Aku loncat dari kasur tanpa memakai sandal, aku keluar dari kamar dan berlari di lorong. Tanpa alas kaki aku bisa berlari tanpa membuat keributan, jam bintang di tengah Aula terdengar berdentang dua belas kali, sudah tengah malam! Nyonya Lucy mungkin sudah tidur sebaiknya aku tidak membuat keributan dan membangunkannya.
Aku seharusnya menyadarinya Torc sudah mengincar Mike sejak tadi pagi, tidak! Torc sudah mengincar Mike sejak berhari-hari yang lalu. Seharusnya aku tahu, Torc menatap Mike seperti dia akan memakannya mentah-mentah, Mike sudah memperingatkan aku berkali-kali tapi aku mengabaikannya, semua ini salahku.
Terlalu banyak kamar terlalu banyak lorong, mereka bisa di mana saja! Aku berlari ke arah kanan lalu melewati beberapa belokan kemudian naik ke tangga di lantai empat. Aku tidak tahu harus kemana, aku hanya berjalan mengikuti firasatku yang biasanya benar. Di ujung lorong aku merasakan kakiku menyentuh sesuatu yang lengket dan basah, seperti lendir kadal, lalu aku menemukan sepasang sepatu bot orange milik Torc tergeletak di bawah lukisan Nyonya Lucy. Tak jauh dari sepatu bot itu terdapat bercak lendir lainnya yang berwarna hijau dan berbau amis. Aku mengikuti bercak lendir di lantai yang mengarah ke sisi timur kastil hingga membawaku ke sudut tikungan.
Sebuah suara membuatku terkejut hingga hampir jatuh terduduk.
"Jangan ke sana," kata suara itu.
Aku mengenali suara itu.
Mike keluar dari tempat persembunyiannya di balik guci besar. Mike berlari meloncat ke arahku.
Aku memeluk Mike dengan erat.
"Kemana saja kau?" kataku, "kau tidak boleh berkeliaran, jika Nyonya Lucy tahu dia bisa mengusir mu."
"Dia membawaku," sahut Mike.
"Siapa?" tanyaku.
"Aku sudah memanggilmu tapi kau tidak terbangun," kata Mike, "nenek tua itu menculik ku, dia menyuruhku untuk menangkap tikus yang ada di dapur, dia sepertinya gila karena tidak ada tikus di manapun di sini, aku pasti bisa mencium baunya jika memang ada, lalu dia mulai mengamuk dan bertingkah aneh. Aku berhasil lari dari nenek itu dan bersembunyi. Nenek itu mencari ku, dia mengatakan akan menangkap aku lagi, dia mengatai aku kucing bodoh yang tidak berguna. Nenek itu pasti akan akan menemukan tempat persembunyianku jika saja tidak ada kecoa yang mengalihkan perhatiannya. Nenek itu segera melupakanku dan mengejar kecoa itu seperti orang gila."
Aku termangu mendengarnya, itu adalah kalimat terpanjang yang dikatakan Mike padaku, biasanya aku hanya mengerti satu dua kalimat saja sebelum kemudian Mike kembali mengeong. Nyonya Lucy berkata benar, Kastil Bintang membuat kemampuanku bicara dengan hewan bertambah kuat seiring waktu.
"Alesia," seru Mike.
"Iya, apa?"
"Kurasa Nenek itu bukan manusia," kata Mike, "kau harus mempercayaiku, aku melihatnya sendiri dia mengerikan."
"Dia dimana?" tanyaku.
Mike menunjuk ke ujung lorong yang mengarah ke pintu menara.
"Terakhir kali aku melihatnya dia ada sana!" seru Mike.
Aku berdiri mengamati bercak lendir di lantai yang juga mengarah ke menara. Mike mengerang memohon.
"Demi Tuhan, kau tidak berpikir akan ke sana kan? kita sebaiknya kembali ke kamar dan mengunci pintunya rapat-rapat."
"Kita hanya akan melihatnya dari jauh," kataku.
Kami mengendap-endap, berusaha tidak membuat suara langkah kaki sedikitpun. Ujung lorong berakhir di jendela yang tinggi, di sudut dinding di dekat pintu menara aku bisa melihat Torc dari kejauhan, dia sedang duduk berjongkok mengamati kecoa yang sudah terjebak di. dinding. Torc menelengkan kepalanya ke samping menunggu dengan sabar hingga kecoa itu merasa aman dan terkecoh.
Kami bersembunyi di balik dinding, Mike naik ke pundak dan berbisik di dekat telingaku.
"Ayo kita pergi dari sini, ayo Alesia kumohon."
Aku mengabaikan peringatan Mike yang terus merengek ingin pergi. Aku harus tahu kenapa Torc bertingkah seperti itu, aku harus tahu dengan siapa aku tinggal di Kastil Bintang.
