Aku terbangun dan mendapati seorang nenek mengamati wajahku dengan sangat lekat, hidung bengkoknya yang keriput hampir menempel dengan hidungku. Kaget, aku meloncat ke belakang hingga kepalaku membentur besi teralis dan mengerang.
"Kau tidak tidur di kasurmu, kenapa?" kata Nenek itu dengan suara serak.
Aku bergumam ragu, "Nenek Lucy?"
Mendengarnya, Nenek itu mengerutkan keningnya yang keriput hingga muncul lipatan yang sangat dalam, dari ekspresi nenek itu sepertinya aku baru saja meledeknya. Itu membuatku tahu kalau dia bukan Nenek Lucy dan aku sudah menyinggungnya.
"Maaf," kataku.
Nenek itu menempelkan kedua telapak tangannya di dada, dia tampak terharu seolah kata maaf adalah hadiah yang tidak pernah dia dapat sebelumnya.
"Namaku Torc,"
Nenek itu bersuara malu-malu.
"Nenek Torc," aku berseru.
"Torc panggil aku Torc, hanya Torc," seru Torc.
Aku segera mengangguk karena mengira Torc akan mengamuk jika dia tidak dituruti.
Aku mengamati baju panjang Torc yang berwarna biru tua atau setidaknya dulu berwarna biru. Wajah dan tangannya penuh keriput dan bintik hitam penuaan, hidungnya besar dan bengkok. Nenek Troc menggelung rambutnya ke atas, dan memakai sepatu bot yang biasa dipakai oleh para pekerja kebun. Kurasa Nenek Torc adalah salah satu pelayan di Kastil Bintang
Torc? siapa yang tega memberinya nama seperti itu.
"Itu kucing yang sehat," kata Torc.
Torc menunjuk Mike sambil tersenyum. Torc mengatakan itu seperti ketika ada orang mengatakan itu ayam goreng yang enak untuk dimakan.
Mike segera mengeong ketakutan dan bersembunyi ke balik punggungku.
"Dia bersamaku," kataku.
Aku memeluk melindungi Mike.
"Oh! aku tidak akan memakannya. Itu sangat menarik tapi aku tidak akan tergoda lagi," kata Torc, "itu sudah sangat lama sekali."
Apa maksudnya dengan itu sudah lama sekali?
"Aku membawakan baju dan sepatu untuk Nona Alesia," kata Torc.
Torc meletakkannya dengan hati-hati di pinggiran kasur dan aku menyadari kalau dari tadi Torc terus membungkuk. Awalnya kupikir itu kebiasaan para pelayan di sini sebagai rasa hormat ke pada tuan rumah sampai kemudian aku tahu kalau Torc memang memiliki tulang punggung yang bengkok.
"Terima kasih," kataku.
Dengan tubuh bergetar, Torc kembali menempelkan kedua telapak tangannya di dada, dia kembali terharu hanya dengan kata terima kasih yang kuucapkan, membuatku bertanya-tanya kapan terakhir kali seseorang mengucapkan terima kasih padanya.
Torc berseru, "Nyonya Lucy menunggu di ruang makan."
Torc berbalik dan berjalan tergopoh-gopoh ke arah meja rias untuk membereskan piring makanan semalam.
Dari balik tanganku Mike yang tidak ingin kehilangan sisa makanan semalam mengeong.
"Biarkan saja di sana, Mike ... maksudku aku masih ingin memakannya," kataku.
Dan aku membuat kesalahan lagi, tangan Torc tiba-tiba gemetaran lalu dia bicara menggerutu lebih daripada dirinya sendiri.
"Nyonya Lucy menyuruhku membawanya ... Nyonya Lucy menyuruhku membawanya …perintah adalah perintah!"
Mike mengkerut ketakutan.
"Baiklah ... baiklah ... kau boleh membawa semua piring itu," kataku.
Butuh beberapa saat hingga Torc berhenti mengomeli dirinya sendiri, ketika dia kembali tenang dia mulai membereskan piring dan gelas ke atas nampan. Sambil membawa nampan di tangannya, Torc melintasi kamar, dia membuka pintu ketika dia akan menutupnya aku memanggilnya lagi.
"Nyonya Torc," kataku.
Aku membuat kesalahan lagi jika di panggil nenek saja Torc sudah kesal apalagi jika aku memanggilnya Nyonya. Torc menoleh dengan wajah kaget dan takut.
Torc berkata dengan cepat seolah dia sedang diawasi.
"Torc namaku Torc, jangan memanggilku seperti itu atau Nyonya Lucy akan menghukum ku."
"Baiklah Nyo ... Torc, sebelum kau pergi boleh aku menanyakan sesuatu?" tanyaku.
Torc terdiam beberapa saat kukira dia akan menggeleng jadi aku bilang padanya kalau ini bukan pertanyaan yang sulit dan berbahaya.
Torc akhirnya mengangguk.
"Aku tidak pernah bertemu dengan Nenek Lucy, seperti apa dia? aku tidak ingin salah orang lagi," kataku.
Torc tampak bingung.
"Tidak pernah? apa maksudmu dengan tidak pernah, kau sudah bertemu dengannya."
Aku menggeleng.
"Tidak," kataku, "kapan?"
Lalu, mendadak wajah Torc seperti sedang memahami sesuatu.
Torc berseru, "Nyonya telah membuatmu bingung itu sudah pasti."
"Aku memang bingung," kataku, "sejak dua hari lalu semua serasa tidak masuk di akal, sejak Paman Berg datang ke kantor Nyonya Marta hidupku berubah 360 derajat, jadi tolong jangan membuatku tambah bingung."
Torc berkata dengan pelan, "Semalam Nyonya Lucy yang menyambutmu."
"Semalam hanya ada ...."
Suaraku tertahan, tidak mungkin!
Torc mengangguk dan dia berkata, "Iya itu dia Nenek Lucy."
Aku berseru, "Itu mustahil kau pasti berbohong."
Perempuan cantik yang semalam menyambut ku bahkan lebih tampak seperti adik ibuku, dia seperti berusia kurang dari tiga puluh tahun, dia terlalu muda dan cantik untuk menjadi nenek-nenek.
"Oh dia terlihat lebih muda dari yang ada dalam bayanganmu ya, tapi itu memang Nyonya Lucy, kekuatan kunci kastil bintang menjaganya tetap muda."
Torc menyeringai menunjukkan giginya yang tanggal, giginya yang tersisa bersih tapi rusak tersisa separuh atau runcing.
"Apa kau punya pertanyaan lagi?" seru Torc.
Mulutku masih menganga.
"Cepatlah mandi dan ganti bajumu, nyonya Lucy tidak suka menunggu," kata Torc.
Torc kemudian berbalik dan menutup pintu.
Dengan perasaan campur aduk aku memeriksa baju yang dibawa Torc untukku. Nenek Lucy memberiku gaun putih, sepatu perak berhak tinggi dan sebuah bando untuk mengatur rambutku yang ditakdirkan berantakan, seperti yang aku khawatirkan mereka ingin menjadikanku putri salju. Aku lebih suka kaos olahraga dan membenci sepatu perakku, gara-gara hak sepatunya yang tingginya lebih dari sepuluh centi, aku sudah hampir terjatuh sebanyak tiga kali hanya untuk berjalan pergi ke pintu kamar. Aku memutuskan untuk menyelamatkan pergelangan kakiku, aku melepas sepatuku, memukulkan hak sepatunya pada pinggiran ranjang hingga patah, tanpa hak, sepatunya terasa lebih baik meskipun jika bisa memilih aku lebih menyukai sepatu kets.
Aku membuka pintu dan Torc yang berdiri menungguku di pinggir pintu mengagetkanku untuk yang kedua kalinya. Kukira Torc sudah pergi, Mike mengeram padanya tapi hanya berani dari balik bahuku.
Torc menyeringai lalu dia berseru, "Nyonya menyuruhku menuntun Nona Alesia, atau kau akan tersesat."
"Bisakah kau tidak mengagetkanku lagi?" pintaku.
Torc kembali menyeringai.
Aku mengikuti Torc dan memperhatikan cara berjalan Torc yang terus menunduk dan berjalan dengan menyeret kedua kakinya.
Torc bergumam sambil berjalan.
Torc berkata, "Aku mengenali semua lorong di sini, aku tahu semua kamar, setiap sudutnya. Aku mengenali kastil bintang seperti rumah kami sendiri, Nona Alesia tidak akan tersesat."
"Jadi?" kataku, "berapa banyak orang yang tinggal di sini, kenapa banyak sekali kamar?"
Torc menggerutu dari balik punggungnya, dia bergumam kesal.
"Pertanyaan lagi," seru Torc.
"Kalau tidak tahu, tidak apa," kataku.
Dan pancinganku berhasil menjebak Torc, dia akhirnya menjawab pertanyaanku.
"Sebelum Nyonya Lucy, mereka punya keluarga besar, banyak anak, banyak cucu, banyak pembantu, banyak kamar."
"Lalu?" tanyaku.
"Lalu mereka pergi," kata Torc.
"Kenapa mereka pergi?" tanyaku.
"Itu cerita yang sangat tua dan panjang, kau harus menanyakannya langsung pada Nyonya Lucy."
"Tempat ini pasti sangat tua," kataku.
Torc bergumam, "Seratus lima puluh tujuh tahun."
"Siapa? Tempat ini?"
Torc menggeleng, "Usia Nyonya Lucy, Kastil Bintang jauh lebih tua."
Seratus lima puluh tujuh tahun! Aku menghela nafas panjang, aku sudah bersiap dengan jawaban mengejutkan seperti itu tapi setiap kali mendapatkannya aku tetap saja terkejut, aku tidak akan pernah terbiasa.
Kami sampai di ruang makan, dengan deretan kaca jendela yang menampilkan sinar matahari pagi yang menembus melewati celah-celah besi teralis. Meja makannya panjang dengan deretan kursi kosong, dan makanan yang terlalu banyak dan berlebihan.
Nenek Lucy duduk di ujung meja, bau parfum tubuhnya kini berubah dari bunga mawar menjadi bau lemon, di kemudian hari aku menyadari bau itu bukan berasal dari parfum yang dia pakai tapi berasal dari tubuh Nenek Lucy sendiri dan berubah-ubah mengikuti suasana hatinya. Nenek Lucy meletakkan garpu di tangannya dan berdiri saat melihatku, dia melirik Torc yang langsung bergegas pergi ketakutan dengan berjalan mundur menyeret kakinya.
Nenek Lucy tersenyum padaku, senyuman mempesona yang sama yang dia tunjukkan semalam, kecantikan yang bisa menundukkan siapa saja, mata yang akan menghipnotis siapa saja. Aku menatap Nenek Lucy dan hampir tidak percaya perempuan muda di depanku adalah Nenekku. Nenekku berusia lebih dari seratus tahun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments