersantai di bawah pohon yang rindang, terlihat laki laki tersebut sedang berkutat dengan buku dan pensil di pangkuannya dan earphone menempel di telinganya.
"Bukankah itu Egi, mengapa dia ada di tempat seperti ini, bukannya ke sekolah? Apakah ini tempat tongkrongannya yang selalu dia kunjungi?" gumam Misa pelan.
Lampu merah telah berubah jadi hijau yang menandakan harus melaju kembali mobil yang dinaikinya.
Tidak berselang lama, mobil yang di tumpanginya terhenti di depan gedung yang cukup tinggi, Misa membayar ongkos yang harus di bayar dan keluar dari dalam mobil, taxi yang di tumpanginya telah melaju kembali kejalanan namun Misa masih berdiri dan menatap gedung di hadapannya.
Ayah lihatlah perusahaan ayah sekarang sudah menjulang tinggi, sehingga Misa melihatnya harus mendongakkan kepala, Ayah tidak salah mempercayakan perusahaan ini pada Paman Reno.
Misa mulai melangkahkan kakinya kedalam gedung itu, para pegawai kantor yang berpapasan hanya acuh tak acuh memandang dirinya, karena memang semua pegawai di sini tidak ada yang tau bahwa dirinya adalah seorang ahli waris dari perusahaan tersebut. Langkah kaki Misa terhenti di depan meja resepsionis.
"Ada yang bisa saya bantu dek?" tanya wanita yang sepertinya sebaya dengannya.
Wanita itu memanggilnya dengan sebutan adek mungkin karena melihat tubuh mungil dan wajah imut Misa sehingga berpikir bahwa Misa masih remaja SMA.
"Bisa bertemu dengan Pak Reno?" ucap Misa dengan tenang.
"Apa adek sudah buat janji?" tanyanya.
"Sudah, saya Romisa keponakannya."
"Baiklah, sebentar ya dek saya tanya dulu pada Pak Reno nya," ucapnya dan mulai menelpon pada atasanya
Misa tersenyum dan mengangguk, ia kembali mengedarkan pandangannya ke sekitar gedung.
"Baik dek, sudah di tunggu di ruangannya, di lantai 27 ruangannya," ucap Resepsionis tersebut dan memberikan arahan ke Misa.
"Baiklah, terimakasih," ucap Misa dengan senyuman manis.
Misa berjalan memasuki lift dan menekan tombol angka no. 27, lift itu bergerak perlahan naik membawa Misa ke lantai yang di tujunya.
Ting... suara pintu lift terbuka menandakan Misa telah sampai di lantai 27, sebuah lorong kecil di lantai itu, di ujung lorong terdapat sebuah meja kerja dan seorang perempuan cantik sedang berkutat dengan komputernya.
Misa menghampiri meja tersebut yang langsung di sambut dengan senyuman ramah oleh wanita tersebut dan mempersilahkannya untuk langsung masuk keruangan yang katanya Paman Reno telah menunggu nya.
Misa membuka pintu ruangan tersebut, terlihat pamannya sedang duduk di kursi kerja, dan ketika melihat Misa memasuki ruangannya, Paman Reno berdiri dan tersenyum ceria melihat anak dari almarhum majikannya ini tumbuh dengan sangat baik.
Memang setelah kejadian sang bunda meninggalkan dunia, Paman Reno jarang bertemu dengannya hanya dapat di hitung jari pertemuannya dengan Misa, dan ini pertama kali nya juga Misa menginjakkan kaki di perusahaan ayahnya.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
misa kayaknya mau di jodohin trus pak Dani patah hati 💔💔💔💔💔
2021-02-19
0
MeliMelo💦
Semangatt kak...
2020-09-19
0
Ayunina Sharlyn
masih lanjut
2020-07-10
0