Torc masih menatap kecoa di depannya.
"Apa yang dia lakukan?" kataku.
"Berburu," kata Mike, "dia seperti hewan yang berburu serangga di malam hari."
Rasa penasaran ini tidak bisa aku tahan, aku bergerak mendekat, Mike mengerang ketakutan.
Torc melakukan percobaan pertamanya, dengan tangan gemetar dia mencoba menangkap kecoa itu tapi dia hanya berhasil menepuk lantai. Torc mencoba lagi tapi mangsa kecilnya terlalu lincah untuk tangannya yang gemetar dan lambat. Torc mencoba lagi dan lagi tapi tetap tidak berhasil dan itu membuatnya frustasi. Torc mulai meracau dengan bahasa yang tidak aku mengerti.
Kecoa itu mengambil kesempatan yang ada untuk melarikan diri dengan merayap cepat ke atas dinding hingga ke sudut langit-langit, kecoa itu berpikir Torc tidak akan dapat mengejarnya, tapi dia salah! Tiba-tiba, Torc merangkak seperti seekor cicak, dia merayap naik dengan kedua kaki telanjangnya yang berselaput dan berlendir yang membuatnya menempel di dinding lalu mengapit kecoa itu di antara jempol dan jari telunjuknya.
Kecoa itu terkejut, aku juga begitu.
Tanpa sadar aku memanggil Troc.
"Torc ...," seruku.
Torc menoleh padaku keningnya mengkerut dia menelengkan kepalanya seperti mencoba untuk mengenaliku.
Mike kaget.
"Kenapa kau memanggilnya? dia bisa menyerang!" seru Mike.
"Jika dia ingin menyakitimu dia bisa melakukannya dari tadi," kataku, "kurasa dia hanya … ingin makan."
Torc sudah akan memasukkan kecoa itu ke dalam mulutnya yang menganga tapi tangannya terhenti karena aku membuatnya ragu dan bingung.
Aku berkata pada Torc setenang mungkin.
"Kau boleh memakan kecoa itu, atau kau ingin aku ambilkan makanan yang lebih baik di dapur? aku tidak akan memberitahu Nyonya Lucy tentang ini."
Sepertinya aku salah dengan menyebut nama Nyonya Lucy, itu membuat Torc menjadi kesal. Torc menggeprek kecoa di tangannya ke dinding memasukkannya ke dalam saku baju, lalu dengan cepat melompat turun ke bawah dan mengeram ke arahku dengan suara yang berat seolah tenggorokannya penuh dengan dahak.
"Simpan makanan menjijikan itu untukmu sendiri keturunan Alexandria, kalian seharusnya tidak pernah ada di pulau ini, kalian harusnya tidak tinggal di Kastil Bintang, kalian lebih buruk dari pendahulu kalian."
Aku tersentak kaget dengan ucapan Torc, kupikir dia akan menyerang, tapi dia tidak melakukannya, dia mengeram lalu pergi meninggalkan kami dengan merangkak cepat di lantai.
Torc merangkak dengan cepat melewati aku lalu menghilang di balik tikungan lorong.
Setelah Torc pergi, Mike baru berani memunculkan kepalanya dari balik bahuku.
"Sudah kubilang dia bukan manusia," seru Mike.
Mike terlihat sangat ketakutan tapi entah mengapa, bagiku Torc lebih tampak menyedihkan daripada terlihat menakutkan.
"Jangan bilang kalau kau ingin mengikutinya lagi," seru Mike.
Mike memasang tampak memelas jelas dia ingin kembali ke kamarnya.
"Tidak, ayo kita kembali!" kataku.
Tapi, malam tidak berakhir secepat seperti yang diinginkan Mike. Saat sampai di lantai tiga aku tidak sengaja keliru memilih tikungan dan berjalan ke lorong yang salah, aku mendapati salah satu kamar terbuka dengan lampu yang masih menyala.
"Itu pasti kamar Nyonya Lucy," kata Mike.
"Dari mana kau tahu?" kataku.
"Karena entah bagaimana kau selalu mengarahkan kakimu ke tempat yang berbahaya."
Mike memberitahu dengan nada kesal.
Aku membiarkan Mike menggerutu, aku tidak bisa tidur jika tidak melihat siapa yang ada di kamar itu, rasa penasaran ini harus diobati.
Mike memprotes.
"Apa tidak cukup bagimu? hal menakutkan yang kita alami malam ini."
"Diamlah Mike, atau kita akan ketahuan," bisikku.
Aku akan melihat sebentar, mencari tahu lalu pergi. Aku menempelkan punggungku di dinding, menggeser kaki, menengok kan sebagian kepala untuk mengintip lewat pintu yang terbuka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments